3 Alasan Ekonomi Rusia Tetap Tangguh 5 Tahun Lagi Meski Perang Berkepanjangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perekonomian Rusia di masa perang bisa jadi akan bertahan untuk jangka panjang atau setidaknya lebih lama dari yang diperkirakan. Sebuah tim ekonom tidak yakin bahwa Rusia akan jatuh ke dalam keruntuhan ekonomi dalam waktu dekat seperti yang dikatakan beberapa analis.
"Sebaliknya, kemampuan ekonomi Rusia meniadakan hampir semua kemungkinan krisis serius yang disebabkan oleh faktor-faktor internal dalam perspektif setidaknya tiga sampai lima tahun," tulis tiga analis dalam sebuah laporan untuk Pusat Analisis dan Strategi di Eropa, dikutip dari Business Insider, Minggu (17/11/2024).
Laporan ini menentang anggapan bahwa krisis Rusia akan terjadi secepatnya tahun depan, sebuah argumen yang dibuat oleh para ekonom seperti Yuriy Gorodnichenko. Analis UC Berkley ini mengatakan bahwa perlambatan perdagangan energi Moskow dan kekurangan dolar akan menyebabkan krisis. Bahkan para pengamat di dalam negeri pun memperkirakan akan terjadi pergolakan pada 2025, termasuk momok stagflasi.
Meski Moskow dijamin akan menghadapi tantangan di beberapa titik, para penulis CASE memperingatkan untuk tidak menerjemahkan kesulitan sebagai bukti krisis jangka pendek. Sebaliknya, ketiga tren ini akan membuat Rusia tetap tangguh.
1. Tidak meremehkan permintaan domestik
Menurut laporan tersebut, pasar domestik Rusia telah menjadi faktor yang diremehkan di balik ketekunan negara ini. Setelah invasi Moskow ke Ukraina, konsumsi lokal telah membuat ekonomi tetap bertahan, dengan permintaan domestik yang menyalip ekspor sebagai pendorong pertumbuhan utama.
"Di sektor konstruksi saja pada tahun 2023, hingga 30 juta ton baja dikonsumsi (peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 9 persen), sementara sebelum perang, pada tahun 2021, hanya lebih dari 15 juta ton yang diekspor," kata CASE.
Upaya perang Moskow meningkatkan daya beli jutaan orang, karena kebutuhan akan tentara meningkatkan upah di seluruh negeri. Dengan lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan di garis depan, meningkatnya kekurangan tenaga kerja di dalam negeri mendorong tren upah.
Warga Rusia yang berpenghasilan rendah paling diuntungkan, karena sebagian besar tentara yang direkrut berasal dari daerah-daerah yang mengalami tekanan ekonomi. Pada gilirannya, rumah tangga-rumah tangga ini membelanjakan banyak uang untuk membeli barang-barang kebutuhan dalam negeri.
"Sebaliknya, kemampuan ekonomi Rusia meniadakan hampir semua kemungkinan krisis serius yang disebabkan oleh faktor-faktor internal dalam perspektif setidaknya tiga sampai lima tahun," tulis tiga analis dalam sebuah laporan untuk Pusat Analisis dan Strategi di Eropa, dikutip dari Business Insider, Minggu (17/11/2024).
Laporan ini menentang anggapan bahwa krisis Rusia akan terjadi secepatnya tahun depan, sebuah argumen yang dibuat oleh para ekonom seperti Yuriy Gorodnichenko. Analis UC Berkley ini mengatakan bahwa perlambatan perdagangan energi Moskow dan kekurangan dolar akan menyebabkan krisis. Bahkan para pengamat di dalam negeri pun memperkirakan akan terjadi pergolakan pada 2025, termasuk momok stagflasi.
Meski Moskow dijamin akan menghadapi tantangan di beberapa titik, para penulis CASE memperingatkan untuk tidak menerjemahkan kesulitan sebagai bukti krisis jangka pendek. Sebaliknya, ketiga tren ini akan membuat Rusia tetap tangguh.
1. Tidak meremehkan permintaan domestik
Menurut laporan tersebut, pasar domestik Rusia telah menjadi faktor yang diremehkan di balik ketekunan negara ini. Setelah invasi Moskow ke Ukraina, konsumsi lokal telah membuat ekonomi tetap bertahan, dengan permintaan domestik yang menyalip ekspor sebagai pendorong pertumbuhan utama.
"Di sektor konstruksi saja pada tahun 2023, hingga 30 juta ton baja dikonsumsi (peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 9 persen), sementara sebelum perang, pada tahun 2021, hanya lebih dari 15 juta ton yang diekspor," kata CASE.
Upaya perang Moskow meningkatkan daya beli jutaan orang, karena kebutuhan akan tentara meningkatkan upah di seluruh negeri. Dengan lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan di garis depan, meningkatnya kekurangan tenaga kerja di dalam negeri mendorong tren upah.
Warga Rusia yang berpenghasilan rendah paling diuntungkan, karena sebagian besar tentara yang direkrut berasal dari daerah-daerah yang mengalami tekanan ekonomi. Pada gilirannya, rumah tangga-rumah tangga ini membelanjakan banyak uang untuk membeli barang-barang kebutuhan dalam negeri.