Dukungan Pemerintah Kunci Keberlanjutan Proyek Kilang
A
A
A
JAKARTA - Kelanjutan proyek revitalisasi kilang maupun pembangunan kilang baru oleh PT Pertamina (Persero) membutuhkan dukungan penuh pemerintah. Tak hanya dukungan dari sisi regulasi maupun insentif, pemerintah harus memikirkan kemampuan pendanaan Pertamina untuk merealisasikan proyek strategis berbiaya tinggi tersebut.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institue Komaidi Notonegoro dalam diskusi terarah bertema "Masa Depan Pembangunan Kilang: Apakah Kita Harus Melakukan Investasi atau Divestasi?" di Jakarta baru-baru ini mengatakan, dalam hal ini pemerintah memegang peranan kunci.
Komaidi mengatakan, dari sisi prospek, proyek kilang masih sangat layak dikembangkan mengingat kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) hingga 2040-2050 masih sangat besar, jauh di atas kemampuan produksi kilang-kilang nasional saat ini. Tak hanya itu, kilang yang juga dirancang untuk memproduksi produk-produk petrokimia sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku beragam industri di dalam negeri.
Karena itu, kata Komaidi, Pertamina jelas berkepentingan untuk merealisasikan proyek-proyek kilangnya. Namun, di sisi lain, Komaidi menilai kemampuan pendanaan Pertamina saat ini kurang meyakinkan untuk bisa merealisasikan seluruh proyek kilang, baik kilang pengembangan (refinery development master plan/RDMP) maupun kilang baru (grass root refinery/GRR).
"Investasi kilang sangat mahal. Di sisi lain Pertamina dibebani banyak tugas dari pemerintah, dan pada 2020-2023 ada utang Pertamina yang akan jatuh tempo. Jadi saya tidak yakin Pertamina mampu," tuturnya. Komaidi yakin, Pertamina siap menjalankan proyek kilangnya sesuai rencana induk yang telah dibuat.
Karena itu, sambung dia, tinggal lagi pemerintah mendukung Pertamina dari sisi pendanaan, termasuk misalnya dengan mengurangi beban keuangan BUMN energi tersebut. Komaidi menambahkan, jika keuangan Pertamina tidak meyakinkan, opsi menarik mitra di proyek kilang juga akan sulit dilaksanakan. "Tentunya mitra juga akan melihat kemampuan Pertamina di proyek ini, bukan hanya insentif dan lain sebagainya," kata dia.
Dalam diskusi yang sama, Direktur Pembinaan Hilir Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Harya Adityawarman menegaskan bahwa pemerintah mendukung penuh proyek pembangunan kilang Pertamina. Dia mengatakan, selain regulasi dan kemudahan perizinan, pemerintah juga telah menyiapkan insentif pajak bagi proyek strategis tersebut. "Pemerintah full support," tegasnya.
Harya menambahkan, pemerintah terus berkoordinasi dengan Pertamina terkait kemajuan proyek kilangnya. Dia mengklaim, proyek kilang berjalan dengan baik dan dalam waktu dekat salah satu proyek RDMP, yakni pengembangan Kilang Balikpapan, akan segera ground breaking.
"Balikpapan paling siap, dari sisi lahan dan lainnya. Mungkin nanti dari sisi pendanaan yang perlu segera diselesaikan. Mudah-mudahan nanti segera groundbreaking dan dalam waktu dekat pembangunan bisa dilakukan," tuturnya.
Terkait pendanaan, Harya mengaku pemerintah tengah mencari cara untuk membantu Pertamina. Berbagai opsi menurutnya tengah dipikirkan. "Jadi apakah nanti ada tambahan modal, atau misalnya nanti dividen Pertamina dikurangi, semuanya masih kita pelajari," ujarnya.
Terkait pendanaan, pengamat energi dari Universitas Indonesia Ali Ahmudi Achyak mengatakan, jika proyek kilang hanya difokuskan untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional di masa depan, maka pemerintah perlu mempertimbangkan penggunaan dana APBN untuk pembangunan kilang. Sebab, jika hanya memproduksi BBM, margin keuntungan kilang relatif kecil sehingga sulit berharap swasta akan masuk.
