IAP Minta Pemerintah Terbitkan Permen ATR Soal Penyusunan RDTR

Rabu, 15 Agustus 2018 - 22:09 WIB
IAP Minta Pemerintah...
IAP Minta Pemerintah Terbitkan Permen ATR Soal Penyusunan RDTR
A A A
JAKARTA - Upaya pemerintah meningkatan daya saing global dan kemudahan investasi dengan menerapkan sistem perizinan terintegrasi (online single submission/OSS) tidak akan optimal jika semua kabupaten dan kota di Indonesia belum memiliki Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonosaputro menjelaskan, saat ini jumlah kabupaten dan kota yang ada di Indonesia sekitar 500-an. Sedangkan yang sudah memiliki RDTR baru 42 kabupaten dan kota. Kondisi ini akan menghambat rencana investasi prioritas di kota-kota yang belum memiliki RDTR.

Oleh karena itu, IAP mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang mengatur penyusunan RDTR dan aturan zonasi. Hal ini dinilai penting agar percepatan penetapan RDTR kabupaten dan kota di Indonesia bisa dilakukan.

"Penetapan RDTR ini berkaitan dengan politik. Rancangannya baru bisa berlaku jika sudah disahkan lewat Peraturan Daerah (Perda) di DPRD. Saat ini, Permen ATR yang mengatur pengusunan RDTR dan aturan zonasi itu sangat penting. Jadi tidak sulit bagi pemerintah untuk melakukan percepatan," kata Bernardus dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Rabu (15/8/2018).

Bernardus menilai, sekitar 200 kota dan kabupaten ditargetkan bisa memiliki RDTR sampai akhir 2018 ini, sulit tercapai. Karena memang berkaitan dengan faktor politik tadi. Menurutnya, penyusunan RDTR di lapangan sudah bisa rampung dalam waktu enam bulan. Namun, proses yang akan memakan waktu lama adalah di DPRD.

IAP memperkirakan, separuh target pemerintah itu bisa tercapai dengan catatan Permen ATR tentang penyususnan RDTR dan aturan zonasi sudah terbit, serta melibatkan ahli perencana dalam proses percepatan penyusunan itu.

Bernardus menambahkan, managemen proses penyusunan RDTR sangat teknis sehingga pemerintah harus bekerja sama dengan aosiasi profesi. Keterlibatan ahli perencana sangat diperlukan. Pasalnya, berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2007, RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 tahun dan hanya bisa ditinjau kembali setiap lima tahun.

Dengan masa waktunya yang sangat panjang, IAP menekankan RDTR harus dirancang dengan matang agar bisa berlaku dalam lintas rezim. Dengan begitu, perencanaan kabupaten dan kota bisa tetap berjalan dengan baik walupun pemerintahannya silih berganti.

Sambung dia, hal yang penting diperhatikan percepatan penyelesaian RDTR tersebut harus sinkron dan koheren dengan kebijakan-kebijakan terkait lainnya.

Pertama, harus sinkron dengan kebijakan satu peta (one map policy) yang diatur dalam Perpres No 9 Tahun 2016, dimana mensyaratkan adanya kesatuan informasi geotematik spasial pada skala 1:50.000 yang dapat mendukung perencanaan ruang. "Padahal, dalam penyusunan RDTR harus menggunakan skala 1: 5.000. Ini yang harus disinkronkan," kata Bernardus.

Kedua, pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 dimana penyusunan RDTR dilengkapi dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Sinkronisasi dibutuhkan tidak hanya dalam level kebijakan antar kementerian/lembaga terkait, tapi juga pada level teknis pelaksanaan yang melibatkan tenaga-tenaga ahli bidang penataan ruang. Ketidaksinkronan kebijakan dan pelaksanaan dapat menghambat dan memperlambat proses penyelesaian percepatan RDTR di kabupaten dan kota.

Oleh karena itu, Bernardus meminta pemerintah untuk melibatkan IAP dalam merekomendasikan tenaga ahli perencana yang memiliki kompetensi dalam penyusunan RDTR, kebijakan satu peta dan pelaksanaan KLHS.

"Bersama-sama dengan kementerian/lembaga terkait, IAP terlibat dalam proses validasi dan penjaminan mutu hasil pekerjaan penyelesaian percepatan RDTR, kebijakan satu peta dan pelaksanaan KLHS," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1267 seconds (0.1#10.140)