Tarif Tol Segera Diturunkan, Ini Alasannya

Jum'at, 23 Maret 2018 - 10:29 WIB
Tarif Tol Segera Diturunkan, Ini Alasannya
Tarif Tol Segera Diturunkan, Ini Alasannya
A A A
JAKARTA - Kabar gembira buat para pengguna jalan tol. Tahun ini tarif tol bakal diturunkan untuk mendorong angkutan logistik agar lebih murah. Beleid terkait penurunan tarif tol tersebut telah dikaji di tingkat kementerian.

Nantinya ada beberapa opsi untuk menurunkan tarif tol, termasuk dengan penggabungan golongan kendaraan besar yang identik dengan angkutan logistik. Di sisi lain, para pengelola jalan tol juga akan diberikan berbagai kemudahan terkait investasi. Salah satunya dengan menambah masa konsesi hingga 50 tahun, dibandingkan saat ini yang hanya 35-40 tahun.

Rencana penurunan tarif tol ini merespons keluhan sejumlah kalangan pelaku usaha logistik, termasuk para sopir logistik, yang enggan menggunakan jalan tol karena dinilai terlalu mahal. Mereka lebih memilih jalan arteri biasa karena lebih murah dan gampang apa bila ingin beristirahat.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, penurunan tarif tol ditujukan untuk mempermudah pelaku usaha termasuk sektor logistik. Terlebih lagi, dalam waktu dekat akan ada momen Lebaran. "Jadi, golongannya nanti disimplifikasi. Kalau golongan yang berat ini turun, golongan lainnya juga turun. Misalnya ada tarif di salah satu ruas tol di Jawa Timur dari Rp180.000 akan menjadi Rp96.000. Jadi hampir separuhnya," ujar Budi Karya di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Budi Karya bersama menteri terkait lain dan para pemangku kepentingan lainnya, kemarin bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas rencana penurunan tarif tol. Dalam pertemuan tersebut, hadir Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT), serta operator jalan tol yakni PT Jasa Marga Tbk, dan PT Astra Infra.

Menurut Menteri Basuki, Presiden sudah lama mendengar keluhan dari para sopir logistik. Untuk itu, pihaknya juga sudah melakukan perhitungan terkait keluhan tersebut. "Kita mendengarkan keluhan sopir truk logistik itu bahwa dia misal ke Sumatera atau Palimanan lebih banyak menggunakan jalan biasa dibanding tol. Karena dia orang marketing kan. Ini kan kita untuk membantu marketing," jelasnya.

Basuki mengungkapkan, selama empat dekade ini tarif tol memang bervariatif bergantung tahun pembangunan. Dia mencontohkan, tol yang dibangun antara tahun 1980-2000-an, tarif ruas tol dari Jagorawi ke Palimanan Kanci Rp212-416 per km. Tarif tersebut berbeda dengan tol yang dibangun antara tahun 2000-2010 seperti tol Ulujami dan Cipularang yang memiliki tarif dasar Rp709 per km.

"Pada 2011 untuk tol Surabaya, Mojokerto, Bogor, Bali, ini tarifnya berkisar Rp900-1.000 per km. Untuk 2015, yang baru beroperasi hingga 2018 nanti ini Rp750-1.500 per km. Ini yang disebut mahal," tuturnya.

Menurut penilaiannya, ujar Basuki, tarif tol tersebut masih terbilang wajar karena mempertimbangkan biaya konstruksi, pajak, dan bunga. Dia menambahkan, tarif tol juga bisa diturunkan dengan instrumen lain yakni berupa perpanjangan masa konsesi jalan tol. Seperti diketahui, saat ini mayoritas jalan tol memiliki masa konsesi sekitar 35-40 tahun. Nantinya akan diusulkan ada penambahan masa konsesi selama 15 tahun.

"Sekarang kita coba penambahan masa konsesi ini menjadi 15 tahun artinya menjadi 50 tahun. Dengan begini (tarif tol) menjadi Rp1.000 per km," ungkap Basuki.

Selain itu, opsi lain yang mungkin dilakukan untuk penurunan tarif tol adalah perubahan komposisi golongan angkutan logistik. Dari sebelumnya terdapat golongan II, III, IV, dan V menjadi hanya golongan II dan III. "Sehingga akan turun banyak itu yang dulunya Rp115.000-144.000 menjadi Rp96.000. Ini yang dilaporkan dan beliau (Presiden) setuju menerapkan," kata Basuki.

Tidak hanya itu, kata Basuki, opsi penurunan tarif tol juga akan dilakukan dengan menerapkan tax holiday untuk investasi bidang perintis, seperti tol Sumatera. Menurutnya dengan pemberian keringanan pajak, pembiayaan konstruksi akan lebih murah. "Seperti di tol Sumatera ini kan tidak ada yang mau. Ini dikasih tax holiday untuk konstruksi bisa menurunkan harga hingga Rp125 per km. ini untuk semua tol yang baru nanti," paparnya.

