Perusahaan China Dominasi Piala Dunia, Tanda Pergeseran Ekonomi Global
A
A
A
NEW YORK - Sepakbola adalah olahraga paling populer di dunia. Dan Piala Dunia FIFA menjadi acara olahraga yang paling banyak ditonton, data terakhir yang ditulis CNBC, Kamis (28/6/2018), Piala Dunia FIFA disaksikan oleh sekitar 3,2 miliar orang di seluruh dunia.
Daya tarik Piala Dunia membuat banyak perusahaan di dunia kepincut untuk menjadi sponsor karena menguntungkan dari sisi keuangan. Seiring dengan kemajuan ekonomi di Asia, perusahaan-perusahaan dari Benua Kuning, terutama asal China mulai menggeser dominasi perusahaan Eropa dan Amerika Utara sebagai pendukung acara.
Pada Piala Dunia 1986 di Meksiko, empat perusahaan Eropa menjadi sponsor utama, lalu ada empat dari Amerika Utara dan empat dari Asia. Empat tahun berselang di Italia, perusahaan-perusahaan Amerika Utara mulai mendominasi sebagai sponsor.
Menariknya, kendati tiga Piala Dunia terakhir dimenangkan benua Eropa (2006 oleh Italia, 2010 oleh Spanyol, dan 2014 adalah Jerman), namun perusahaan-perusahaan Eropa lebih memilih mundur sebagai sponsor utama. Krisis ekonomi global yang berdampak pada Benua Biru menjadi musabab. Dan di Piala Dunia 2018 hanya satu perusahaan Eropa yang menuangkan uangnya.
Posisi mereka digeser oleh perusahaan-perusahaan asal Asia. Di Piala Dunia 2018 di Rusia, tujuh dari 12 sponsor utama berasal dari China, atau hampir 60%. Forbes mengungkapkan tujuh perusahaan China adalah perusahaan konglomerasi properti Dalian Wanda Group, perusahaan telepon selular Vivo Communication Technology, perusahaan elektronik Hisense Group, perusahaan susu Mengniu Dairy, perusahaan skuter listrik Yadea Technology Group, Zhidianyijing Virtual Reality Technology dan Diking China.
Ketujuh perusahaan China menghabiskan dana USD835 juta atau setara Rp11,90 triliun (kurs Rp14.258 per USD) untuk menjadi sponsor di Piala Dunia 2018. Dan perusahaan asal China menjadi yang teratas menggantikan Jepang sebagai sponsor top asal Asia.
Anda bisa melihat ini saat menonton Piala Dunia, baik langsung maupun lewat televisi dengan papan iklan di sekitar lapangan yang banyak didominasi perusahaan China. Sepertiga dari sponsor Piala Dunia 2018 berasal dari China, sebuah rekor bagi negara tersebut. Sebelum 2014, tidak ada satu pun perusahaan China yang menjadi sponsor.
Padahal pada Piala Dunia 2006 di Jerman, Jepang mewakili merek-merek Asia terkemuka di Piala Dunia. Kali ini, mereka benar-benar absen dari perhelatan besar meski tim sepakbola mereka berada di turnamen empat tahunan ini.
Dominasi perusahaan-perusahaan China dalam Piala Dunia 2018 dinilai sebagai pergeseran ekonomi global di masa depan. CNBC memprediksi kekuatan ekonomi Asia terutama China bakal melampaui Eropa dan Amerika Utara dalam beberapa dekade mendatang.
Dan menjadi sponsor Piala Dunia dianggap bergengsi juga tanda meningkatnya kekuatan ekonomi Asia. Karena perusahaan-perusahaan tersebut harus saling bersaing dengan beberapa raksasa industri besar lainnya untuk memenangkan kontrak.
Sayangnya, kekuataan perusahaan Asia di Piala Dunia masih jauh dari kehebatan sepakbolanya. Eropa dan Amerika Selatan masih menjadi yang terunggul di Piala Dunia. Namun, beberapa kalangan beranggapan bukan hal mustahil ini dapat berubah. Pasalnya orang Asia juga menggemari olahraga ini. Data menyebut pada Piala Dunia 2014, sebanyak 1,5 miliar orang Asia menonton turnamen tersebut. Dan di pertandingan Grup F, secara mengejutkan Korea Selatan mampu menumbangkan juara bertahan Jerman dengan skor 2-0, sekaligus mengirim Die Mannschaft pulang lebih awal.
Kembali ke China, Presiden Xi Jinping dikenal sebagai penggemar sepakbola. Ia memiliki tiga impian untuk China di Piala Dunia: berpartisipasi, menjadi tuan rumah, dan menang. Pada penampilan perdana mereka di Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan, China melakoni tiga pertandingan dengan tiga kekalahan. Mereka bahkan gagal mencetak gol dengan kebobolan sembilan gol.
Untuk mengimbangi perusahaan-perusahaan mereka yang menjadi sponsor, China sedang melakukan investasi besar-besaran di sepakbola, dengan mendirikan banyak akademi sepakbola, memajukan kompetisi, hingga mengirimkan pemain mereka bersekolah ke Eropa. Dengan dukungan finansial dan ekonomi, termasuk infrastruktur dan jumlah penduduk yang mencapai 1,3 miliar, bukan tidak mungkin mereka akan mendapat hasil.
