Aturan Super Deductible Tax Ditargetkan Terbit Mei

Sabtu, 28 April 2018 - 06:38 WIB
Aturan Super Deductible...
Aturan Super Deductible Tax Ditargetkan Terbit Mei
A A A
JAKARTA - Pemerintah tengah memfinalisasi aturan mengenai super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100%. Aturan tersebut ditargetkan terbit bulan Mei 2018.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, insentif fiskal ini akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menghasilkan inovasi.

"Kalau definisinya sudah selesai semua, tentunya ini bisa cepat diluncurkan. Ini bersamaan dengan single submission. Rencananya Mei," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/4/2018).

Seperti diketahui, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengusulkan skema pengurangan pajak bagi industri yang melakukan pelatihan dan pendidikan vokasi sebesar 200%. Sedangkan, bagi industri yang melakukan kegiatan litbang atau inovasi sebesar 300%.

Airlangga mengatakan, saat ini masih dibahas definisi tentang research and development (R&D) atau litbang. Sementara untuk aturan yang terkait vokasi sudah selesai. "Aturan yang telah dibahas dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan ini sudah disetujui," ungkapnya.

Airlangga menuturkan, penerapan super deductible tax sejalan dengan inisiatif di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Artinya, pemberian fasilitas ini selain melengkapi insentif fiskal tax allowance dan tax holiday, akan mengakselerasi industri manufaktur nasional agar siap menuju revolusi industri 4.0.

"Insentif pajak ini juga diberikan guna mempercepat peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam menyongsong revolusi industri keempat. Untuk bertransformasi ke era industri digital, dibutuhkan reskilling agar mereka mampu berkompetisi," tuturnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara mengungkapkan, ada syarat tertentu yang perlu dipenuhi perusahaan apabila ingin mendapat insentif pajak dari kegiatan litbang. Hasil riset yang dilakukan harus berdampak besar pada perekonomian nasional seperti peningkatan daya saing produk, memacu ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.

Oleh karena itu, perusahaan yang mengajukan insentif tersebut bakal dianalisis terlebih dahulu oleh pemerintah. "Jadi, harus ada assessment-nya. Tidak serta-merta dari pengakuan mereka, kita berikan insentif," ujarnya.

Ngakan pun mensimulasikan rencana pemberian insentif pajak tersebut. Misalnya, sebuah perusahaan membangun pusat inovasi di Indonesia dengan nilai investasi sebesar Rp1 miliar, maka pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak Rp3 miliar kepada perusahaan tersebut. "Jadi bentuk pengurangannya, dari biaya litbangnya dikalikan tiga," jelasnya.

Di samping itu, Ngakan mencontohkan, jika perusahaan bekerja sama dengan SMK untuk memberikan pelatihan dan pembinaan vokasi serta penyediaan alat industri hingga kegiatan pemagangan dengan menghabiskan biaya Rp1 miliar, maka pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak sebesar Rp2 miliar kepada perusahaan tersebut.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani merespon positif rencana pemerintah yang ingin memberikan insentif fiskal berupa super deductible tax bagi industri yang ingin berinvestasi dalam pengembangan vokasi serta inovasi. "Insentif ini juga ikut memacu perusahaan untuk mendorong para tenaga kerjanya agar lebih kompeten dan inovatif," ujarnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani mengatakan, kebijakan itu sebaiknya segera diterapkan karena beberapa negara di ASEAN sudah mengimplementasikannya.

"Harusnya sudah sejak dahulu kebijakan itu dikeluarkan. Dengan adanya aturan itu, pengusaha tidak akan ragu lagi menginvestasikan modal mereka lebih banyak untuk pengembangan SDM dan riset," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1833 seconds (0.1#10.140)