Perusahaan Diminta Terbuka Soal Gaji
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan diminta jujur untuk melaporkan gaji yang sebenarnya kepada BPJS Ketenagakerjaan agar pekerja tidak dirugikan ketika menerima manfaat Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun.
Praktisi jaminan sosial Imam Nurachmad mengatakan, masih banyak perusahaan yang melaporkan gaji/upah pekerja yang bukan semestinya. "Kondisi ini merugikan pekerja karena ketika terjadi klaim maka kompensasi yang diterima pekerja tidak sebesar yang diharapkan," ujar Imam pada acara Simposium Nassional Peningkatan Manfaat dan Layanan BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, kemarin.
Dia mencontohkan, saat pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), maka besaran uang diterima jauh lebih kecil karena iuran yang diberikan perusahaan tidak sebesar upah yang dibayarkan.
Imam, yang secara aturan sudah memasuki usia pensiun (56 tahun) sudah menerima manfaat JHT dengan besaran sesuai dengan gaji yang diterimanya. "Besarannya, lumayan," ungkapnya.
Terkait Jaminan Pensiun (JP), dia mengimbau agar besaran premi (iuran) diperbesar agar pekerja mendapat manfaat pensiun yang signifikan. Menurut dia pekerja bersedia menambah iuran hingga 2% gaji agar besaran manfaat pensiun lebih besar. Saat ini iuran JP sebesar 3%, dimana pemberi kerja mengiur 2% dan pekerja 1%.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) Agus Susanto mengatakan, sudah lama mengingatkan pengusaha dan direksi perusahaan untuk melaporkan upah yang seharusnya. Pada sejumlah kasus pengajuan klaim, masih ada keluhan dari pekerja bahwa mereka tidak mendapat santunan sebagaimana mestinya.
"Karena itu, BPJSTK juga sudah membuat sistem online dimana pekerja bisa melaporkan semua hal, tentang perusahaan, baik dari segi kepesertaan maupun besaran upah," katanya.
Misalnya, dia mengungkapkan, perusahaan mendaftarkan sebagian pekerjanya atau mendaftarkan sebagian upah pekerjanya (bukan upah sebenarnya, misalnya hanya gaji pokok atau hanya setara UMR).
Dengan sistem online BPJSTKU yang kini dikembangkan BPJS Ketenagakerjaan, pekerja bisa melaporkan kondisi perusahaan di mana saja seperti halnya pekerja berselancar di dunia maya. (Rakhmat Baihaqi)
Praktisi jaminan sosial Imam Nurachmad mengatakan, masih banyak perusahaan yang melaporkan gaji/upah pekerja yang bukan semestinya. "Kondisi ini merugikan pekerja karena ketika terjadi klaim maka kompensasi yang diterima pekerja tidak sebesar yang diharapkan," ujar Imam pada acara Simposium Nassional Peningkatan Manfaat dan Layanan BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, kemarin.
Dia mencontohkan, saat pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), maka besaran uang diterima jauh lebih kecil karena iuran yang diberikan perusahaan tidak sebesar upah yang dibayarkan.
Imam, yang secara aturan sudah memasuki usia pensiun (56 tahun) sudah menerima manfaat JHT dengan besaran sesuai dengan gaji yang diterimanya. "Besarannya, lumayan," ungkapnya.
Terkait Jaminan Pensiun (JP), dia mengimbau agar besaran premi (iuran) diperbesar agar pekerja mendapat manfaat pensiun yang signifikan. Menurut dia pekerja bersedia menambah iuran hingga 2% gaji agar besaran manfaat pensiun lebih besar. Saat ini iuran JP sebesar 3%, dimana pemberi kerja mengiur 2% dan pekerja 1%.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) Agus Susanto mengatakan, sudah lama mengingatkan pengusaha dan direksi perusahaan untuk melaporkan upah yang seharusnya. Pada sejumlah kasus pengajuan klaim, masih ada keluhan dari pekerja bahwa mereka tidak mendapat santunan sebagaimana mestinya.
"Karena itu, BPJSTK juga sudah membuat sistem online dimana pekerja bisa melaporkan semua hal, tentang perusahaan, baik dari segi kepesertaan maupun besaran upah," katanya.
Misalnya, dia mengungkapkan, perusahaan mendaftarkan sebagian pekerjanya atau mendaftarkan sebagian upah pekerjanya (bukan upah sebenarnya, misalnya hanya gaji pokok atau hanya setara UMR).
Dengan sistem online BPJSTKU yang kini dikembangkan BPJS Ketenagakerjaan, pekerja bisa melaporkan kondisi perusahaan di mana saja seperti halnya pekerja berselancar di dunia maya. (Rakhmat Baihaqi)
(nfl)