Kenaikan NJOP Jakarta Bisa Berdampak ke Pasar Properti Ibu Kota
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk wilayah DKI Jakarta, di mana rata-rata kenaikan NJOP ini mencapai 19,54% dari nilai NJOP terakhir. Secara langsung, kebijakan baru ini berimbas pada kenaikan nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar warga DKI Jakarta.
Data Rumah.com Property Index menunjukkan bahwa harga properti di DKI Jakarta pada kuartal II/2018 cenderung stabil dengan kenaikan sebesar 2,24% secara kuartalan (q-to-q). Kenaikan ini mengoreksi penurunan yang terjadi pada kuartal sebelumnya sebesar 0,39% (q-o-q). Sementara itu, secara tahunan, kenaikan harga properti di Jakarta pada kuartal II/2018 mencapai 6,22%.
Data Rumah.com Property Index ini memiliki akurasi data yang cukup tinggi untuk mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Indonesia, karena merupakan hasil analisis dari 400.000 listing properti dijual dan disewa dari seluruh Indonesia, dengan lebih dari 17 juta halaman yang dikunjungi setiap bulan dan diakses oleh lebih dari 5,5 juta pencari properti setiap bulannya.
"Sebagai pusat bisnis nasional, Jakarta, tentu saja, merupakan kawasan dengan tren harga properti yang terus meningkat, meski saat ini cenderung tipis. Penyesuaian NJOP ini dikhawatirkan dapat menurunkan daya tarik properti, khususnya hunian. Pencari properti akan makin bergeser ke Bodetabek, apalagi dengan pembangunan infrastruktur penghubung yang masif saat ini," ujar Country Manager Rumah.com, Marine Novita di Jakarta Kamis (19/7/2018).
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Nilai NJOP di Ibu Kota saat ini berkisar pada Rp4,7juta hingga Rp48 juta per meter persegi. Umumnya, rata-rata pemilik lahan mematok harga lebih tinggi sekitar 30% dari NJOP.
Kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat adalah kawasan dengan peningkatan tertinggi berdasarkan Rumah.com Property Index. Jakarta Selatan mencatatkan peningkatan sebesar 2,3% pada kuartal II/2018 (q-o-q). Pada kuartal I, kawasan ini mengalami penurunan sebesar 0,04%. Sementara itu, Jakarta Timur mengalami penurunan sebesar 2,1% pada kuartal II/2018 (q-o-q), setelah pada kuartal sebelumnya naik tipis 0,4% (q-o-q).
"Kebanyakan pencari hunian tampaknya sudah menyerah mencari properti di Jakarta Selatan dan Pusat, karena harga yang sudah sangat tinggi," sebutnya.
Harapan lebih besar terdapat di Jakarta Timur, di sekitar Cibubur, Cipayung, Ciracas, dan sekitarnya. Khusus Jakarta Timur, kawasan ini bakal semakin diminati karena harganya masih lebih terjangkau. Minat konsumen juga akan didorong oleh pembangunan jalan tol dan Light Rail Transit (LRT), yang aka membuat warga di sana lebih mudah menjangkau pusat Ibu Kota.
"Jika melihat fitur Project Review Rumah.com, masih ada hunian jenis rumah dengan harga Rp500 jutaan dan apartemen dengan harga Rp250 jutaan di Jakarta Timur," ungkap Marine.
Di dalam Project Review, konsumen juga bisa mendapatkan informasi jarak antara properti tersebut dengan akses tol, fasilitas umum, dan lain-lain secara detail.
Berdasarkan hasil survei Property Affordability Sentiment Index Semester II/2018 yang dilakukan Rumah.com terhadap 1.000 responden dari seluruh Indonesia, sebanyak 51% responden meyakini bahwa kenaikan NJOP ini akan berpengaruh terhadap harga properti di DKI Jakarta. Sementara itu, 18% meyakini kenaikan NJOP tidak akan berpengaruh terhadap harga properti.
Dari sisi pengembang, Direktur PT Bakrie Pangripta Loka (Pengembang Kawasan Sentra Timur Superblok), Andre R Makalam mengakui bahwa kenaikan NJOP akan menyebabkan kenaikan harga properti secara proporsional, didasarkan pada zonasi.
"Kenaikan akan tergantung dari zona properti. Di Sentra Timur, kenaikan untuk unit baru yang akan diluncurkan akan berada pada kisaran 5%. Yang akan merasakan dampak paling besar adalah Jakarta Selatan, terutama untuk properti kelas atas," ujar Andre.
Sesuai kenaikannya, minat konsumen terhadap properti di zona dengan harga yang masih terjangkau mungkin masih tetap tinggi. Sementara di zona seperti kawasan Jakarta Selatan ini yang mungkin turun. Konsumen yang menjadi peminat properti di kawasan ini akan lebih memilih wait and see, karena mereka juga harus mempertimbangkan kenaikan pajak dan sebagainya.
"Dampak terhadap peminat dan harga properti mungkin akan terlihat penurunannya dalam enam bulan ke depan," imbuh Andre.
Andre optimistis minat properti untuk kelas menengah dan menengah bawah tidak akan terpengaruh oleh kebijakan ini. Kenaikan NJOP sebesar 20% ini menurutnya masih wajar. Dia menilai keputusan ini adalah masukan dari banyak pihak. Dengan kenaikan NJOP ini harapannya Pemerintah DKI Jakarta bisa menggunakannya untuk memperbaiki fasilitas, seperti jalan, sosial, dan lain-lain.
