Insentif Hulu Migas Akan Dorong Investasi Capai USD1 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Insentif Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) diperkirakan bakal mampu meningkatkan investasi. Insentif ini diberikan agar keekonomian proyek menjadi feasible. Peraturan yang ada saat ini sudah bisa memberikan insentif kepada para kontraktor migas sehingga proyek lebih menarik, investasi lebih kondusif.
"Paling besar yakni indirect tax, sekarang sampai first oil (mulai produksi), kalau dulunya 'kan hanya sampai tahap eksplorasi, pada saat eksploitasi sampai dengan first oil akan dikenakan pajak. PP 53/2017 ini sesuai dengan usulan dari kontraktor yang meminta keringanan pajak dari tahap eksplorasi sampai eksploitasi," ungkap Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi di Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan, sejak tahun 2017 hingga Juni 2018 telah ditetapkan sebanyak 25 kontrak migas gross split. Sembilan di antaranya merupakan hasil lelang blok migas tahun 2017 dan 2018. Komitmen pasti investasi dari 25 kontrak migas tersebut sekitar USD1 miliar atau Rp14 triliun.
Angka tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. "Komitmen pasti investasi USD 1 miliar sangat besar. Ini adalah hasil dari upaya kita menciptakan iklim investasi migas yang menarik, dalam 2 tahun terakhir," tegas Agung.
Seperti diketahui, Kegiatan eksplorasi migas sudah bebas pajak, baik untuk kontrak bagi hasil migas skema gross split maupun skema cost recovery. Untuk skema gross split telah diatur dalam PP Nomor 53/2017 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Migas Dengan Kontrak bagi Hasil Gross Split.
Sedangkan untuk skema cost recovery diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27/2017 tentang Perubahan atas PP Nomor 79/2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Migas.
Untuk kontrak skema gross split misalnya, setidaknya ada 7 insentif terkait fiskal. Empat di antaranya pada tahap eksplorasi, yaitu bebas bea masuk impor atas barang operasi migas, PPN & PPnBM tidak dipungut atas perolehan dan pemanfaatan barang dan jasa operasi migas, PPh Pasal 22 tidak dipungut atas impor barang operasi migas, dan Pengurangan PBB 100%.
Tiga insentif berikutnya yaitu pemanfaatan aset bersama migas (cost sharing) tidak kena PPN, Loss Carry Forward dimana biaya operasi sebagai pengurang 'pendapatan kena pajak' diperpanjang dari 5 tahun menjadi 10 tahun, dan yang terakhir, biaya tidak langsung kantor pusat tidak dikenakan PPN.
"Paling besar yakni indirect tax, sekarang sampai first oil (mulai produksi), kalau dulunya 'kan hanya sampai tahap eksplorasi, pada saat eksploitasi sampai dengan first oil akan dikenakan pajak. PP 53/2017 ini sesuai dengan usulan dari kontraktor yang meminta keringanan pajak dari tahap eksplorasi sampai eksploitasi," ungkap Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi di Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan, sejak tahun 2017 hingga Juni 2018 telah ditetapkan sebanyak 25 kontrak migas gross split. Sembilan di antaranya merupakan hasil lelang blok migas tahun 2017 dan 2018. Komitmen pasti investasi dari 25 kontrak migas tersebut sekitar USD1 miliar atau Rp14 triliun.
Angka tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. "Komitmen pasti investasi USD 1 miliar sangat besar. Ini adalah hasil dari upaya kita menciptakan iklim investasi migas yang menarik, dalam 2 tahun terakhir," tegas Agung.
Seperti diketahui, Kegiatan eksplorasi migas sudah bebas pajak, baik untuk kontrak bagi hasil migas skema gross split maupun skema cost recovery. Untuk skema gross split telah diatur dalam PP Nomor 53/2017 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Migas Dengan Kontrak bagi Hasil Gross Split.
Sedangkan untuk skema cost recovery diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27/2017 tentang Perubahan atas PP Nomor 79/2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Migas.
Untuk kontrak skema gross split misalnya, setidaknya ada 7 insentif terkait fiskal. Empat di antaranya pada tahap eksplorasi, yaitu bebas bea masuk impor atas barang operasi migas, PPN & PPnBM tidak dipungut atas perolehan dan pemanfaatan barang dan jasa operasi migas, PPh Pasal 22 tidak dipungut atas impor barang operasi migas, dan Pengurangan PBB 100%.
Tiga insentif berikutnya yaitu pemanfaatan aset bersama migas (cost sharing) tidak kena PPN, Loss Carry Forward dimana biaya operasi sebagai pengurang 'pendapatan kena pajak' diperpanjang dari 5 tahun menjadi 10 tahun, dan yang terakhir, biaya tidak langsung kantor pusat tidak dikenakan PPN.
(akr)