Tapi, jika kilang diintegrasikan dengan petrokimia, maka proyek ini bisa lebih efisien dan menarik bagi investor. "Integrasi kilang dengan petrochemical sangat memungkinkan. Efisiensi bisa didapatkan dari situ. Di China hampir semua kilang baru terintegrasi dengan petrokimia," tandasnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institue Komaidi Notonegoro dalam diskusi terarah bertema "Masa Depan Pembangunan Kilang: Apakah Kita Harus Melakukan Investasi atau Divestasi?" di Jakarta baru-baru ini mengatakan, dalam hal ini pemerintah memegang peranan kunci.
Komaidi mengatakan, dari sisi prospek, proyek kilang masih sangat layak dikembangkan mengingat kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) hingga 2040-2050 masih sangat besar, jauh di atas kemampuan produksi kilang-kilang nasional saat ini. Tak hanya itu, kilang yang juga dirancang untuk memproduksi produk-produk petrokimia sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku beragam industri di dalam negeri.
Karena itu, kata Komaidi, Pertamina jelas berkepentingan untuk merealisasikan proyek-proyek kilangnya. Namun, di sisi lain, Komaidi menilai kemampuan pendanaan Pertamina saat ini kurang meyakinkan untuk bisa merealisasikan seluruh proyek kilang, baik kilang pengembangan (refinery development master plan/RDMP) maupun kilang baru (grass root refinery/GRR).
"Investasi kilang sangat mahal. Di sisi lain Pertamina dibebani banyak tugas dari pemerintah, dan pada 2020-2023 ada utang Pertamina yang akan jatuh tempo. Jadi saya tidak yakin Pertamina mampu," tuturnya. Komaidi yakin, Pertamina siap menjalankan proyek kilangnya sesuai rencana induk yang telah dibuat.
Karena itu, sambung dia, tinggal lagi pemerintah mendukung Pertamina dari sisi pendanaan, termasuk misalnya dengan mengurangi beban keuangan BUMN energi tersebut. Komaidi menambahkan, jika keuangan Pertamina tidak meyakinkan, opsi menarik mitra di proyek kilang juga akan sulit dilaksanakan. "Tentunya mitra juga akan melihat kemampuan Pertamina di proyek ini, bukan hanya insentif dan lain sebagainya," kata dia.
Dalam diskusi yang sama, Direktur Pembinaan Hilir Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Harya Adityawarman menegaskan bahwa pemerintah mendukung penuh proyek pembangunan kilang Pertamina. Dia mengatakan, selain regulasi dan kemudahan perizinan, pemerintah juga telah menyiapkan insentif pajak bagi proyek strategis tersebut. "Pemerintah full support," tegasnya.
Harya menambahkan, pemerintah terus berkoordinasi dengan Pertamina terkait kemajuan proyek kilangnya. Dia mengklaim, proyek kilang berjalan dengan baik dan dalam waktu dekat salah satu proyek RDMP, yakni pengembangan Kilang Balikpapan, akan segera ground breaking.
"Balikpapan paling siap, dari sisi lahan dan lainnya. Mungkin nanti dari sisi pendanaan yang perlu segera diselesaikan. Mudah-mudahan nanti segera groundbreaking dan dalam waktu dekat pembangunan bisa dilakukan," tuturnya.
Terkait pendanaan, Harya mengaku pemerintah tengah mencari cara untuk membantu Pertamina. Berbagai opsi menurutnya tengah dipikirkan. "Jadi apakah nanti ada tambahan modal, atau misalnya nanti dividen Pertamina dikurangi, semuanya masih kita pelajari," ujarnya.
Terkait pendanaan, pengamat energi dari Universitas Indonesia Ali Ahmudi Achyak mengatakan, jika proyek kilang hanya difokuskan untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional di masa depan, maka pemerintah perlu mempertimbangkan penggunaan dana APBN untuk pembangunan kilang. Sebab, jika hanya memproduksi BBM, margin keuntungan kilang relatif kecil sehingga sulit berharap swasta akan masuk.
Tapi, jika kilang diintegrasikan dengan petrokimia, maka proyek ini bisa lebih efisien dan menarik bagi investor. "Integrasi kilang dengan petrochemical sangat memungkinkan. Efisiensi bisa didapatkan dari situ. Di China hampir semua kilang baru terintegrasi dengan petrokimia," tandasnya.
(fjo)