"Hal ini akan meningkatkan iklim usaha di Jakarta. Nah, masukan-masukan yang ini juga harus diserap oleh Pemprov DKI Jakarta," pungkas Andre.
Data Rumah.com Property Index menunjukkan bahwa harga properti di DKI Jakarta pada kuartal II/2018 cenderung stabil dengan kenaikan sebesar 2,24% secara kuartalan (q-to-q). Kenaikan ini mengoreksi penurunan yang terjadi pada kuartal sebelumnya sebesar 0,39% (q-o-q). Sementara itu, secara tahunan, kenaikan harga properti di Jakarta pada kuartal II/2018 mencapai 6,22%.
Data Rumah.com Property Index ini memiliki akurasi data yang cukup tinggi untuk mengetahui dinamika yang terjadi di pasar properti di Indonesia, karena merupakan hasil analisis dari 400.000 listing properti dijual dan disewa dari seluruh Indonesia, dengan lebih dari 17 juta halaman yang dikunjungi setiap bulan dan diakses oleh lebih dari 5,5 juta pencari properti setiap bulannya.
"Sebagai pusat bisnis nasional, Jakarta, tentu saja, merupakan kawasan dengan tren harga properti yang terus meningkat, meski saat ini cenderung tipis. Penyesuaian NJOP ini dikhawatirkan dapat menurunkan daya tarik properti, khususnya hunian. Pencari properti akan makin bergeser ke Bodetabek, apalagi dengan pembangunan infrastruktur penghubung yang masif saat ini," ujar Country Manager Rumah.com, Marine Novita di Jakarta Kamis (19/7/2018).
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Nilai NJOP di Ibu Kota saat ini berkisar pada Rp4,7juta hingga Rp48 juta per meter persegi. Umumnya, rata-rata pemilik lahan mematok harga lebih tinggi sekitar 30% dari NJOP.
Kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat adalah kawasan dengan peningkatan tertinggi berdasarkan Rumah.com Property Index. Jakarta Selatan mencatatkan peningkatan sebesar 2,3% pada kuartal II/2018 (q-o-q). Pada kuartal I, kawasan ini mengalami penurunan sebesar 0,04%. Sementara itu, Jakarta Timur mengalami penurunan sebesar 2,1% pada kuartal II/2018 (q-o-q), setelah pada kuartal sebelumnya naik tipis 0,4% (q-o-q).
"Kebanyakan pencari hunian tampaknya sudah menyerah mencari properti di Jakarta Selatan dan Pusat, karena harga yang sudah sangat tinggi," sebutnya.
Harapan lebih besar terdapat di Jakarta Timur, di sekitar Cibubur, Cipayung, Ciracas, dan sekitarnya. Khusus Jakarta Timur, kawasan ini bakal semakin diminati karena harganya masih lebih terjangkau. Minat konsumen juga akan didorong oleh pembangunan jalan tol dan Light Rail Transit (LRT), yang aka membuat warga di sana lebih mudah menjangkau pusat Ibu Kota.
"Jika melihat fitur Project Review Rumah.com, masih ada hunian jenis rumah dengan harga Rp500 jutaan dan apartemen dengan harga Rp250 jutaan di Jakarta Timur," ungkap Marine.
Di dalam Project Review, konsumen juga bisa mendapatkan informasi jarak antara properti tersebut dengan akses tol, fasilitas umum, dan lain-lain secara detail.
Berdasarkan hasil survei Property Affordability Sentiment Index Semester II/2018 yang dilakukan Rumah.com terhadap 1.000 responden dari seluruh Indonesia, sebanyak 51% responden meyakini bahwa kenaikan NJOP ini akan berpengaruh terhadap harga properti di DKI Jakarta. Sementara itu, 18% meyakini kenaikan NJOP tidak akan berpengaruh terhadap harga properti.
Dari sisi pengembang, Direktur PT Bakrie Pangripta Loka (Pengembang Kawasan Sentra Timur Superblok), Andre R Makalam mengakui bahwa kenaikan NJOP akan menyebabkan kenaikan harga properti secara proporsional, didasarkan pada zonasi.
"Kenaikan akan tergantung dari zona properti. Di Sentra Timur, kenaikan untuk unit baru yang akan diluncurkan akan berada pada kisaran 5%. Yang akan merasakan dampak paling besar adalah Jakarta Selatan, terutama untuk properti kelas atas," ujar Andre.
Sesuai kenaikannya, minat konsumen terhadap properti di zona dengan harga yang masih terjangkau mungkin masih tetap tinggi. Sementara di zona seperti kawasan Jakarta Selatan ini yang mungkin turun. Konsumen yang menjadi peminat properti di kawasan ini akan lebih memilih wait and see, karena mereka juga harus mempertimbangkan kenaikan pajak dan sebagainya.
"Dampak terhadap peminat dan harga properti mungkin akan terlihat penurunannya dalam enam bulan ke depan," imbuh Andre.
Andre optimistis minat properti untuk kelas menengah dan menengah bawah tidak akan terpengaruh oleh kebijakan ini. Kenaikan NJOP sebesar 20% ini menurutnya masih wajar. Dia menilai keputusan ini adalah masukan dari banyak pihak. Dengan kenaikan NJOP ini harapannya Pemerintah DKI Jakarta bisa menggunakannya untuk memperbaiki fasilitas, seperti jalan, sosial, dan lain-lain.
"Hal ini akan meningkatkan iklim usaha di Jakarta. Nah, masukan-masukan yang ini juga harus diserap oleh Pemprov DKI Jakarta," pungkas Andre.
(fjo)