Sanksi Cabut Izin Usaha Bisa Didapatkan bagi Kecelakaan Kapal Laut
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan ada sanksi bagi pelaku industri transportasi laut jika terjadi kecelakan. Sanksi ini berdasarkan Undang-undang Pelayaran yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Salah satunya berupaya pencabutan izin usaha industri perusahaan transportasi laut. Namun hal itu bisa diterapkan bila hasil pemeriksaan kecelakaan diakibatkan oleh kelalaian dari pihak transportasi laut.
"Sanksinya bisa dicabut izin usaha tapi harus melihat dulu hasil investigasinya, karena fakor apa. Kalau cuaca, tidak terlalu berat tapi kalau dari faktor internal karena kelalaian dari karyawan atau nahkoda, bisa mendapatkan sanksi seusai UU," ujar Azas Tigor saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Dia menambahkan bahwa kapal akan dinyatakan seaworthy alias laik laut apabila mempunyai kemampuan untuk menanggulangi dan mengatasi semua bahaya yang kemungkinan dialami sewaktu berlayar (perils of the sea) dengan tingkat keamanan yang memadai.
Sebab kapal tidak cukup hanya memiliki badan (hull) yang kuat namun juga harus dijalankan oleh nakhoda dan awak kapal yang kompeten dan cukup jumlahnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Jadi balik lagi kepada prosudur yang diterapkan oleh mereka, apalagi bagi industri swasta dalam angkutan penyebrangan," jelasnya.
Dia pun mengungkapkan bahwa kapal harus dibekali dengan bahan bakar, makanan, serta keperluan lain yang cukup untuk mencapai pelabuhan tujuan. Semua perlengkapannya termasuk mesin-mesin dan peralatan lainnya untuk penyelamatan di laut serta penanggulangan kebakaran dan lain-lain harus dalam kondisi berfungsi dan bekerja dengan baik.
Apabila kapal membawa muatan, kapal itu harus laik muat (cargoworthy) artinya muatan yang dibawa harus sesuai dengan fungsi dari kapal itu sendiri.
"Sehingga tidak melebihi garis batas muat dan memiliki keseimbangan (stability) yang baik. Hak untuk meminta ganti rugi dari asuransi seperti dijamin didalam polis hull menjadi gugur jika kapal terbukti telah berlayar (nekat) dalam keadaan tidak laik laut," tandasnya.
Salah satunya berupaya pencabutan izin usaha industri perusahaan transportasi laut. Namun hal itu bisa diterapkan bila hasil pemeriksaan kecelakaan diakibatkan oleh kelalaian dari pihak transportasi laut.
"Sanksinya bisa dicabut izin usaha tapi harus melihat dulu hasil investigasinya, karena fakor apa. Kalau cuaca, tidak terlalu berat tapi kalau dari faktor internal karena kelalaian dari karyawan atau nahkoda, bisa mendapatkan sanksi seusai UU," ujar Azas Tigor saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Dia menambahkan bahwa kapal akan dinyatakan seaworthy alias laik laut apabila mempunyai kemampuan untuk menanggulangi dan mengatasi semua bahaya yang kemungkinan dialami sewaktu berlayar (perils of the sea) dengan tingkat keamanan yang memadai.
Sebab kapal tidak cukup hanya memiliki badan (hull) yang kuat namun juga harus dijalankan oleh nakhoda dan awak kapal yang kompeten dan cukup jumlahnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Jadi balik lagi kepada prosudur yang diterapkan oleh mereka, apalagi bagi industri swasta dalam angkutan penyebrangan," jelasnya.
Dia pun mengungkapkan bahwa kapal harus dibekali dengan bahan bakar, makanan, serta keperluan lain yang cukup untuk mencapai pelabuhan tujuan. Semua perlengkapannya termasuk mesin-mesin dan peralatan lainnya untuk penyelamatan di laut serta penanggulangan kebakaran dan lain-lain harus dalam kondisi berfungsi dan bekerja dengan baik.
Apabila kapal membawa muatan, kapal itu harus laik muat (cargoworthy) artinya muatan yang dibawa harus sesuai dengan fungsi dari kapal itu sendiri.
"Sehingga tidak melebihi garis batas muat dan memiliki keseimbangan (stability) yang baik. Hak untuk meminta ganti rugi dari asuransi seperti dijamin didalam polis hull menjadi gugur jika kapal terbukti telah berlayar (nekat) dalam keadaan tidak laik laut," tandasnya.
(ven)