Daya tarik Piala Dunia membuat banyak perusahaan di dunia kepincut untuk menjadi sponsor karena menguntungkan dari sisi keuangan. Seiring dengan kemajuan ekonomi di Asia, perusahaan-perusahaan dari Benua Kuning, terutama asal China mulai menggeser dominasi perusahaan Eropa dan Amerika Utara sebagai pendukung acara.
Pada Piala Dunia 1986 di Meksiko, empat perusahaan Eropa menjadi sponsor utama, lalu ada empat dari Amerika Utara dan empat dari Asia. Empat tahun berselang di Italia, perusahaan-perusahaan Amerika Utara mulai mendominasi sebagai sponsor.
Menariknya, kendati tiga Piala Dunia terakhir dimenangkan benua Eropa (2006 oleh Italia, 2010 oleh Spanyol, dan 2014 adalah Jerman), namun perusahaan-perusahaan Eropa lebih memilih mundur sebagai sponsor utama. Krisis ekonomi global yang berdampak pada Benua Biru menjadi musabab. Dan di Piala Dunia 2018 hanya satu perusahaan Eropa yang menuangkan uangnya.
Posisi mereka digeser oleh perusahaan-perusahaan asal Asia. Di Piala Dunia 2018 di Rusia, tujuh dari 12 sponsor utama berasal dari China, atau hampir 60%. Forbes mengungkapkan tujuh perusahaan China adalah perusahaan konglomerasi properti Dalian Wanda Group, perusahaan telepon selular Vivo Communication Technology, perusahaan elektronik Hisense Group, perusahaan susu Mengniu Dairy, perusahaan skuter listrik Yadea Technology Group, Zhidianyijing Virtual Reality Technology dan Diking China.
Ketujuh perusahaan China menghabiskan dana USD835 juta atau setara Rp11,90 triliun (kurs Rp14.258 per USD) untuk menjadi sponsor di Piala Dunia 2018. Dan perusahaan asal China menjadi yang teratas menggantikan Jepang sebagai sponsor top asal Asia.
Anda bisa melihat ini saat menonton Piala Dunia, baik langsung maupun lewat televisi dengan papan iklan di sekitar lapangan yang banyak didominasi perusahaan China. Sepertiga dari sponsor Piala Dunia 2018 berasal dari China, sebuah rekor bagi negara tersebut. Sebelum 2014, tidak ada satu pun perusahaan China yang menjadi sponsor.
Padahal pada Piala Dunia 2006 di Jerman, Jepang mewakili merek-merek Asia terkemuka di Piala Dunia. Kali ini, mereka benar-benar absen dari perhelatan besar meski tim sepakbola mereka berada di turnamen empat tahunan ini.
Dominasi perusahaan-perusahaan China dalam Piala Dunia 2018 dinilai sebagai pergeseran ekonomi global di masa depan. CNBC memprediksi kekuatan ekonomi Asia terutama China bakal melampaui Eropa dan Amerika Utara dalam beberapa dekade mendatang.
Dan menjadi sponsor Piala Dunia dianggap bergengsi juga tanda meningkatnya kekuatan ekonomi Asia. Karena perusahaan-perusahaan tersebut harus saling bersaing dengan beberapa raksasa industri besar lainnya untuk memenangkan kontrak.
Sayangnya, kekuataan perusahaan Asia di Piala Dunia masih jauh dari kehebatan sepakbolanya. Eropa dan Amerika Selatan masih menjadi yang terunggul di Piala Dunia. Namun, beberapa kalangan beranggapan bukan hal mustahil ini dapat berubah. Pasalnya orang Asia juga menggemari olahraga ini. Data menyebut pada Piala Dunia 2014, sebanyak 1,5 miliar orang Asia menonton turnamen tersebut. Dan di pertandingan Grup F, secara mengejutkan Korea Selatan mampu menumbangkan juara bertahan Jerman dengan skor 2-0, sekaligus mengirim Die Mannschaft pulang lebih awal.
Kembali ke China, Presiden Xi Jinping dikenal sebagai penggemar sepakbola. Ia memiliki tiga impian untuk China di Piala Dunia: berpartisipasi, menjadi tuan rumah, dan menang. Pada penampilan perdana mereka di Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan, China melakoni tiga pertandingan dengan tiga kekalahan. Mereka bahkan gagal mencetak gol dengan kebobolan sembilan gol.
Untuk mengimbangi perusahaan-perusahaan mereka yang menjadi sponsor, China sedang melakukan investasi besar-besaran di sepakbola, dengan mendirikan banyak akademi sepakbola, memajukan kompetisi, hingga mengirimkan pemain mereka bersekolah ke Eropa. Dengan dukungan finansial dan ekonomi, termasuk infrastruktur dan jumlah penduduk yang mencapai 1,3 miliar, bukan tidak mungkin mereka akan mendapat hasil.
(ven)