Kinerja Pangan Meroket, Kemiskinan Pedesaan Menurun Drastis
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pembangunan pertanian telah menorehkan berbagai kinerja yang patut menjadi catatan penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Tercatat, dari data BPS, ekspor pertanian di tahun 2017 sebesar Rp441 triliun, naik 24% dibandingkan 2016 yang hanya Rp355 triliun.
BPS pun merilis (17/5/2018), angka kenaikan nilai ekspor komoditas pertanian mencapai USD298,5 juta atau tumbuh 6,11% (month to month) dan 7,38% (year on year).
Tahun ini, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan ekspor jagung sebanyak 500.000 ton. Rinciannya dari Gorontalo sebanyak 100.000 ton, Sulawesi Selatan 100.000 ton, dan Nusa Tenggara Barat 300.000 ton. Selain itu juga dilakukan ekspor jagung dari Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur.
Nilai Produk Domestik Bruto Pertanian harga berlaku tahun 2017 sebesar Rp1.344 triliun naik sebesar Rp350 triliun dibandingkan 2013 sebesar Rp995 triliun. PDB pertanian ini tumbuh secara berkualitas, karena pertanian sebagian besar diusahakan oleh rakyat, sehingga turut berdampak pada pendapatan dan kesejahteraannya.
Menurut Anggota Komisi IV DPR Taufik Abdullah, capaian hasil dari Kementan itu menandakan, saat ini Indonesia sudah kembali lagi ke landasannya sebagai negara agraris. Kinerja pangan saat ini berhasil mendongkrak nilai ekspor komoditas pertanian.
"Capaian ekspor ini menunjukkan kinerja Kementan telah on the right track. Nilai produksi pertanian tahun 2017 sebesar Rp1.344 triliun, naik Rp350 triliun dari 2013. Nilai produksi dan ekspor menurunkan kemiskinan di pedesaan," ujar Taufik di Jakarta, Senin malam (16/7/2018).
Selain ekspor, investasi pertanian 2017 sebesar Rp45,90 triliun, atau naik 14% per tahun dari tahun 2013 hingga 2017. Peningkatan nilai investasi ini tak lepas dari kebijakan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang mencabut 50 Permentan dan menyederhanakan 15 Permentan menjadi 1 Permentan.
"Saya mengapresiasi kinerja temen-temen di Kementan yang telah bekerja keras sehingga hasilnya seperti itu. Walaupun demikian, saya minta teman-teman di Kementan jangan berpuas diri karena masih ada PR yang harus diselesaikan," kata Taufik yang berasal dari Fraksi PKB ini.
Akan capaian pangan ini, pemerintahan Jokowi-JK sukses mengatasi kemiskinan. Pasalnya, persentase kemiskinan pada Maret 2018 ini, terendah selama dua dekade.
Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 9,82% turun 0,30% dibanding September 2017 yang sebesar 10,12%.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 sebanyak 25,95 juta orang. Jumlah ini turun 630.000 orang dibandingkan September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang. "Ini pertama kali Indonesia mendapatkan tingkat angka kemiskinan satu digit, terendah sejak 1998," demikian kata Kepala BPS Suhariyanto padakonferensi pers di Jakarta, Senin (16/7).
Dari catatan BPS pun, pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di perdesaan 17,94 juta jiwa, pada Maret 2016 turun menjadi 17,66 juta jiwa dan pada Maret 2017 turun lagi menjadi 17,01 juta jiwa atau turun 3,22% dibandingkan Maret 2016. Mengingat kontribusi komoditas makanan punya andil sangat besar terhadap pengentasan kemiskinan, maka mendongkrak produksi pertanian rakyat, mutu dan ekspor turut berperan menurunkan kemiskinan di pedesaan.
Begitu pun dengan Nilai Tukar Petani (NTP), secara nasional pada Mei 2018 meningkat 0,37% menjadi 101,99 jika dibandingkan April yang hanya 101,61. Indeks Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Mei 2018 mencapai 111,38 atau naik 0,32% dari bulan sebelumnya yang nilainya hanya 111,03.
Gini Ratio Menurun
Pada Maret 2018, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,389. Angka ini menurun 0,002 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,391. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2017 yang sebesar 0,393 turun sebesar 0,004 poin.
Suhariyanto mengatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan pengeluaran penduduk di Indonesia pada September 2017-Maret 2018. Secara nasional, kenaikan pengeluaran per kapita kelompok bawah lebih cepat dibanding kelompok menengah dan atas.
Tercatat, kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita September 2017-Maret 2018 untuk kelompok penduduk 40% terbawah, 40% menengah, dan 20% teratas berturut-turut adalah sebesar 3,06%; 2,54%; 2,59%.
"Kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk kelompok 40% terbawah lebih cepat dibanding penduduk kelompok 40% menengah dan kelompok 20% teratas," ujarnya.
Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,401, turun dibanding Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,404 dan Gini Ratio Maret 2017 yang sebesar 0,407. Sementara itu, Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,324, naik sebesar 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2017 dan September 2017 yang sebesar 0,320.
