Implementasikan Industri 4.0, 5 Sektor Industri Jadi Prioritas Pemerintah

Selasa, 24 April 2018 - 05:21 WIB
Implementasikan Industri...
Implementasikan Industri 4.0, 5 Sektor Industri Jadi Prioritas Pemerintah
A A A
JAKARTA - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ngakan Timur Antara menyatakan, Indonesia harus siap seperti negara lain dalam menghadapi revolusi industri generasi keempat.

"Kalau kesiapan revolusi industri 4.0, semua negara juga tengah mempersiapkan diri, bukan cuma Indonesia. Bahkan, pada 4 April sudah dilaunching road map Industri 4.0. Dan ini merupakan sebuah agenda nasional yang sudah ditetapkan Presiden Jokowi," katanya di Bogor, Jawa Barat, Senin (23/4/2018).

Menurutnya, Kemenperin adalah lembaga yang diminta memimpin kegiatan ini ke depan (Making Indonesia 4.0). Maka ditu, pihaknya tetap harus menyiapkan diri, terutama Research and Development, kemudian Sumber Daya Manusia (SDM). Kedua inilah kunci suksesnya Making Indonesia 4.0 ke depan," paparnya.

Untuk sektor industri yang jadi prioritasnya, agar terwujudnya Making Indonesia 4.0, pihaknya telah memilih lima sektor prioritas sebagai suatu pilot project atau dorongan awal.

"Kita menganggap lima sektor Industri ini paling siap yakni makan dan minuman, tekstil, kimia, elektronik dan otomotif. Kelima inilah yang akan kita dorong, untuk melakukan industri 4.0, untuk pertama kali," jelasnya.

Bahkan, pihaknya akan menjadikan ini sebagai langkah awal bersama-sama. Dari lima sektor itu, mungkin akan dipilih satu atau dua dari masing-masing sektor.

"Itu semua yang akan kita kawal kedepan, agar industri 4.0 ini bisa diterapkan, dan untuk memberikan suatu evidence bahwa menerapkan itu, banyak hal yang kita peroleh," jelasnya.

Alasan pihaknya memilih satu atau dua produk dari masing-masing lima sektor itu agar lebih fokus dan pendampingan ini betul-betul intensif. "Dan juga kita ingin melihat bahwa penerapannya memberikan dampak yang positif," jelasnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga sudah mengkonsep KINAS (Komite Industri Nasional), untuk memandu jalannya implementasi industri 4.0 ini. Sehingga masing-masing kementerian merasa memiliki dan punya tugas.

"KINAS inilah sebagai suatu tim nasional yang bergerak secara bersama-sama, memandu implementasi industri 4.0," jelasnya.

Dihadapannya para peserta, pihaknya juga sempat menyoroti tentang pentingnya bersinergi badan-badan penelitian dan pengembangan yang ada dimasing-masing kementerian.

"Indonesia punya banyak badan atau lembaga Litbang tapi masih memilah-milah pekerjaan, tidak banyak hal yang memang sering dilakukan," jelasnya.

Bahkan, menurutnya, keberadaan Dewan Riset Nasional (DRN), juga tak efektif untuk melakukan kegiatan-kegiatan Research and Development ke depan.

"Untuk itulah, kegiatan hari ini sebagai suatu momen, seluruh kementerian yang memiliki lembaga atau badan penelitian pengembangan, mari kita bergerak bersama-sama sevisi dan semisi agar tidak tumpang tindih. Tapi kan di sini nanti semua tupoksi ada, misalkan perguruan tinggi melakukan riset dasar, LIPI juga sama. Kemudian kementrian lembaga riset terapan, kemudian BPPT mengkaji hasil riset itu agar bisa dirasakan masyarakat," katanya.

Menurutnya, semua lembaga atau badan mempunyai tupoksi yang sudah direncanakan, tapi dalam tataran praktiknya dilapangan terkadang sering dilanggar.

"Yang harusnya riset dasar, malah riset terapan, yang harusnya terapan melakukan riset dasar. Sehingga tidak efisien dalam tata kelola ke depan. Kadang overlap, kadang ada juga yang tidak dikerjakan sama sekali. Masih mending overlap terus dikerjakan secara massal. Ini kadang tidak dikerjakan, penelitiannya dilakukan berulang-ulang di kementerian berbeda," tuturnya.

Pihaknya berharap, yang bisa diterapkan secara massal itu dapat dihasilkan dan dipesan dengan cepat sesuai kebutuhannya.

"Karena sifatnya ini masih customize, jadinya apa yang merupakan keinginan konsumen segera disampaikan kepada produsen. Sehingga produsen dapat mengadakan justifikasi-justifikasi dalam prosesnya. Produsen bisa langsung berhubungan dengan konsumen melalui internet," katanya.

Sehingga, lanjut dia, saat konsumen menginginkan sesuatu bisa langsung dijawab oleh produsen. "Hubungan itulah yang akan cepat. Selama ini kan produsen menghasilkan apa yang dia mau. Senang atau tidak itu kan butuh waktu, walau keinginan produsen tapi memperhatikan kebutuhan konsumen, tapi tidak interaktif," jelasnya.

Secara garis besar memang dari lima sektor itu belum melakukan. Tapi dari makanan dan minuman serta otomotif itu sudah. "Di kimia, apalagi impor kertas itu semuanya mereka lakukan secara tertutup. Ini industri yang sudah menerapkan 3.0, tapi kalau dimanfaatkan memaksimalkan penggunaan internet itu jadi 4.0," jelasnya.

Pihaknya mengaku saat ini sudah mulai melakukan upaya mewujudkan revolusi industri 4.0 dan ditargetkan tahun 2030 bisa tercapai dan saat itulah diharapkan Indonesia berada di 10 besar ekonomi terkuat di dunia.

"Kemudian pendapatan domestik bruto (PDB) kita meningkat, kemudian net ekspor kita mencapai 10% dari PDB, sekarang dari net export kita cuma 0,8% dari PDB. Jadi industri 4.0 ini mendorong net ekspor pada tahun 2030 saat itulah Indonesia menjadi negara 10 besar terkuat di dunia," jelasnya.

Dalam kesempatan itu dihadiri sejumlah pakar seperti pakar teknologi digital yakni Onno W. Purbo dan Adi Indrayanto. Selain itu, stakeholder teknologi yang telah diundang antara lain BPPT, Microsoft Indonesia, Schneider Indonesia, Indolakto, Unilever, Chandra Asri, Ecogreen Oleochemical, Sritex, Astra Otoparts, Samsung Indonesia serta Evercoss. "Konsultan global AT Kearney dan McKinsey, juga akan berpartisipasi dalam acara ini," jelasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5819 seconds (0.1#10.140)