Faisal Basri Sayangkan Keputusan Jokowi Teken PP Holding BUMN Migas

Jum'at, 16 Maret 2018 - 20:37 WIB
Faisal Basri Sayangkan Keputusan Jokowi Teken PP Holding BUMN Migas
Faisal Basri Sayangkan Keputusan Jokowi Teken PP Holding BUMN Migas
A A A
JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyayangkan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham PT Pertamina (Persero).

Beleid ini menjadi landasan hukum dialihkannya saham PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN kepada Pertamina, justru akan membuat pekerjaan rumah Pertamina semakin berat.

Dia mengatakan, tugas Pertamina yang utama adalah menekan jumlah impor minyak mentah maupun Bahan Bakar Minyak (BBM) yang saat ini jumlahnya mencapai 734 ribu barel per hari (bph). Caranya dengan terus mencari cadangan dan menambah produksi dari lapangan minyak yang baru untuk diolah menjadi BBM demi memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pasalnya, dengan terus-menerus melakukan impor minyak maka defisit perdagangan Indonesia menjadi naik.

"Sepanjang 2017, defisit perdagangan minyak kita sebesar USD14,7 miliar. Efeknya lari ke rupiah yang terus melemah, cadangan devisa yang tergerus, dan macam-macam. Jadi tugas Pertamina itu sudah sangat berat. Dan di tengah tugas yang berat itu dia ditambahi pekerjaan mengambil PGN," tegas Faisal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (16/3/2018).

Faisal menilai, sebagai perusahaan publik, sebenarnya PGN sudah berada di jalur yang benar karena menerapkan prinsip good governance dalam menjalankan operasinya. Pasalnya, kinerja keuangan PGN selalu diaudit dan selalu melaporkan rencana bisnis serta laporan keuangannya kepada Bursa Efek Indonesia.

"Mengapa PGN ini justru dibiarkan diambil perusahaan non publik? Apa sih targetnya Menteri BUMN Rini Soemarno menggabungkan PGN dengan Pertamina itu? Hanya mau menjadikan Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia dan masuk dalam Fortune 500? Itu tujuan yang semu, bukan tujuan dari keberadaan perusahaan negara," imbuh dia.

Faisal mengaku tidak akan heran jika di kemudian hari, akan ada upaya menggugat kebijakan pemerintah dalam membentuk holding BUMN Migas ke Mahkamah Agung (MA) atau Mahkamah Konstitusi (MK)

"Kalau PP itu memiliki potensi menciptakan skandal, maka seharusnya bisa dibatalkan demi hukum. Tidak ada akhir dari sesuatu yang merupakan perbaikan kesalahan demi kepentingan negara dan masyarakat. Mudah-mudahan ada yang akan membawa itu MK dan MA," tutup Faisal.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7841 seconds (0.1#10.140)