PLN Gelontorkan Rp5 Miliar per Desa di Papua
A
A
A
MERAUKE - PT PLN (Persero) menggelontorkan anggaran Rp5 miliar untuk melistriki satu desa di Papua. Dana tersebut lebih besar 10 kali lipat dibanding anggaran kelistrikan satu desa di Pulau Jawa.
Besarnya dana yang harus dikeluarkan lantaran kondisi geografis Papua yang sangat luas dan terbatasnya akses antar wilayah. Selain itu infrastruktur utama daerah juga masih belum sebaik di Pulau Jawa.
"Di Papua ini tantangannya besar sekali untuk melistriki desa-desa. Meski demikian kita akan terus mengupayakan agar Papua tidak ketinggalan dengan daerah lain soal kelistrikan. Ini sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang menginginkan agar tidak ada lagi desa yang tidak berlistrik di Indonesia," kata Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN Ahmad Rofik saat meresmikan 51 Desa Berlistrik di Desa Enem, Distrik Obaa, Kabupaten Mappi, Papua, Selasa (24/7/2018).
Dia menambahkan, di Papua dan Papua Barat terdapat sekitar 1.200 desa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 242 lebih desa sudah terlistriki. Dan tahun ini ditargetkan 435 desa baru akan mendapat aliran listrik dari PLN. Sedangkan untuk tahun depan ditargetkan sebanyak 500 desa dialiri listrik.
Untuk mencapai target tersebut, PLN akan menggandeng lima kampus yakni UI, ITB, ITS, Universitas Cendrawasih dan UGM melakukan survei daerah atau desa yang belum berlistrik. Dalam survei yang masuk Program Papua Terang itu, diharapkan dapat diketahui potensi sumber daya alam apa yang cocok untuk mengembangkan pembangkit listrik.
"Di desa-desa di Papua ini kan kalau untuk pembangkit yang cocok pembangkit listrik tenaga air, atau surya sesuai dengan kondisi alamnya. Nah di Desa Enem ini, PLN pakai PLTS (pembangkit listrik tenaga surya)," ujar Ahmad.
Khusus peresmian PLTS Enem, PLN membangun pembangkit tersebut dengan kapasitas daya sebesar 100 KWp guna melistriki 41 pelanggan yang terdapat di Desa Enem. Tidak hanya di Desa Enem, PLN juga telah membangun PLTS di 21 desa lainnya dalam memanfaatkan Energi Baru Terbarukan.
Bupati Mappi Kristosimus Agawemu mengatakan, kehadiran listrik PLN di Enem dan beberapa desa sekitarnya, menjawab kerinduan masyarakat akan adanya listrik. Dia berharap ke depan, PLN bisa terus menerangi wilayah Mappi sehingga dapat mendukung peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat.
"Kami juga akan fasilitasi PLN apabila mau membangun kantor di Mappi. Mudah-mudahan listrik ini bisa menjadi pemicu naiknya kesejahteraan masyarakat," katanya.
Sementara itu, Yohanes, 45, warga kampung Enem, Distrik Obaa, Mappi, mengaku senang bisa menikmati listrik di rumahnya. Dengan adanya listrik, kata dia, sangat mendukung kegiatan belajar anaknya yang saar ini duduk di bangku SMP. "Anak saya sekarang kalau malam bisa belajar, ini bagus sekali untuk pendidikan di masa depan," ujar Yohanes.
Warga lainnya, Rebeca, 33, mengaku senang rumahnya sudah dialiri listrik sejak tiga bulan lalu. Menurutnya, dengan adanya listrik PLN, biaya untuk penerangan di rumah kini lebih murah. Jika awalnya ketika mengunakan genset penduduk dikenakan biaya Rp10.000 per hari, kini dengan listrik yang menggunakan sistem token hanya sekitar Rp20.000-Rp30.000 per bulan.
