Potensi Ekonomi Keuangan Syariah Masih Besar
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan, potensi ekonomi dan keuangan syariah dalam kegiatan ekonomi nasional masih sangat besar. Hal ini antara lain terkait dengan upaya mengatasi permasalahan kesenjangan dan distribusi pendapatan di masyarakat dengan memanfaatkan dana sosial keagamaan berupa zakat, infaq, sadaqah dan wakaf (ZISWAF).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, ZISWAF jika dikelola dengan tepat akan dapat berperan aktif dalam mewujudkan distribusi pendapatan dan distribusi kesempatan yang lebih baik, sehingga dapat berfungsi sebagai mesin penggerak baru bagi pembangunan bangsa ini. Di dunia internasional, kinerja ekonomi dan keuangan syariah juga memperlihatkan pertumbuhan yang pesat.
Pada tahun 2016, volume industri halal global mencapai USD4,15 triliun dan diperkirakan akan meningkat mencapai USD6,78 triliun pada tahun 2022, dimana Indonesia merupakan pangsa terbesar bagi produk industri halal tersebut. Adapun pada tahun 2016, volume pasar makanan halal di Indonesia mencapai USD169,7 miliar.
"Kondisi ini menunjukkan besarnya potensi pasar Indonesia bagi produk halal. Namun di sisi lain, potensi ini juga dapat mencerminkan ancaman jika ternyata produk halal tersebut tidak dapat dipenuhi secara domestik, sehingga berimplikasi terhadap besarnya impor yang akan menekan posisi neraca pembayaran Indonesia," ujar Agus usai membuka acara Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Jawa dengan tema Peningkatan Peran Pesantren dan Industri Halal dalam Pengembangan Ekonomi Syariah di Semarang, Jawa Tengah Rabu.
Dia melanjutkan, upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia telah ada sejak lama. Berbagai upaya lainnya, juga terus dilakukan untuk mewujudkan ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu motor penggerak ekonomi nasional.
"BI juga telah melakukan kolaborasi erat dengan Majelis Ulama Indonesia untuk mendukung ekonomi dan keuangan syariah, terutama yang terkait dengan area kebijakan moneter, sistem pembayaran maupun ekonomi syariah secara umum," kata Agus.
Dalam beberapa tahun terakhir saja, potensi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia kembali meningkat. Hal ini terindikasi dari tingginya potensi pengembangan industri halal antara lain meliputi industri makanan/minuman, pariwisata, fashion, serta industri farmasi. Sementara itu, perkembangan Industri keuangan syariah yang telah lebih dahulu menjadi akselerator ekonomi syariah di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Namun, upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi syariah masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain berupa masih relatif rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat umum tentang ekonomi syariah. Tantangan berikutnya terletak pada masih terbatasnya peran pesantren sebagai salah satu sendi utama ekonomi syariah. Oleh karena itu, kata Agus, mengembalikan peran sentral pesantren dalam pengembangan ekonomi nasional menjadi penting.
"Untuk mencapal hal tersebut, BI melakukan sinergi dengan segenap pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan kemandirian pesantren sekaligus memperbesar kontribusi pesantren dalam ekonomi syariah di sektor riil antara lain berupa usaha pengolaha, pertanian/peternakan dan pariwisata," jelas Agus.
Sehingga diharapkan pesantren dapat bersinergi dengan industri halal untuk menjadi motor pengembangan ekonomi syariah yang berkesinambungan dan inklusif.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan, ZISWAF jika dikelola dengan tepat akan dapat berperan aktif dalam mewujudkan distribusi pendapatan dan distribusi kesempatan yang lebih baik, sehingga dapat berfungsi sebagai mesin penggerak baru bagi pembangunan bangsa ini. Di dunia internasional, kinerja ekonomi dan keuangan syariah juga memperlihatkan pertumbuhan yang pesat.
Pada tahun 2016, volume industri halal global mencapai USD4,15 triliun dan diperkirakan akan meningkat mencapai USD6,78 triliun pada tahun 2022, dimana Indonesia merupakan pangsa terbesar bagi produk industri halal tersebut. Adapun pada tahun 2016, volume pasar makanan halal di Indonesia mencapai USD169,7 miliar.
"Kondisi ini menunjukkan besarnya potensi pasar Indonesia bagi produk halal. Namun di sisi lain, potensi ini juga dapat mencerminkan ancaman jika ternyata produk halal tersebut tidak dapat dipenuhi secara domestik, sehingga berimplikasi terhadap besarnya impor yang akan menekan posisi neraca pembayaran Indonesia," ujar Agus usai membuka acara Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Jawa dengan tema Peningkatan Peran Pesantren dan Industri Halal dalam Pengembangan Ekonomi Syariah di Semarang, Jawa Tengah Rabu.
Dia melanjutkan, upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia telah ada sejak lama. Berbagai upaya lainnya, juga terus dilakukan untuk mewujudkan ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu motor penggerak ekonomi nasional.
"BI juga telah melakukan kolaborasi erat dengan Majelis Ulama Indonesia untuk mendukung ekonomi dan keuangan syariah, terutama yang terkait dengan area kebijakan moneter, sistem pembayaran maupun ekonomi syariah secara umum," kata Agus.
Dalam beberapa tahun terakhir saja, potensi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia kembali meningkat. Hal ini terindikasi dari tingginya potensi pengembangan industri halal antara lain meliputi industri makanan/minuman, pariwisata, fashion, serta industri farmasi. Sementara itu, perkembangan Industri keuangan syariah yang telah lebih dahulu menjadi akselerator ekonomi syariah di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Namun, upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi syariah masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain berupa masih relatif rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat umum tentang ekonomi syariah. Tantangan berikutnya terletak pada masih terbatasnya peran pesantren sebagai salah satu sendi utama ekonomi syariah. Oleh karena itu, kata Agus, mengembalikan peran sentral pesantren dalam pengembangan ekonomi nasional menjadi penting.
"Untuk mencapal hal tersebut, BI melakukan sinergi dengan segenap pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan kemandirian pesantren sekaligus memperbesar kontribusi pesantren dalam ekonomi syariah di sektor riil antara lain berupa usaha pengolaha, pertanian/peternakan dan pariwisata," jelas Agus.
Sehingga diharapkan pesantren dapat bersinergi dengan industri halal untuk menjadi motor pengembangan ekonomi syariah yang berkesinambungan dan inklusif.
(akr)