Ekspor Produk Otomotif Indonesia Kembali Masuk Vietnam
A
A
A
HANOI - Ekspor produk otomatif Indonesia untuk kembali akan masuk ke Vietnam menjadi salah satu isu yang dibahas dalam Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-3 yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi dan Menlu Vietnam Pham Bihn Mihn, di Hanoi Vietnam, Selasa (17/8). Seperti diketahui pada akhir 2017, Pemerintah Vietnam mengeluarkan aturan 116/2017 yang membatasi impor otomotif.
Dengan ketentuan ini, akses pasar ekspor produk otomotif Indonesia ke Vietnam sempat terhenti. “Saya senang ekspor produk otomatif Indonesia dapat kembali masuk pasar Vietnam. Produk otomatif merupakan salah satu ekspor terbesar Indonesia ke Vietnam, yaitu mencapai sekitar USD293 juta pada tahun 2017,” tutur Menlu Retno.
Sebagai salah satu tetangga dekat Indonesia, kerja sama bilateral Indonesia-Vietnam dari tahun ke tahun terus berkembang pesat, khususnya setelah kedua negara menyepakati perjanjian kemitraan strategis pada 2013. Di bidang ekonomi, perdagangan kedua negara terus meningkat, mencapai USD6,8 miliar di 2017, atau meningkat sebesar 8,64% dari 2016.
Peningkatan investasi dua arah juga terlihat. Pada tahun 2017 investasi Vietnam ke Indonesia meningkat sekitar 300%, sedangkan Investasi Indonesia ke Vietnam meningkat sekitar 36% pada 2017. Berbagai capaian di bidang kerja sama ekonomi tersebut sejalan dengan target pada rencana aksi kemitraan strategis kedua negara untuk periode 2014-2018.
Dalam pertemuan SKB, kedua Menlu sepakat momentum positif kerja sama ekonomi kedua negara harus terus di jaga. Oleh karena itu, Kedua Menlu menyepakati untuk segera mengembangkan sebuah rencana aksi baru untuk periode 2019-2023, sebagai sebuah penuntun sekaligus target kerja sama kedua negara dalam 5 tahun ke depan. Rencana Aksi ini akan diselesaikan pada bulan November 2018.
Beberapa sektor baru yang diusulkan Menlu RI untuk masuk dalam rencana aksi baru tersebut antara lain defence strategic industries, aquaculture, marine tourism, renewable energy and creative industry. “Saya mengharapkan rencana aksi baru dapat diselesaikan pada tahun 2018, dan memasukan peluang-peluang baru, guna lebih memperkokoh sekaligus memperluas kerja sama bilateral Indonesia-Viet Nam,” tegas Menlu Retno.
Kedua Menlu sepakat pentingnya untuk meningkatkan interaksi sektor swasta. Dalam kaitan ini, kedua Menlu akan mendorong interaksi yang lebih luas dengan berbagai komunitas bisnis, agar mereka dapat mengeksplorasi langkah-langkah yang inovatif guna memanfaatkan berbagai peluang yang banyak tersedia. “Beberapa sektor yang di identifikasi masih terbuka bagi pengusaha Indonesia di Viet Nam, seperti sektor hilir minyak dan gas, perhotelan dan properti,” jelas Menlu Retno.
Selain kerja sama ekonomi, kedua Menlu juga membahas kerja sama kelautan dan perikanan. Dalam kaitan ini, Menlu RI menegaskan bahwa IUU fishing merupakan ancaman serius kepada food security. Menlu RI mengajak Vietnam untuk meningkatkan kerja sama dalam memberantas IUU fishing sekaligus mendorong tata kelola perikanan yang berkelanjutan.
Vietnam berjanji akan segera memberikan tanggapan terhadap "Draft Joint Communique on IUUF" yang sudah disampaikan oleh Indonesia. Penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Vietnam merupakan salah satu isu yang masih terus dirundingan kedua negara.
Hingga November 2017 telah dilaksanakan 10 kali Pertemuan Teknis Penetapan Batas ZEE Indonesia-Vietnam. Sejalan dengan arahan kedua kepala negara, kedua Menlu kembali mendorong para perunding untuk mempercepat perundingan finalisasi garis batas ZEE antara kedua negara. “Finalisasi ZEE sangat penting karena akan membawa manfaat dan kepastian bagi kedua negara,” tegas Retno.
Selain kerja sama bilateral, kedua Menteri juga bertukar pikiran mengenai sejumlah isu dan perkembangan di kawasan. Kedua Menlu menegaskan kembali komitmen untuk terus memperkuat ekosistem perdamaian dan stabilitas di kawasan. Dalam konteks ini, kedua Menlu menegaskan pentingnya untuk terus memastikan kesatuan dan sentralitas ASEAN, termasuk dalam mengembangkan kawasan Indo-Pasifik, yang terbuka, inklusif, serta menghormati hukum internasional.
