Ekspor Steel Rod in Coils RI Lepas dari Tuduhan Antidumping
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Antidumping Australia (Austalia Anti-Dumping Commission) mengumumkan penghentian penyelidikan antidumping untuk produk steel rod in coils, yang salah satunya dari Indonesia. Pengumuman tersebut disampaikan Otoritas Antidumping Australia pada 26 Maret 2018 lalu.
"Hasil penyelidikan yang dilakukan Otoritas Antidumping Australia menunjukan bahwa kerugian industri domestik Australia bukan berasal dari impor yang dianggap dumping," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dalam siaran pers, Selasa (3/4/2018).
Keberhasilan ini tidak lepas dari sikap kooperatif tiga eksportir tertuduh Indonesia yaitu PT Ispat Indo, PT Gunung Raja Paksi (PT GRP), dan PT Master Steel (PT MS) dalam menyampaikan data dan informasi yang diminta Otoritas Anti Dumping Australia.
"Kami mengapresiasi eksportir Indonesia yang berinisiatif bekerja sama dengan Otoritas Antidumping Australia dan mendukung langkah Pemerintah Indonesia selama penyelidikan untuk mengamankan akses pasar ekspor baja di Australia," ungkap Oke.
Penyelidikan antidumping produk steel rod in coils telah dimulai pada 7 Juni 2017 lalu. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan dalam pembelaan tertulis (submisi) menyampaikan impor produk steel rod in coils asal Indonesia tidak merugikan, tetapi justru menguntungkan industri domestik Australia. Hal ini terlihat dari peningkatan penjualan domestik Australia selama 2013-2016.
"Ironisnya, industri domestik yang menuduh, justru mengakui telah mengimpor produk dari salah satu eksportir Indonesia yang dituduh," ungkap Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati.
Keputusan penghentian penyelidikan antidumping sebenarnya telah dikeluarkan Otoritas Antidumping Australia sejak Laporan Data Utama mereka tertanggal 27 Oktober 2017. Meskipun Otoritas Antidumping Australia menunda penetapannya beberapa kali, namun justru direspons positif pasar Australia. Hal ini terlihat dari nilai ekspor steel rod in coils Indonesia ke Australia periode Januari 2018 yang mencapai USD 1,4 juta. Angka ini naik 139% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang hanya sebesar USD620.000.
"Hal ini menunjukkan walaupun mengalami penundaan penetapan, tetapi ada optimisme buyer Australia bahwa produk Indonesia akan bebas antidumping,” jelas Pradnyawati.
Berdasarkan data BPS, ekspor steel rod in coils masih memiliki peluang untuk meningkat. Nilai ekspor untuk segmen ini ke Australia selama tahun 2017 mencapai USD15 juta atau naik 15% dari 2016 sebesar USD13 juta. Namun, secara tren terjadi penurunan sebesar 13% selama kurun waktu 2013-2017.
"Kami berharap keputusan ini dapat mendongkrak dan mengembalikan nilai ekspor produk steel rod in coils Indonesia ke Australia yang sempat mencapai USD26 juta pada tahun 2013," pungkas Pradnyawati.
"Hasil penyelidikan yang dilakukan Otoritas Antidumping Australia menunjukan bahwa kerugian industri domestik Australia bukan berasal dari impor yang dianggap dumping," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dalam siaran pers, Selasa (3/4/2018).
Keberhasilan ini tidak lepas dari sikap kooperatif tiga eksportir tertuduh Indonesia yaitu PT Ispat Indo, PT Gunung Raja Paksi (PT GRP), dan PT Master Steel (PT MS) dalam menyampaikan data dan informasi yang diminta Otoritas Anti Dumping Australia.
"Kami mengapresiasi eksportir Indonesia yang berinisiatif bekerja sama dengan Otoritas Antidumping Australia dan mendukung langkah Pemerintah Indonesia selama penyelidikan untuk mengamankan akses pasar ekspor baja di Australia," ungkap Oke.
Penyelidikan antidumping produk steel rod in coils telah dimulai pada 7 Juni 2017 lalu. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan dalam pembelaan tertulis (submisi) menyampaikan impor produk steel rod in coils asal Indonesia tidak merugikan, tetapi justru menguntungkan industri domestik Australia. Hal ini terlihat dari peningkatan penjualan domestik Australia selama 2013-2016.
"Ironisnya, industri domestik yang menuduh, justru mengakui telah mengimpor produk dari salah satu eksportir Indonesia yang dituduh," ungkap Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati.
Keputusan penghentian penyelidikan antidumping sebenarnya telah dikeluarkan Otoritas Antidumping Australia sejak Laporan Data Utama mereka tertanggal 27 Oktober 2017. Meskipun Otoritas Antidumping Australia menunda penetapannya beberapa kali, namun justru direspons positif pasar Australia. Hal ini terlihat dari nilai ekspor steel rod in coils Indonesia ke Australia periode Januari 2018 yang mencapai USD 1,4 juta. Angka ini naik 139% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang hanya sebesar USD620.000.
"Hal ini menunjukkan walaupun mengalami penundaan penetapan, tetapi ada optimisme buyer Australia bahwa produk Indonesia akan bebas antidumping,” jelas Pradnyawati.
Berdasarkan data BPS, ekspor steel rod in coils masih memiliki peluang untuk meningkat. Nilai ekspor untuk segmen ini ke Australia selama tahun 2017 mencapai USD15 juta atau naik 15% dari 2016 sebesar USD13 juta. Namun, secara tren terjadi penurunan sebesar 13% selama kurun waktu 2013-2017.
"Kami berharap keputusan ini dapat mendongkrak dan mengembalikan nilai ekspor produk steel rod in coils Indonesia ke Australia yang sempat mencapai USD26 juta pada tahun 2013," pungkas Pradnyawati.
(fjo)