"Kalau dulu, kalau tidak ada listrik kita pakai lampu minyak, itu Rp5.000 untuk dua atau tiga malam," ujar Rebeca yang sehari-harinya membantu suaminya bertani dan mencari ikan.
Besarnya dana yang harus dikeluarkan lantaran kondisi geografis Papua yang sangat luas dan terbatasnya akses antar wilayah. Selain itu infrastruktur utama daerah juga masih belum sebaik di Pulau Jawa.
"Di Papua ini tantangannya besar sekali untuk melistriki desa-desa. Meski demikian kita akan terus mengupayakan agar Papua tidak ketinggalan dengan daerah lain soal kelistrikan. Ini sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang menginginkan agar tidak ada lagi desa yang tidak berlistrik di Indonesia," kata Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PLN Ahmad Rofik saat meresmikan 51 Desa Berlistrik di Desa Enem, Distrik Obaa, Kabupaten Mappi, Papua, Selasa (24/7/2018).
Dia menambahkan, di Papua dan Papua Barat terdapat sekitar 1.200 desa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 242 lebih desa sudah terlistriki. Dan tahun ini ditargetkan 435 desa baru akan mendapat aliran listrik dari PLN. Sedangkan untuk tahun depan ditargetkan sebanyak 500 desa dialiri listrik.
Untuk mencapai target tersebut, PLN akan menggandeng lima kampus yakni UI, ITB, ITS, Universitas Cendrawasih dan UGM melakukan survei daerah atau desa yang belum berlistrik. Dalam survei yang masuk Program Papua Terang itu, diharapkan dapat diketahui potensi sumber daya alam apa yang cocok untuk mengembangkan pembangkit listrik.
"Di desa-desa di Papua ini kan kalau untuk pembangkit yang cocok pembangkit listrik tenaga air, atau surya sesuai dengan kondisi alamnya. Nah di Desa Enem ini, PLN pakai PLTS (pembangkit listrik tenaga surya)," ujar Ahmad.
Khusus peresmian PLTS Enem, PLN membangun pembangkit tersebut dengan kapasitas daya sebesar 100 KWp guna melistriki 41 pelanggan yang terdapat di Desa Enem. Tidak hanya di Desa Enem, PLN juga telah membangun PLTS di 21 desa lainnya dalam memanfaatkan Energi Baru Terbarukan.
Bupati Mappi Kristosimus Agawemu mengatakan, kehadiran listrik PLN di Enem dan beberapa desa sekitarnya, menjawab kerinduan masyarakat akan adanya listrik. Dia berharap ke depan, PLN bisa terus menerangi wilayah Mappi sehingga dapat mendukung peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat.
"Kami juga akan fasilitasi PLN apabila mau membangun kantor di Mappi. Mudah-mudahan listrik ini bisa menjadi pemicu naiknya kesejahteraan masyarakat," katanya.
Sementara itu, Yohanes, 45, warga kampung Enem, Distrik Obaa, Mappi, mengaku senang bisa menikmati listrik di rumahnya. Dengan adanya listrik, kata dia, sangat mendukung kegiatan belajar anaknya yang saar ini duduk di bangku SMP. "Anak saya sekarang kalau malam bisa belajar, ini bagus sekali untuk pendidikan di masa depan," ujar Yohanes.
Warga lainnya, Rebeca, 33, mengaku senang rumahnya sudah dialiri listrik sejak tiga bulan lalu. Menurutnya, dengan adanya listrik PLN, biaya untuk penerangan di rumah kini lebih murah. Jika awalnya ketika mengunakan genset penduduk dikenakan biaya Rp10.000 per hari, kini dengan listrik yang menggunakan sistem token hanya sekitar Rp20.000-Rp30.000 per bulan.
"Kalau dulu, kalau tidak ada listrik kita pakai lampu minyak, itu Rp5.000 untuk dua atau tiga malam," ujar Rebeca yang sehari-harinya membantu suaminya bertani dan mencari ikan.
(ven)