Lebih lanjut, kedua Menlu juga menegaskan pentingnya untuk memanfaatkan momentum positif saat ini untuk mewujudkan kemajuan yang substantif dalam perundingan Code of Conduct (CoC) di Laut Tiongkok Selatan. “Kerja sama bilateral Indonesia-Vietnam tidak saja harus mensejahterakan rakyat kedua negara namun juga berkontribusi terhadap kemajuan stabilitas dan kesejahteraan kawasan and beyond,” tutup Menlu Retno.
Dengan ketentuan ini, akses pasar ekspor produk otomotif Indonesia ke Vietnam sempat terhenti. “Saya senang ekspor produk otomatif Indonesia dapat kembali masuk pasar Vietnam. Produk otomatif merupakan salah satu ekspor terbesar Indonesia ke Vietnam, yaitu mencapai sekitar USD293 juta pada tahun 2017,” tutur Menlu Retno.
Sebagai salah satu tetangga dekat Indonesia, kerja sama bilateral Indonesia-Vietnam dari tahun ke tahun terus berkembang pesat, khususnya setelah kedua negara menyepakati perjanjian kemitraan strategis pada 2013. Di bidang ekonomi, perdagangan kedua negara terus meningkat, mencapai USD6,8 miliar di 2017, atau meningkat sebesar 8,64% dari 2016.
Peningkatan investasi dua arah juga terlihat. Pada tahun 2017 investasi Vietnam ke Indonesia meningkat sekitar 300%, sedangkan Investasi Indonesia ke Vietnam meningkat sekitar 36% pada 2017. Berbagai capaian di bidang kerja sama ekonomi tersebut sejalan dengan target pada rencana aksi kemitraan strategis kedua negara untuk periode 2014-2018.
Dalam pertemuan SKB, kedua Menlu sepakat momentum positif kerja sama ekonomi kedua negara harus terus di jaga. Oleh karena itu, Kedua Menlu menyepakati untuk segera mengembangkan sebuah rencana aksi baru untuk periode 2019-2023, sebagai sebuah penuntun sekaligus target kerja sama kedua negara dalam 5 tahun ke depan. Rencana Aksi ini akan diselesaikan pada bulan November 2018.
Beberapa sektor baru yang diusulkan Menlu RI untuk masuk dalam rencana aksi baru tersebut antara lain defence strategic industries, aquaculture, marine tourism, renewable energy and creative industry. “Saya mengharapkan rencana aksi baru dapat diselesaikan pada tahun 2018, dan memasukan peluang-peluang baru, guna lebih memperkokoh sekaligus memperluas kerja sama bilateral Indonesia-Viet Nam,” tegas Menlu Retno.
Kedua Menlu sepakat pentingnya untuk meningkatkan interaksi sektor swasta. Dalam kaitan ini, kedua Menlu akan mendorong interaksi yang lebih luas dengan berbagai komunitas bisnis, agar mereka dapat mengeksplorasi langkah-langkah yang inovatif guna memanfaatkan berbagai peluang yang banyak tersedia. “Beberapa sektor yang di identifikasi masih terbuka bagi pengusaha Indonesia di Viet Nam, seperti sektor hilir minyak dan gas, perhotelan dan properti,” jelas Menlu Retno.
Selain kerja sama ekonomi, kedua Menlu juga membahas kerja sama kelautan dan perikanan. Dalam kaitan ini, Menlu RI menegaskan bahwa IUU fishing merupakan ancaman serius kepada food security. Menlu RI mengajak Vietnam untuk meningkatkan kerja sama dalam memberantas IUU fishing sekaligus mendorong tata kelola perikanan yang berkelanjutan.
Vietnam berjanji akan segera memberikan tanggapan terhadap "Draft Joint Communique on IUUF" yang sudah disampaikan oleh Indonesia. Penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Vietnam merupakan salah satu isu yang masih terus dirundingan kedua negara.
Hingga November 2017 telah dilaksanakan 10 kali Pertemuan Teknis Penetapan Batas ZEE Indonesia-Vietnam. Sejalan dengan arahan kedua kepala negara, kedua Menlu kembali mendorong para perunding untuk mempercepat perundingan finalisasi garis batas ZEE antara kedua negara. “Finalisasi ZEE sangat penting karena akan membawa manfaat dan kepastian bagi kedua negara,” tegas Retno.
Selain kerja sama bilateral, kedua Menteri juga bertukar pikiran mengenai sejumlah isu dan perkembangan di kawasan. Kedua Menlu menegaskan kembali komitmen untuk terus memperkuat ekosistem perdamaian dan stabilitas di kawasan. Dalam konteks ini, kedua Menlu menegaskan pentingnya untuk terus memastikan kesatuan dan sentralitas ASEAN, termasuk dalam mengembangkan kawasan Indo-Pasifik, yang terbuka, inklusif, serta menghormati hukum internasional.
Lebih lanjut, kedua Menlu juga menegaskan pentingnya untuk memanfaatkan momentum positif saat ini untuk mewujudkan kemajuan yang substantif dalam perundingan Code of Conduct (CoC) di Laut Tiongkok Selatan. “Kerja sama bilateral Indonesia-Vietnam tidak saja harus mensejahterakan rakyat kedua negara namun juga berkontribusi terhadap kemajuan stabilitas dan kesejahteraan kawasan and beyond,” tutup Menlu Retno.
(akr)