Saham BBTN Masih Jadi Skala Prioritas Investor
A
A
A
JAKARTA - Pengamat pasar modal, Haryajid Ramelan menilai secara fundamental kinerja saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) tidak perlu diragukan. Saham yang tahun lalu sempat mengalami kenaikan lebih dari 100 persen ini termasuk saham yang masih menjadi skala prioritas pegangan investor institusi seperti dana pensiun dan manajer investasi (fund manager).
“Menyikapi bisnis perbankan harusnya. Masih sangat menarik, termasuk tentunya kinerja fundamental dari BBTN,” katanya di Jakarta.
Menurut Haryajid, kondisi BTN saat ini sangat diuntungkan dengan relaksasi aturan loan to value (LTV) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) ditambah adanya skema baru dari fasilitas likuiditas pembiayaan perumahaan (FLPP) atau KPR bersubsidi. Skema barunya yakni KPR FLPP dananya 75% dari pemerintah dan 25% dari PT Sarana Multi Financial (SMF).
“Ini tentu menguntungkan BTN dari sisi bisnis sehingga penyaluran KPR akan meningkat,” tambahnya.
Upaya perseroan lainnya, lanjut Haryajid, yakni dengan menggenjot dana murah sehingga cost of fund jadi murah dan bisa membuat bunga kredit BTN tidak naik. Dengan strategi yang dilakukan manajeman tersebut, seharusnya saham BBTN bisa kembali menguat ke level wajarnya.
“Dengan penurunan saham BTN karena faktor global seharusnya menjadi peluang bagi investor kembali mengoleksi untuk investasi jangka panjang. Saham merupakan instrumen jangka panjang, dan ini juga sudah terbukti bahwa saham perbankan telah banyak memberikan kontribusi keuntungan bagi investor yang mengkoleksi jangka panjang,” tegas Haryajid.
Sementara itu, Direktur Keuangan & Treasury BTN Iman Nugroho Soeko mengungkapkan, kenaikan harga saham perseroan pada perdagangan saham Senin (9/7) kemarin merupakan bentuk kepercayaan investor terhadap kinerja perusahaan.
“Kami akan berusaha keras agar kinerja keuangan hingga akhir tahun ini mencapai target. Kami optimistis pertumbuhan bisnis bisa mencapai 20%,” jelas Iman.
Menurut Iman, untuk mencapai target bisnis tersebut, BTN akan melakukan efisiensi pada biaya operasional, peningkatan dana pihak ketiga (DPK) berbiaya rendah sehingga NIM terjaga dan pencapaian target fee based income.
“Jadi tidak perlu khawatir mengenai bisnis BTN yang kami bisa lakukan adalah membukukan kinerja yang sesuai dengan target dan itu baru akan dilihat investor atau masyarakat setelah laporan keuangan Juni, September dan Desember nanti keluar,” papar Iman.
“Menyikapi bisnis perbankan harusnya. Masih sangat menarik, termasuk tentunya kinerja fundamental dari BBTN,” katanya di Jakarta.
Menurut Haryajid, kondisi BTN saat ini sangat diuntungkan dengan relaksasi aturan loan to value (LTV) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) ditambah adanya skema baru dari fasilitas likuiditas pembiayaan perumahaan (FLPP) atau KPR bersubsidi. Skema barunya yakni KPR FLPP dananya 75% dari pemerintah dan 25% dari PT Sarana Multi Financial (SMF).
“Ini tentu menguntungkan BTN dari sisi bisnis sehingga penyaluran KPR akan meningkat,” tambahnya.
Upaya perseroan lainnya, lanjut Haryajid, yakni dengan menggenjot dana murah sehingga cost of fund jadi murah dan bisa membuat bunga kredit BTN tidak naik. Dengan strategi yang dilakukan manajeman tersebut, seharusnya saham BBTN bisa kembali menguat ke level wajarnya.
“Dengan penurunan saham BTN karena faktor global seharusnya menjadi peluang bagi investor kembali mengoleksi untuk investasi jangka panjang. Saham merupakan instrumen jangka panjang, dan ini juga sudah terbukti bahwa saham perbankan telah banyak memberikan kontribusi keuntungan bagi investor yang mengkoleksi jangka panjang,” tegas Haryajid.
Sementara itu, Direktur Keuangan & Treasury BTN Iman Nugroho Soeko mengungkapkan, kenaikan harga saham perseroan pada perdagangan saham Senin (9/7) kemarin merupakan bentuk kepercayaan investor terhadap kinerja perusahaan.
“Kami akan berusaha keras agar kinerja keuangan hingga akhir tahun ini mencapai target. Kami optimistis pertumbuhan bisnis bisa mencapai 20%,” jelas Iman.
Menurut Iman, untuk mencapai target bisnis tersebut, BTN akan melakukan efisiensi pada biaya operasional, peningkatan dana pihak ketiga (DPK) berbiaya rendah sehingga NIM terjaga dan pencapaian target fee based income.
“Jadi tidak perlu khawatir mengenai bisnis BTN yang kami bisa lakukan adalah membukukan kinerja yang sesuai dengan target dan itu baru akan dilihat investor atau masyarakat setelah laporan keuangan Juni, September dan Desember nanti keluar,” papar Iman.
(akr)