BI: Amandemen Bilateral Swap dengan Jepang Bukan Gara-gara Rupiah Melorot
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menegaskan kesepakatan rencana amandemen kerja sama bilateral swap arrangement (BSA) antara Indonesia dengan Jepang bukan disebabkan karena pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi belakangan ini. Kesepakatan ini bukan tiba-tiba dan telah dibicarakan sejak tahun lalu.
Sejatinya, perjanjian BSA yang berlaku antara Jepang dan Indonesia saat ini berlaku dari 12 Desember 2016 hingga 12 Desember 2019. Namun, Indonesia dan Jepang sepakat mengamandemen kesepakatan tersebut lebih awal dari jatuh temponya, seiring dengan rangkaian pelaksanaan pertemuan Menteri Keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN+3 di Manila pada 4 Mei 2018.
"Ini tidak tiba-tiba, karena ini jauh sebelum tekanan terjadi atau sejak 2017 pertengahan, kita sudah membicarakan ini. Karena pertemuan ASEAN+3 adalah pertemuan rutin, level gubernur, Menkeu, Deputi. Ini kebetulan saja kita baru announce. Jadi pembicaraan sudah jauh-jauh hari. Jadi ini sifatnya tidak tiba-tiba karena merespon tekanan," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (4/5/2018).
Setelah naskah amandemen ditandatangani, sambung dia, nantinya jatuh tempo perjanjian ini pada 2019 akan dianulir. BI memperoleh tambahan waktu tiga tahun untuk menggunakan fasilitas swap ini hingga 2022.
"Jatuh temponya tidak 2019 jadinya, misal kita dapat kesepakatan dalam satu bulan ini maka akan ditambah tiga tahun. Jadi tidak berkurang jangka waktunya. Kenapa diumumkan sekarang? Kita ingin memanfaatkan momentum pertemuan gubernur bank sentral dan Menkeu di Manila untuk mengumumkan ini. Jadi tidak ada maksud lain," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Doddy menjelaskan, substansi dari amandemen ini adalah untuk memberikan tambahan fleksibilitas. Jika sebelumnya BI hanya bisa menarik fasilitas ini dalam bentuk dolar Amerika Serikat (USD), maka dalam amandemen ini pemerintah Jepang memberikan fasilitas tambahan dengan mengizinkan bank sentral untuk menarik bilateral swap dalam bentuk Yen Jepang (JPY).
"Yang berbeda dari bilateral swap yang berlaku adalah itu bisa kita tarik sebelumnya dalam bentuk dolar saja. Sekarang dalam bentuk yen Jepang. Jadi ada unsur tambahan fleksibilitas. Itu sebenarnya substansi dari amandemen ini. Kita juga sepakat melaksanakan pembicaraan detail supaya amandemen ini bisa kita finalkan segera. Itu pokoknya," imbuh dia.
Menurutnya, amandemen ini sifatnya merupakan kelanjutan karena perjanjian BSA Indonesia dengan Jepang telah dilakukan sejak 2003. BSA terakhir yang dilakukan pada 12 Desember 2016 sejatinya baru berakhir pada 12 Desember 2019, namun kedua negara sepakat untuk mengamandemen perjanjian tersebut saat ini.
"Karena kita ingin memperkuat, meskipun belum jatuh tempo, kita komit untuk melakukan amandemen," tutur dia.
Sejatinya, perjanjian BSA yang berlaku antara Jepang dan Indonesia saat ini berlaku dari 12 Desember 2016 hingga 12 Desember 2019. Namun, Indonesia dan Jepang sepakat mengamandemen kesepakatan tersebut lebih awal dari jatuh temponya, seiring dengan rangkaian pelaksanaan pertemuan Menteri Keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN+3 di Manila pada 4 Mei 2018.
"Ini tidak tiba-tiba, karena ini jauh sebelum tekanan terjadi atau sejak 2017 pertengahan, kita sudah membicarakan ini. Karena pertemuan ASEAN+3 adalah pertemuan rutin, level gubernur, Menkeu, Deputi. Ini kebetulan saja kita baru announce. Jadi pembicaraan sudah jauh-jauh hari. Jadi ini sifatnya tidak tiba-tiba karena merespon tekanan," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (4/5/2018).
Setelah naskah amandemen ditandatangani, sambung dia, nantinya jatuh tempo perjanjian ini pada 2019 akan dianulir. BI memperoleh tambahan waktu tiga tahun untuk menggunakan fasilitas swap ini hingga 2022.
"Jatuh temponya tidak 2019 jadinya, misal kita dapat kesepakatan dalam satu bulan ini maka akan ditambah tiga tahun. Jadi tidak berkurang jangka waktunya. Kenapa diumumkan sekarang? Kita ingin memanfaatkan momentum pertemuan gubernur bank sentral dan Menkeu di Manila untuk mengumumkan ini. Jadi tidak ada maksud lain," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Doddy menjelaskan, substansi dari amandemen ini adalah untuk memberikan tambahan fleksibilitas. Jika sebelumnya BI hanya bisa menarik fasilitas ini dalam bentuk dolar Amerika Serikat (USD), maka dalam amandemen ini pemerintah Jepang memberikan fasilitas tambahan dengan mengizinkan bank sentral untuk menarik bilateral swap dalam bentuk Yen Jepang (JPY).
"Yang berbeda dari bilateral swap yang berlaku adalah itu bisa kita tarik sebelumnya dalam bentuk dolar saja. Sekarang dalam bentuk yen Jepang. Jadi ada unsur tambahan fleksibilitas. Itu sebenarnya substansi dari amandemen ini. Kita juga sepakat melaksanakan pembicaraan detail supaya amandemen ini bisa kita finalkan segera. Itu pokoknya," imbuh dia.
Menurutnya, amandemen ini sifatnya merupakan kelanjutan karena perjanjian BSA Indonesia dengan Jepang telah dilakukan sejak 2003. BSA terakhir yang dilakukan pada 12 Desember 2016 sejatinya baru berakhir pada 12 Desember 2019, namun kedua negara sepakat untuk mengamandemen perjanjian tersebut saat ini.
"Karena kita ingin memperkuat, meskipun belum jatuh tempo, kita komit untuk melakukan amandemen," tutur dia.
(ven)