Kementan Tekankan Pentingnya Kemitraan di Industri Susu Nasional
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan Permentan 26 tahun 2017 walaupun sudah direvisi, telah menyadarkan atau menggugah semua pihak bahwa keberpihakan pada peternak pada prinsipnya sangat diperlukan. Hal ini agar peternak yang kecil dan besar, serta para pelaku yang di hilir dan yang di hulu tumbuh bersama untuk keseimbangan ekonomi.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmit di Jakarta, Rabu (15/8/2018). Sambung dia menjelaskan, perubahan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan Permentan Nomor 33 Tahun 2018 tentang penyediaan dan pembelian susu merupakan konsekuensi dari keputusan DBS WTO. Karena itu, beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan hortikultura dan peternakan harus direvisi.
“Kementan sangat mengapresiasi semakin tingginya komitmen para pelaku yang besar dan pelaku hilir, untuk selalu membangun kemitraan dengan peternak dan pelaku di hulu,” jelas I Ketut Diarmit
Apalagi kondisi saat ini, dikatakan Ketut, dinamika global yang terus menggerus nilai rupiah. Dampaknya, pasokan bahan baku (susu) impor dirasakan semakin mahal. Substusi bahan baku (susu) dalam negeri, menjadi sangat dibutuhkan agar produk olahan susunya tetap mampu bersaing, baik dipasar domestik maupun pasar Asean/Asia.
“Jika kita berani menjadi anggota WTO, risikonya adalah kita harus mampu mensinergikan aturan aturan atau regulasi kita terhadap aturan yang ada di WTO. Setelah kita sinergikan, bukan berarti kita harus habis akal,” ucapnya.
“Kita harusnya menghimbau terus menerus para Integrator untuk terus memperkuat penyerapan atau pemanfaatan produk dalam negeri. Semangat ini yg harus ditumbuh kembangkan untuk dignity bangsa,” lanjut Ketut.
Ia juga menegaskan dalam permentan nomor 30/2018 prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi. Perubahan ini dilakukan karena ada keberatan dari AS dan ancaman akan menghilangkan program GSP terhadap komoditas ekspor Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor produk Indonesia ke AS.
“Dengan perubahan permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningktan populasi dan produksi susu segar dalam negeri. Pelaksanaan kemitraan ini tetap kita dorong untuk dilakukan oleh seluruh pelaku usaha persusuan nasional,” tegasnya.
Perlu diketahui, karena Permentan 26/2017, proposal kemitraan yang masuk hingga 6 Agustus 2018 sebanyak 99 proposal dari 118 perusahaan, terdiri dari IPS 30 dan importir 88 perusahaan dengan nilai investasi Rp751,7 miliar.
Adapun bantuan yang diberikan Kementan untuk memajukan peternak yakni Asuransi ternak sapi bersubsisi, IB dalam program Upsus Siwab, KUR khusus untuk pembiakan sapi, memfasilitasi kapal khusus ternak. “Memfasilitasi kemitraan. Ini harus segera kita siapkan regulasi pengganti karena paling dirasakan manfaatnya langsung para Peternak dan lintas kementerian dan lembaga terutama Kemenkop UMKM,” tandas Ketut.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmit di Jakarta, Rabu (15/8/2018). Sambung dia menjelaskan, perubahan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 menjadi Permentan Nomor 30 Tahun 2018 dan Permentan Nomor 33 Tahun 2018 tentang penyediaan dan pembelian susu merupakan konsekuensi dari keputusan DBS WTO. Karena itu, beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan hortikultura dan peternakan harus direvisi.
“Kementan sangat mengapresiasi semakin tingginya komitmen para pelaku yang besar dan pelaku hilir, untuk selalu membangun kemitraan dengan peternak dan pelaku di hulu,” jelas I Ketut Diarmit
Apalagi kondisi saat ini, dikatakan Ketut, dinamika global yang terus menggerus nilai rupiah. Dampaknya, pasokan bahan baku (susu) impor dirasakan semakin mahal. Substusi bahan baku (susu) dalam negeri, menjadi sangat dibutuhkan agar produk olahan susunya tetap mampu bersaing, baik dipasar domestik maupun pasar Asean/Asia.
“Jika kita berani menjadi anggota WTO, risikonya adalah kita harus mampu mensinergikan aturan aturan atau regulasi kita terhadap aturan yang ada di WTO. Setelah kita sinergikan, bukan berarti kita harus habis akal,” ucapnya.
“Kita harusnya menghimbau terus menerus para Integrator untuk terus memperkuat penyerapan atau pemanfaatan produk dalam negeri. Semangat ini yg harus ditumbuh kembangkan untuk dignity bangsa,” lanjut Ketut.
Ia juga menegaskan dalam permentan nomor 30/2018 prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi. Perubahan ini dilakukan karena ada keberatan dari AS dan ancaman akan menghilangkan program GSP terhadap komoditas ekspor Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor produk Indonesia ke AS.
“Dengan perubahan permentan tersebut, program kemitraan antara pelaku usaha persusuan nasional dan peternak tetap diatur dalam rangka peningktan populasi dan produksi susu segar dalam negeri. Pelaksanaan kemitraan ini tetap kita dorong untuk dilakukan oleh seluruh pelaku usaha persusuan nasional,” tegasnya.
Perlu diketahui, karena Permentan 26/2017, proposal kemitraan yang masuk hingga 6 Agustus 2018 sebanyak 99 proposal dari 118 perusahaan, terdiri dari IPS 30 dan importir 88 perusahaan dengan nilai investasi Rp751,7 miliar.
Adapun bantuan yang diberikan Kementan untuk memajukan peternak yakni Asuransi ternak sapi bersubsisi, IB dalam program Upsus Siwab, KUR khusus untuk pembiakan sapi, memfasilitasi kapal khusus ternak. “Memfasilitasi kemitraan. Ini harus segera kita siapkan regulasi pengganti karena paling dirasakan manfaatnya langsung para Peternak dan lintas kementerian dan lembaga terutama Kemenkop UMKM,” tandas Ketut.
(akr)