Ini Strategi PLN Hadapi Naiknya Harga BBM dan Penguatan Dolar

Rabu, 23 Mei 2018 - 23:01 WIB
Ini Strategi PLN Hadapi Naiknya Harga BBM dan Penguatan Dolar
Ini Strategi PLN Hadapi Naiknya Harga BBM dan Penguatan Dolar
A A A
JAKARTA - Kenaikan harga minyak dunia serta penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) terhadap rupiah belakangan ini diakui menjadi persoalan tersendiri bagi PT PLN (Persero). Di tengah tantangan tersebut, BUMN kelistrikan ini tetap harus memenuhi tugasnya meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, termasuk melistriki desa-desa di seluruh wilayah Indonesia.

Naiknya harga minyak serta penguatan dolar membuat biaya bahan bakar untuk sebagian pembangkit PLN terkerek naik. Di sisi lain, PLN berkomitmen untuk tidak menaikkan tarif listrik seperti yang diminta pemerintah. Untuk mengatasi tantangan tersebut, Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi. Dia menegaskan, dalam kondisi sesulit apapun, PLN harus mampu bertahan.

"PLN harus tetap survive dan akan terus fight. Strateginya, kami akan lakukan simulasi, semacam stress test, ambil kondisi terburuk dalam enam bulan terakhir," ungkapnya dalam acara buka puasa bersama media di Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Sofyan menambahkan, PLN juga akan terus melakukan efisiensi di segala lini. "Kita cari pos-pos mana yang bisa lebih efisien. Begitu juga dengan suplai batu bara, akan dibuat lebih ketat," tuturnya.

Untuk menjaga keuangan perusahaan, PLN juga akan aktif mengejar piutang-piutang yang dimilikinya. Sofyan menambahkan, untuk menjalankan tugasnya, PLN juga mengkaji kemungkinan jika harus meminta tambahan subsidi kepada pemerintah.

Direktur Human Capital Management Muhamad Ali menambahkan, dalam kondisi yang kurang menguntungkan saat ini pun PLN juga tetap harus mendapatkan untung. Tanpa keuntungan, imbuh dia, sulit bagi PLN untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
"Untuk bayar utang misalnya, lalu kita juga harus melistriki desa-desa, di Papua targetnya 2019 sudah terlistriki semua ," tandasnya. Per April 2018, PLN tercatat sudah melistriki 76.487 desa yang memiliki karakteristik akses yang sulit dan biaya yang tidak murah.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, kondisi yang hampir sama pernah dialami PLN pada tahun 2013 dan 2015 pada saat rupiah melemah. Karena itu, Sarwono menilai fluktuasi nilai tukar yang terjadi saat ini masih wajar. "Yang riil itu adalah bagaimana kita menyiapkan utang jatuh tempo yang harus kita bayar. Jadi kalau misalnya kita emisi obligasi tahun ini, maka kita harus antisipasi bayar kupon untuk tahun 2048," tuturnya.

Terkait dengan itu, Sarwono mengungkapkan bahwa PLN berencana menerbitkan obligasi global (global bond) dengan nilai total USD2 miliar. Sarwono mengatakan, kupon obligasi tersebut dipatok 7,5-8% dengan tenor 20 tahun. Penerbitan global bond tersebut antara lain bertujuan untuk pengelolaan kewajiban PLN.

Untuk rencana penerbitan global bond tersebut, kata dia, PLN sudah melakukan roadshow ke beberapa negara. "Kita bersyukur dengan kondisi suku bunga AS yang baru-baru ini naik 125 basis poin dan akan naik tiga kali lagi, respons (terhadap global bond PLN) bagus," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, sebagian dana hasil penerbitan obligasi tersebut akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek kelistrikan yang menjadi tanggung jawab PLN. Seperti diketahui, dari program 35.000 MW, PLN mendapat jatah membangun pembangkit sebesar 10.000 MW. Untuk mendanai itu, PLN harus merogoh kocek sebesar Rp585 triliun, untuk pembangunan pembangkit, transmisi dan gardu induk.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6741 seconds (0.1#10.140)