PPATK Beberkan Alasan Pembatasan Transaksi Uang Kartal
A
A
A
JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menyatakan, pihaknya terus mendorong pembentukan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembatasan Uang Kartal. Setidaknya ada delapan alasan yang melatarbelakangi hal tersebut.
Pertama, kata dia, berdasarkan riset dan analisa yang dilakukan PPATK, ditemukan tren transaksi penggunaan uang kartal yang semakin meningkat. Transaksi tersebut dilakukan dengan maksud untuk menyulitkan upaya pelacakan asal-usul sumber dana yang diduga berasal dari tindak pidana,
"Selain itu untuk memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana (beneficiary)," katanya di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Kedua, mengurangi biaya pencetakan uang dengan seluruh risikonya, antara lain uang palsu, uang rusak dan lain-lain. Ketiga, lanjut dia, adanya pergeseran kebiasaan transaksi perbankan oleh sebagian masyarakat yang semula melakukan transfer, transaksi pindah buku, dan transaksi perbankan lainnya menjadi transaksi tunai berupa setortunai dan tarik tunai.
"Keempat, transaksi penggunaan uang kartal tidak sejalan dengan tujuan less cash society karena dilakukan dalam jumlah besar biasanya di atas Rp500juta, kurang aman, mempersulit pelacakan transaksi yang mencurigakan," imbuh dia.
Selanjutnya, sambung mantan Inspektur Jenderal Kemenkeu ini, pembatasan transaksi yang menggunakan uang kartal juga mendukung konsep "bank channel" yang salah satu tujuannya untuk mensejajarkan diri dengan negara maju.
Berikutnya, pengaturan pembatasan transaksi penggunaan uang kartal mendorong dan mendidik masyarakat untuk mengoptimalkan penggunaan jasa perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya.
"Selain untuk kebutuhan penagakan hukum, pengaturan mengenai pembatasan transaksi uang kartal sejalan dengan pengaturan dalam rangka menjaga kelancaran sistem pebayaran, serta mengeliminasi sarana yang dapat digunakan untuk melakukan gratifikasi, suap dari pemerasan," tuturnya.
Masih menurut Kiagus, banyak negara yang saat ini telah menerapkan kebijakan pembatasan transaksi tunai untuk mencegah terjadinya tindak pidana penyuapan, korupsi, pendanaan terorisme dan tindak pidana pencucian uang, seperti Italia, Meksiko, Perancis, Belgia, Armenia, Amerika Serikat, Bulgaria, Ukraina, dan Brazil.
Di Meksiko, tambah dia, telah mengeluarkan regulasi Anti Money Laundry yang membatasi jumlah uang tunai dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat (USD) yang akan ditransaksikan dengan perbankan Meksiko.
Ketentuan baru ini dimaksudkan untuk mencegah fisik penguatan uang yang berasal dari narkotika dan kejahatan lintas batas negara yang marak terjadi di negara yang berbatasan dengan Amerika Serikat, Geutamala dan Belize di sebelah tenggara dan Samudera Pasifik di bagian baratnya. Demikian juga halnya dengan Prancis dan Brazil yang telah menerapkan aturan pembatasan transaksi keuangan tunai untuk menekan tingkat korupsi.
"Hal tersebut menunjukkan aturan mengenai pembatasan transaksi tunai dapat meminimalisasi atau menekan tingkat korupsi di beberapa begara, maka dipadukan adanya undang-undang yang mengatur tentang pembatasan transaksi tunai. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah melakukan pembatasan transaksi keuangan tunai untuk meminimalisasi korupsi dan pencucian uang," pungkas dia.
Pertama, kata dia, berdasarkan riset dan analisa yang dilakukan PPATK, ditemukan tren transaksi penggunaan uang kartal yang semakin meningkat. Transaksi tersebut dilakukan dengan maksud untuk menyulitkan upaya pelacakan asal-usul sumber dana yang diduga berasal dari tindak pidana,
"Selain itu untuk memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana (beneficiary)," katanya di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Kedua, mengurangi biaya pencetakan uang dengan seluruh risikonya, antara lain uang palsu, uang rusak dan lain-lain. Ketiga, lanjut dia, adanya pergeseran kebiasaan transaksi perbankan oleh sebagian masyarakat yang semula melakukan transfer, transaksi pindah buku, dan transaksi perbankan lainnya menjadi transaksi tunai berupa setortunai dan tarik tunai.
"Keempat, transaksi penggunaan uang kartal tidak sejalan dengan tujuan less cash society karena dilakukan dalam jumlah besar biasanya di atas Rp500juta, kurang aman, mempersulit pelacakan transaksi yang mencurigakan," imbuh dia.
Selanjutnya, sambung mantan Inspektur Jenderal Kemenkeu ini, pembatasan transaksi yang menggunakan uang kartal juga mendukung konsep "bank channel" yang salah satu tujuannya untuk mensejajarkan diri dengan negara maju.
Berikutnya, pengaturan pembatasan transaksi penggunaan uang kartal mendorong dan mendidik masyarakat untuk mengoptimalkan penggunaan jasa perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya.
"Selain untuk kebutuhan penagakan hukum, pengaturan mengenai pembatasan transaksi uang kartal sejalan dengan pengaturan dalam rangka menjaga kelancaran sistem pebayaran, serta mengeliminasi sarana yang dapat digunakan untuk melakukan gratifikasi, suap dari pemerasan," tuturnya.
Masih menurut Kiagus, banyak negara yang saat ini telah menerapkan kebijakan pembatasan transaksi tunai untuk mencegah terjadinya tindak pidana penyuapan, korupsi, pendanaan terorisme dan tindak pidana pencucian uang, seperti Italia, Meksiko, Perancis, Belgia, Armenia, Amerika Serikat, Bulgaria, Ukraina, dan Brazil.
Di Meksiko, tambah dia, telah mengeluarkan regulasi Anti Money Laundry yang membatasi jumlah uang tunai dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat (USD) yang akan ditransaksikan dengan perbankan Meksiko.
Ketentuan baru ini dimaksudkan untuk mencegah fisik penguatan uang yang berasal dari narkotika dan kejahatan lintas batas negara yang marak terjadi di negara yang berbatasan dengan Amerika Serikat, Geutamala dan Belize di sebelah tenggara dan Samudera Pasifik di bagian baratnya. Demikian juga halnya dengan Prancis dan Brazil yang telah menerapkan aturan pembatasan transaksi keuangan tunai untuk menekan tingkat korupsi.
"Hal tersebut menunjukkan aturan mengenai pembatasan transaksi tunai dapat meminimalisasi atau menekan tingkat korupsi di beberapa begara, maka dipadukan adanya undang-undang yang mengatur tentang pembatasan transaksi tunai. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah melakukan pembatasan transaksi keuangan tunai untuk meminimalisasi korupsi dan pencucian uang," pungkas dia.
(ven)