PLN EPI-Bahtera Adhiguna Kolaborasi TJSL Pengelolaan Sampah Organik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) bersama PT Pelayaran Bahtera Adhiguna (BAg) melaksanakan kolaborasi TJSL di Desa Karangasem, Kecamatan Ponjong, Gunungkidul, Yogyakarta. Kolaborasi program TJSL tersebut diarahkan untuk menciptakan kemandirian serta keberlanjutan dalam pengelolaan sampah organik.
Dalam program TJSL bertajuk "Pengelolaan Sampah Organik Dapur dengan Maggot BSF" tersebut, warga Desa Karangasem diberi edukasi pemilahan sampah, pengolahan sampah hulu terpadu, hingga menghasilkan nilai tambah dari hasil pengolahan sampah organik melalui Maggot Black Soldier Fly (BSF).
"PLN EPI berkomitmen untuk menyampaikan program ini secara keberlanjutan sehingga keberhasilan program ini selaras dengan tingkat partisipasi warga Desa Karangasem dalam memilah sampah organik dapur serta dapat menjadi program percontohan bagi desa lain," ungkap Sekretaris Perusahaan PLN EPI Mamit Setiawan dalam keterangan pers, Senin (18/11/2024).
BSF adalah sejenis lalat berwarna hitam yang larvanya (maggot) mampu mendegradasi sampah organik. Proses biokonversi oleh maggot ini dapat mendegradasi sampah lebih cepat, tidak berbau, dan menghasilkan kompos organik. Larva tersebut juga dapat menjadi sumber protein untuk pakan unggas dan ikan. "Proses biokonversi dinilai cukup aman bagi kesehatan manusia karena lalat ini bukan termasuk binatang vektor penyakit," jelas Mamit.
Kolaborasi ini mengajak komunitas lokal, yaitu Bank Sampah Ngupadi Rejeki untuk memilah sampah organik dapur dari rumah tangga kemudian dikumpulkan dan dipakai untuk budidaya maggot BSF. Hal ini bertujuan untuk mengurangi permasalahan sampah dari rumah tangga (hulu) dan bernilai ekonomis serta dapat membuka peluang usaha baru.
Bank Sampah Ngupadi Rejeki juga telah menjalankan beberapa kegiatan untuk mengurangi volume sampah yang ada di Desa Karangasem, seperti pengumpulan dan penimbangan sampah anorganik, pengkomposan limbah ternak, dan pembuatan pupuk cair dari sampah organik dapur yang dapat digunakan untuk pupuk kebun.
Mamit mengatakan, peningkatan kapasitas keterampilan warga Karangasem dalam pengelolaan sampah secara mandiri dapat menghasilkan nilai tambah. Selain itu, peningkatan pengetahuan warga akan pentingnya edukasi terkait pemilahan sampah secara mandiri di rumah akan menciptakan rumah bersih dan sehat.
Indikator keberhasilan dari program ini, lanjut Mamit, telah diukur sesuai kebutuhan warga Kalurahan Karangasem dengan target penerima manfaat sebanyak 250-300 kepala keluarga selama 7 bulan sehingga dapat mengurangi jumlah volume sampah organik sebanyak 2-3 ton per bulan. "Hal ini dapat menjadi pengurangan beban biaya bulanan untuk retribusi sampah warga di Kalurahan Karangasem dan memberikan pendapatan bagi warga dari hasil produk maggot BSF dan turunannya," kata Mamit.
Kepala Bebadan Pangreksaloka Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo menilai program ini sangat bagus dan menjadi percontohan bagi kalurahan lain. Dia berharap ke depannya program ini dapat berkembang dan terus berjalan secara konsisten berkelanjutan agar memberikan dampak positif bagi warga dan dapat diterapkan di Kalurahan lain.
"Semoga program ini menjadi awal permulaan yang baik dan ke depannya menjadi pelaku utama untuk sirkular ekonomi," pungkas Marrel.
Sementara itu, salah satu warga Kalurahan Karangasem, Riyanta mengungkapkan program ini memberikan manfaat luar biasa karena mampu mengurangi sampah organik, mengurangi pembakaran sampah kompos. Selain itu juga memberikan edukasi tentang pengelolaan sampah dapur, menjaga lingkungan, serta memberikan penghasilan tambahan dari hasil produk maggot. "Maggot ini bermanfaat untuk pakan lele dan unggas. Residu yang dihasilkan oleh maggot juga dibuatkan pupuk padat untuk diberikan tanaman sayuran milik warga kelompok wanita tani," tuturnya.