Pada Maret 2018, distribusi pengeluaran pada kelompok 40% terbawah adalah sebesar 17,29%. Artinya pengeluaran penduduk berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah.
Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,47% yang artinya berada pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,15%, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah.
BPS pun merilis (17/5/2018), angka kenaikan nilai ekspor komoditas pertanian mencapai USD298,5 juta atau tumbuh 6,11% (month to month) dan 7,38% (year on year).
Tahun ini, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan ekspor jagung sebanyak 500.000 ton. Rinciannya dari Gorontalo sebanyak 100.000 ton, Sulawesi Selatan 100.000 ton, dan Nusa Tenggara Barat 300.000 ton. Selain itu juga dilakukan ekspor jagung dari Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur.
Nilai Produk Domestik Bruto Pertanian harga berlaku tahun 2017 sebesar Rp1.344 triliun naik sebesar Rp350 triliun dibandingkan 2013 sebesar Rp995 triliun. PDB pertanian ini tumbuh secara berkualitas, karena pertanian sebagian besar diusahakan oleh rakyat, sehingga turut berdampak pada pendapatan dan kesejahteraannya.
Menurut Anggota Komisi IV DPR Taufik Abdullah, capaian hasil dari Kementan itu menandakan, saat ini Indonesia sudah kembali lagi ke landasannya sebagai negara agraris. Kinerja pangan saat ini berhasil mendongkrak nilai ekspor komoditas pertanian.
"Capaian ekspor ini menunjukkan kinerja Kementan telah on the right track. Nilai produksi pertanian tahun 2017 sebesar Rp1.344 triliun, naik Rp350 triliun dari 2013. Nilai produksi dan ekspor menurunkan kemiskinan di pedesaan," ujar Taufik di Jakarta, Senin malam (16/7/2018).
Selain ekspor, investasi pertanian 2017 sebesar Rp45,90 triliun, atau naik 14% per tahun dari tahun 2013 hingga 2017. Peningkatan nilai investasi ini tak lepas dari kebijakan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang mencabut 50 Permentan dan menyederhanakan 15 Permentan menjadi 1 Permentan.
"Saya mengapresiasi kinerja temen-temen di Kementan yang telah bekerja keras sehingga hasilnya seperti itu. Walaupun demikian, saya minta teman-teman di Kementan jangan berpuas diri karena masih ada PR yang harus diselesaikan," kata Taufik yang berasal dari Fraksi PKB ini.
Akan capaian pangan ini, pemerintahan Jokowi-JK sukses mengatasi kemiskinan. Pasalnya, persentase kemiskinan pada Maret 2018 ini, terendah selama dua dekade.
Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 9,82% turun 0,30% dibanding September 2017 yang sebesar 10,12%.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 sebanyak 25,95 juta orang. Jumlah ini turun 630.000 orang dibandingkan September 2017 yang sebesar 26,58 juta orang. "Ini pertama kali Indonesia mendapatkan tingkat angka kemiskinan satu digit, terendah sejak 1998," demikian kata Kepala BPS Suhariyanto padakonferensi pers di Jakarta, Senin (16/7).
Dari catatan BPS pun, pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin di perdesaan 17,94 juta jiwa, pada Maret 2016 turun menjadi 17,66 juta jiwa dan pada Maret 2017 turun lagi menjadi 17,01 juta jiwa atau turun 3,22% dibandingkan Maret 2016. Mengingat kontribusi komoditas makanan punya andil sangat besar terhadap pengentasan kemiskinan, maka mendongkrak produksi pertanian rakyat, mutu dan ekspor turut berperan menurunkan kemiskinan di pedesaan.
Begitu pun dengan Nilai Tukar Petani (NTP), secara nasional pada Mei 2018 meningkat 0,37% menjadi 101,99 jika dibandingkan April yang hanya 101,61. Indeks Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Mei 2018 mencapai 111,38 atau naik 0,32% dari bulan sebelumnya yang nilainya hanya 111,03.
Gini Ratio Menurun
Pada Maret 2018, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,389. Angka ini menurun 0,002 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,391. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2017 yang sebesar 0,393 turun sebesar 0,004 poin.
Suhariyanto mengatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan pengeluaran penduduk di Indonesia pada September 2017-Maret 2018. Secara nasional, kenaikan pengeluaran per kapita kelompok bawah lebih cepat dibanding kelompok menengah dan atas.
Tercatat, kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita September 2017-Maret 2018 untuk kelompok penduduk 40% terbawah, 40% menengah, dan 20% teratas berturut-turut adalah sebesar 3,06%; 2,54%; 2,59%.
"Kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk kelompok 40% terbawah lebih cepat dibanding penduduk kelompok 40% menengah dan kelompok 20% teratas," ujarnya.
Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,401, turun dibanding Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,404 dan Gini Ratio Maret 2017 yang sebesar 0,407. Sementara itu, Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,324, naik sebesar 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2017 dan September 2017 yang sebesar 0,320.
Pada Maret 2018, distribusi pengeluaran pada kelompok 40% terbawah adalah sebesar 17,29%. Artinya pengeluaran penduduk berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah.
Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,47% yang artinya berada pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,15%, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah.
(ven)