Pemerintah Tegaskan Konsisten Terapkan Roadmap Cukai

Rabu, 04 Juli 2018 - 19:48 WIB
Pemerintah Tegaskan...
Pemerintah Tegaskan Konsisten Terapkan Roadmap Cukai
A A A
JAKARTA - Pemerintah menegaskan konsisten untuk menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). "Dengan adanya simplifikasi ini tentu mampu menaikkan pendapatan dari cukai. Seharusnya begitu. Semoga kepatuhan juga membaik," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara saat dihubungi di Jakarta Rabu (4/7/2018).

Dia mengatakan, penerimaan cukai saat ini terus meningkat. "Karena itu saya optimistis kebijakan ini (penyederhanaan struktur cukai tembakau) ini akan terus dilanjutkan," tegasnya. Upaya pengumpulan yang sudah dilakukan akan terus dilanjutkan. Perbaikan kepatuhan juga terus digalakkan oleh DJBC.

Penyederhanaan struktur cukai hasil tembakau dinilai langkah yang sangat tepat untuk menyehatkan persaingan industri nasional. Selama ini, struktur tarif cukai yang rumit menghasilkan tingkat ketidakpatuhan lebih tinggi. Dalam arti masih ada pabrikan besar yang harusnya sudah membayar tarif cukai golongan I tapi masih bermain di golongan II yang seharusnya diperuntukkan untuk perusahaan kecil dan menengah.

DPR meminta pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, konsisten dalam penerapan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau. Hal itu dimaksudkan untuk mengoptimalkan pungutan cukai oleh industri yang kerap mengurangi pembayaran dengan memanfaatkan struktur tarif yang terlalu lebar.

"Penerimaan negara dari cukai berkontribusi kedua setelah pajak," kata Anggota Komisi XI DPR RI, Amir Uskara, dalam diskusi Weekly Forum bertajuk Meningkatkan Rasio Penerimaan Negara melalui Kebijakan Cukai, di Gedung SINDO Jakarta.

Dalam PMK 146 Tahun 2017 tersebut, pemerintah menyederhanakan tingkatan (layer) tarif cukai rokok secara bertahap sampai 2021. Dari 2018 sampai 2021, tarif cukai rokok disederhanakan setiap tahun berturut-turut menjadi 10, 8, 6, dan terakhir lima layer pada 2021. Pada 2017, tarif cukai rokok mencapai 12 layer.

Amir menegaskan, layer yang terlalu banyak memungkinkan pelaku industri mengurangi sedikit produksinya untuk menghindari tarif yang lebih tinggi, sehingga penerimaan negara dari cukai kurang optimal. Selain penyederhanaan struktur tarif, Amir juga meminta pemerintah mengekstensifikasi penerimaan barang yang dikenakan cukai, misalnya plastik dan limbah kendaraan bermotor.

Ekonom INDEF, Aviliani, mengatakan, penyederhanaan layer akan memudahkan para pelaku usaha mengalkulasi kewajibannya. Di sisi lain, penerimaan negara lebih optimal dari struktur tarif sederhana. Dia juga menekankan pentingnya konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan agar tidak ada perubahan ketika peraturan sudah disepakati bersama.

"Kalau tarifnya lebih sederhana, mereka bisa menghitung sendiri kewajibannya, sehingga tidak perlu menyewa konsultan pajak lagi yang mungkin biayanya lebih besar dari jumlah yang akan dibayar ke negara," kata Aviliani.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Kementerian Keuangan Nugroho Wahyu menambahkan, simplifikasi cukai rokok akan membuat kebijakan cukai lebih efektif. "Penyederhanaan sistem cukai akan mengefektifkan kebijakan cukai dalam pengendalian konsumsi rokok dan meningkatkan penerimaan negara," kata Nugroho. Selain itu, akan mengurangi tingkat kecurangan pembayaran cukai yang dilakukan para pelaku industri.

Selama ini, struktur tarif cukai yang rumit menghasilkan tingkat ketidakpatuhan lebih tinggi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, penerimaan bea cukai sebesar Rp194,1 triliun. Dari jumlah itu, Rp155 triliun atau sekitar 80,1% di antaranya berasal dari cukai.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8141 seconds (0.1#10.140)