Dalam program TJSL bertajuk "Pengelolaan Sampah Organik Dapur dengan Maggot BSF" tersebut, warga Desa Karangasem diberi edukasi pemilahan sampah, pengolahan sampah hulu terpadu, hingga menghasilkan nilai tambah dari hasil pengolahan sampah organik melalui Maggot Black Soldier Fly (BSF).
"PLN EPI berkomitmen untuk menyampaikan program ini secara keberlanjutan sehingga keberhasilan program ini selaras dengan tingkat partisipasi warga Desa Karangasem dalam memilah sampah organik dapur serta dapat menjadi program percontohan bagi desa lain," ungkap Sekretaris Perusahaan PLN EPI Mamit Setiawan dalam keterangan pers, Senin (18/11/2024).
BSF adalah sejenis lalat berwarna hitam yang larvanya (maggot) mampu mendegradasi sampah organik. Proses biokonversi oleh maggot ini dapat mendegradasi sampah lebih cepat, tidak berbau, dan menghasilkan kompos organik. Larva tersebut juga dapat menjadi sumber protein untuk pakan unggas dan ikan. "Proses biokonversi dinilai cukup aman bagi kesehatan manusia karena lalat ini bukan termasuk binatang vektor penyakit," jelas Mamit.
Kolaborasi ini mengajak komunitas lokal, yaitu Bank Sampah Ngupadi Rejeki untuk memilah sampah organik dapur dari rumah tangga kemudian dikumpulkan dan dipakai untuk budidaya maggot BSF. Hal ini bertujuan untuk mengurangi permasalahan sampah dari rumah tangga (hulu) dan bernilai ekonomis serta dapat membuka peluang usaha baru.
Bank Sampah Ngupadi Rejeki juga telah menjalankan beberapa kegiatan untuk mengurangi volume sampah yang ada di Desa Karangasem, seperti pengumpulan dan penimbangan sampah anorganik, pengkomposan limbah ternak, dan pembuatan pupuk cair dari sampah organik dapur yang dapat digunakan untuk pupuk kebun.
Mamit mengatakan, peningkatan kapasitas keterampilan warga Karangasem dalam pengelolaan sampah secara mandiri dapat menghasilkan nilai tambah. Selain itu, peningkatan pengetahuan warga akan pentingnya edukasi terkait pemilahan sampah secara mandiri di rumah akan menciptakan rumah bersih dan sehat.
Indikator keberhasilan dari program ini, lanjut Mamit, telah diukur sesuai kebutuhan warga Kalurahan Karangasem dengan target penerima manfaat sebanyak 250-300 kepala keluarga selama 7 bulan sehingga dapat mengurangi jumlah volume sampah organik sebanyak 2-3 ton per bulan. "Hal ini dapat menjadi pengurangan beban biaya bulanan untuk retribusi sampah warga di Kalurahan Karangasem dan memberikan pendapatan bagi warga dari hasil produk maggot BSF dan turunannya," kata Mamit.
Kepala Bebadan Pangreksaloka Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo menilai program ini sangat bagus dan menjadi percontohan bagi kalurahan lain. Dia berharap ke depannya program ini dapat berkembang dan terus berjalan secara konsisten berkelanjutan agar memberikan dampak positif bagi warga dan dapat diterapkan di Kalurahan lain.
"Semoga program ini menjadi awal permulaan yang baik dan ke depannya menjadi pelaku utama untuk sirkular ekonomi," pungkas Marrel.
Sementara itu, salah satu warga Kalurahan Karangasem, Riyanta mengungkapkan program ini memberikan manfaat luar biasa karena mampu mengurangi sampah organik, mengurangi pembakaran sampah kompos. Selain itu juga memberikan edukasi tentang pengelolaan sampah dapur, menjaga lingkungan, serta memberikan penghasilan tambahan dari hasil produk maggot. "Maggot ini bermanfaat untuk pakan lele dan unggas. Residu yang dihasilkan oleh maggot juga dibuatkan pupuk padat untuk diberikan tanaman sayuran milik warga kelompok wanita tani," tuturnya.
(fjo)