Soal Holdingisasi BUMN Migas, Fungsi Pengawasan DPR Diabaikan
A
A
A
JAKARTA - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham PT Pertamina (Persero) dikecam keras oleh Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azam Asman Natawijaya. Ia menilai keputusan pemerintah menerbitkan PP sebagai persetujuan pembentukan holding BUMN Migas, merupakan tindakan yang tidak menghargai sesama lembaga tinggi negara.
Menurutnya pemerintah tidak menghargai DPR karena telah mengabaikan fungsi pengawasan yang dimiliki DPR dengan diterbitkannya PP tersebut sebagai tindak lanjut diterbitkannya PP Nomor 72 tahun 2016 mengenai pembentukan holding perusahaan BUMN
"Kita baru bicara landasan hukum, belum bicara teknis holding. PP Nomor 72 itu bermasalah karena di sana ada kalimat bisa mengalihkan saham tanpa persetujuan DPR, sekarang malah terbit PP Nomor 6, Pemerintah telah mengabaikan DPR," kata Azam saat dihubungi, Rabu (14/3).
Padahal terang dia, Undang-Undang (UU) BUMN mengamanatkan bahwa setiap pengalihan atau pelepasan saham BUMN harus melalui persetujuan DPR. Artinya PP Nomor 72 dan PP Nomor 6 yang mengalihkan saham negara di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) kepada Pertamina melalui penyertaan modal, sudah melanggar UU BUMN.
"Teknis holding ini juga belum pernah dibicarakan dengan DPR, jadi kita tidak tahu maunya apa pemerintah? Sasarannya apa holding ini? Benar-benar terhindar dari pengawasan DPR holding ini," tegasnya.
Pengalihan Saham Seri B
Sementara dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, manajemen PGN melaporkan telah secara resmi mengalihkan 13,8 miliar lembar saham seri B milik negara kepada Pertamina sebagai induk holding BUMN Migas. Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama pada Senin (12/3/2018), melaporkan kepada BEI, pengalihan saham tersebut dilakukan berdasarkan PP Nomor 6 tahun 2018.
"Berdasarkan PP tersebut, seluruh saham Seri B milik negara sebanyak 13,80 miliar lembar saham bakal dijadikan penambahan penyertaan modal ke dalam modal saham pertamina," ujar Rachmat.
Dengan demikian, Rachmat menghitung setidaknya 56,96 persen saham seri B PGN akan dimiliki oleh Pertamina. Sementara 43,04 persennya dimiliki publik. Sementara saham seri A Dwiwarna PGN tetap dimiliki oleh negara. Ia melanjutkan, pengalihan saham seri B milik negara ini bakal berakibat pada berubahnya status perseroan dari persero menjadi non-perseroan.
Bersamaan dengan pengumuman pengalihan saham seri B tersebut, PGN menurut Rachmat juga akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Kamis, 26 April 2018 mendatang. Selain membahas pengesahan laporan keuangan PGN tahun 2017 dan pembagian dividen, salah satu agenda penting RUPS tersebut meminta persetujuan pemegang saham untuk melakukan integrasi PT Pertamina Gas (Pertagas) ke PGN sebagai anak usaha holding BUMN Migas.
Menurutnya pemerintah tidak menghargai DPR karena telah mengabaikan fungsi pengawasan yang dimiliki DPR dengan diterbitkannya PP tersebut sebagai tindak lanjut diterbitkannya PP Nomor 72 tahun 2016 mengenai pembentukan holding perusahaan BUMN
"Kita baru bicara landasan hukum, belum bicara teknis holding. PP Nomor 72 itu bermasalah karena di sana ada kalimat bisa mengalihkan saham tanpa persetujuan DPR, sekarang malah terbit PP Nomor 6, Pemerintah telah mengabaikan DPR," kata Azam saat dihubungi, Rabu (14/3).
Padahal terang dia, Undang-Undang (UU) BUMN mengamanatkan bahwa setiap pengalihan atau pelepasan saham BUMN harus melalui persetujuan DPR. Artinya PP Nomor 72 dan PP Nomor 6 yang mengalihkan saham negara di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) kepada Pertamina melalui penyertaan modal, sudah melanggar UU BUMN.
"Teknis holding ini juga belum pernah dibicarakan dengan DPR, jadi kita tidak tahu maunya apa pemerintah? Sasarannya apa holding ini? Benar-benar terhindar dari pengawasan DPR holding ini," tegasnya.
Pengalihan Saham Seri B
Sementara dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, manajemen PGN melaporkan telah secara resmi mengalihkan 13,8 miliar lembar saham seri B milik negara kepada Pertamina sebagai induk holding BUMN Migas. Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama pada Senin (12/3/2018), melaporkan kepada BEI, pengalihan saham tersebut dilakukan berdasarkan PP Nomor 6 tahun 2018.
"Berdasarkan PP tersebut, seluruh saham Seri B milik negara sebanyak 13,80 miliar lembar saham bakal dijadikan penambahan penyertaan modal ke dalam modal saham pertamina," ujar Rachmat.
Dengan demikian, Rachmat menghitung setidaknya 56,96 persen saham seri B PGN akan dimiliki oleh Pertamina. Sementara 43,04 persennya dimiliki publik. Sementara saham seri A Dwiwarna PGN tetap dimiliki oleh negara. Ia melanjutkan, pengalihan saham seri B milik negara ini bakal berakibat pada berubahnya status perseroan dari persero menjadi non-perseroan.
Bersamaan dengan pengumuman pengalihan saham seri B tersebut, PGN menurut Rachmat juga akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Kamis, 26 April 2018 mendatang. Selain membahas pengesahan laporan keuangan PGN tahun 2017 dan pembagian dividen, salah satu agenda penting RUPS tersebut meminta persetujuan pemegang saham untuk melakukan integrasi PT Pertamina Gas (Pertagas) ke PGN sebagai anak usaha holding BUMN Migas.
(akr)