Operator Siap

Direktur Utama PT Jasa Marga Desi Aryani mengatakan tidak mempermasalahkan rencana penurunan tarif tol oleh pemerintah. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendukung industri logistik sehingga lebih berdaya saing. "Dengan tarif dikurangi tetapi konsensi dipanjangin, kemudian klasternya dibikin seperti itu dan IRR (Internal Rate of Return)-nya tidak turun, kita support sekali. Ini akan untuk meningkatkan keinginan logistik, meningkatkan dukungan keberpihakan kepada logistik," tuturnya.

Dengan skema ini, kata dia, maka pemilik tol tidak akan mengalami kerugian. Dia berharap penurunan tarif tol bisa mendorong para pelaku usaha bidang transportasi logistik beralih ke jalan tol.

Direktur PT Astra Infra Wiwiek Dianawati Santoso juga tidak mempermasalahkan rencana penurunan tarif sepanjang ada kepastian. Menurutnya, jika ada perubahan tarif namun sepanjang IRR tidak diganggu maka tidak akan masalah. "Sepanjang sharing risk terjaga, dan ada kepastian untuk pengembalian itu, IRR-nya tetap dipegang saya kira masih baik," ujarnya.

Sekadar diketahui, Astra Infra merupakan anak usaha PT Astra International Tbk yang bergerak di bidang bisnis jalan tol dan infrastruktur lainnya. Saat ini Astra Infra mengelola sejumlah jalan tol di antaranya Tangerang-Merak, Jombang-Mojokerto, Semarang-Solo, dan Cikopo-Palimanan.

Terkait penambahan masa konsensi, Wiwiek menilai bahwa hal itu tidak bisa dipukul rata karena masing-masing tol memiliki panjang ruas yang berbeda. "Harus dihitung lagi per ruasnya berapa. Masing-masing luas ada hitungannya sendiri," pungkasnya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Angkutan Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengakui tingginya tarif tol di Pulau Jawa yang menyebabkan biaya tinggi dan harus dibayar mahal oleh kalangan angkutan logistik. Dengan tarif per kilometer sebesar Rp1.300 untuk tol baru di ruas Pulau Jawa, hal itu menyebabkan para sopir angkutan barang memilih jalan arteri.

"Para pengemudi kami pasti akan mengakali dengan mencari jalur alternatif yang murah. Selepas ruas tol Jakarta-Cikampek misalnya, banyak yang mengambil jalur utara melalui jalur Pantura," ujar Kyatmaja kepada KORAN SINDO di Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Pemerintah, kata dia, seharusnya mengutamakan angkutan logistik dibanding angkutan pribadi. Alasannya, perhitungan biaya tinggi bisa memberi efek terhadap ongkos produksi barang yang dikirim. "Harga barang bisa saja memberikan efek terhadap pengiriman. Tinggal kita para pengusaha angkutan logistik mengakali dengan memberikan paket pengiriman yang murah," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan tingginya tarif tol terutama di Pulau Jawa seharusnya bisa antisipasi, dengan memaksimalkan penggunaan angkutan logistik melalui jalur lain seperti menggunakan jalur laut maupun kereta.

"Kemudian, angkutan umum massal harus mampu memindahkan pengguna mobil pribadi di jalan tol ke transportasi massal. Adapun untuk angkutan logistik sebaiknya diberi insentif terutama untuk komoditas pokok," ujarnya.

Menurut Tulus, maraknya angkutan logistik yang melintas di jalan nontol, menyebabkan kerusakan pada jalan yang tid ak sedikit. Akibatnya, biaya perbaikannya pun sangat besar. "Lebih baik kalau angkutan barang ini disubsidi saja, melalui pengurangan tarif tol. Namun dengan catatan, pengguna mobil pribadi juga harus bisa berkurang di jalur bebas hambatan ini," pungkas dia.

Terpisah, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno mengungkapkan angkutan barang di jalan tol harus diberi prioritas khusus. Demikian pula dengan angkutan transportasi massalnya yang harus diperbaiki agar masyarakat pengguna mobil pribadi juga mau berpindah ke angkutan umum. "Insentif kepada angkutan barang bisa menjadi solusi melalui tarif yang lebih murah," ungkapnya.

Dia menambahkan, usulan insentif kepada angkutan barang juga harus dibarengi dengan pengawasan maksimal. Artinya, jika angkutan barang seperti truk ditemukan dalam kondisi overload maka dikenakan sanksi. "Jangan nanti dikasih tarif insentif tarif tol, tapi justru bikin macet jalan tol itu sendiri, itu juga salah. Harus ada sanksi bagi kendaraan angkutan barang yang melebihi batas tonase angkut," pungkas dia.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5240 seconds (0.1#10.140)