Inovasi dan Ekspansi GO-JEK Tanpa Henti
A
A
A
GO-JEK terus berinovasi dengan menghadirkan layanan yang semakin memudahkan pengguna.Go-Jek juga semakin mantap mengembangkan layanannya di dalam negeri, menyusul penetrasi regional.
Berawal dari kebutuhan founder sekaligus CEO Go-Jek Nadiem Makarim yang merasa tidak puas dengan jasa dan ketersediaan moda transportasi ojek di Ibu Kota, permintaan akan kendaraan roda dua itu berlimpah, tetapi tidak sebanding dengan kehadirannya.
“Saya dulu kalau ke mana-mana naik ojek. Karena kalau naik mobil nggak akan nyampe ,” ujar pria 34 tahun ini dalam sebuah kesempatan. Belum lagi, waktu terbuang percuma bagi para tukang ojek untuk menunggu konsumen yang datang. Jika waktu menunggu ini dapat dihilangkan, tentu akan lebih efektif dan menghasilkan kerja yang lebih produktif.
Dari ide sederhana itulah, Go-Jek akhirnya kini dapat menjelma menjadi unicorn pertama Indonesia. Bagaimana tidak, berbagai perusahaan digital papan atas, seperti Google dan Tencent, termasuk Astra sebagai perusahaan automotif, berlomba-lomba menginjeksikan dana segar kepada bisnis karya anak bangsa ini.
Tidak tanggung-tanggung, gelontoran dana ini mencapai Rp54 triliun yang diprakarsai perusahaan konglomerasi, baik dalam maupun luar negeri. Bisnis ojek ala Go-Jek saat ini bisa disejajarkan dengan perusahaan-perusahaan konglomerasi di Tanah Air. Go-Jek mengukuhkan misi peningkatan pendapatan dan kehidupan rakyat Indonesia di sektor informal.
Nadiem mencoba merangkumnya dalam tiga nilai, yakni kecepatan, inovasi, dan dampak sosial. Hal ini bukan sekadar janji semata, Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LD FEB UI), telah membuktikannya. LD FEB menyurvei pendapatan rata-rata pengemudi paruh dan penuh waktu di Go-Jek.
Hasilnya 1,25 kali lebih tinggi daripada rata-rata upah minimum kabupaten dan kota di sembilan wilayah (Jabodetabek, Yogyakarta, Makassar, Denpasar, Bandung, dan lainnya) yang disurvei senilai Rp2,8 juta per bulan.
Riset LD FEB UI di Jakarta, Sabtu (14/7), mengungkapkan, 90% mitra pengemudi Go-Jek merasa kualitas hidupnya jauh lebih baik setelah bergabung dengan Go-Jek. Riset itu juga menyebutkan, pendapatan pengemudi ojek online juga meningkat 44% setelah bergabung dengan Go- Jek.
Nama Nadiem sendiri masuk daftar 150 orang terkaya Indonesia versi Globe Asia. Pundi-pundi kekayaannya bertambah hingga USD100 juta (Rp1,4 triliun). Go-Jek yang awalnya hanya membuka layanan ojek online pada 2010 kini menjadi salah satu bisnis paling bernilai.
Dengan dampak yang besar terhadap perubahan bisnis transportasi di Indonesia, Go-Jek menjadi satu-satunya perusahaan Asia Tenggara yang masuk daftar Top 50 Company Fortune Change the World 2017.
Setahun setelah diluncurkan, perusahaan tersebut menggalang dana hingga USD500 juta dari KKR dan Warburg Pincus. Apa yang membuat Go-Jek besar adalah inovasi yang terus digulirkan, yakni menyandingkan ojek dengan teknologi informasi. Hasilnya seperti yang kita lihat, masyarakat sekarang mengenal Go-Jek bukan hanya mengantar orang, melainkan juga barang dan jasa.
Angkutan mobil, layanan makanan, pijat, membersihkan rumah, mengantarkan obat, membeli tiket, hingga terkoneksi dengan Transjakarta adalah segenap inovasi yang sudah dilakukan Go-Jek.
Keamanan ternyata juga menjadi perhatian Go-Jek. Untuk keselamatan para pengemudi dan penumpangnya, Go-Jek menjanjikan asuransi penuh sebesar Rp10 juta kepada keduanya jika terjadi kecelakaan di jalan. Hal tersebut menjadi salah satu inovasi yang dimiliki perusahaan ride sharing ini.
“Go-Jek mengasuransi 100% penumpang dan pengemudi sebesar 10 juta jika terjadi kecelakaan. Kecelakaan di-cover penuh 100% biayanya,” ucap Nadiem. Go-Jek juga memiliki standard operating procedure yang sudah ditetapkan kepada para pengemudinya agar dapat menjalankan pesanan dengan baik.
Untuk urusan ini, Go-Jek juga bekerja sama dengan Rifat Drive Labs dengan memberikan training kepada driver agar dapat mengemudi dan mengantarkan barang secara cepat dan baik.
“Go-Jek sudah mengantisipasi karena ketika transportasi massa sudah bagus, bagaimana nanti nasib ojek-ojek dalam kota yang bisa mencapai 200.000. Maka itu, produk kami tidak hanya ojek, tetapi juga kurir antar barang, siapa tahu ke depannya akan ada inovasi lain, seperti jasa mengganti oli dan sebagainya,” kata Nadiem.
Berawal dari kebutuhan founder sekaligus CEO Go-Jek Nadiem Makarim yang merasa tidak puas dengan jasa dan ketersediaan moda transportasi ojek di Ibu Kota, permintaan akan kendaraan roda dua itu berlimpah, tetapi tidak sebanding dengan kehadirannya.
“Saya dulu kalau ke mana-mana naik ojek. Karena kalau naik mobil nggak akan nyampe ,” ujar pria 34 tahun ini dalam sebuah kesempatan. Belum lagi, waktu terbuang percuma bagi para tukang ojek untuk menunggu konsumen yang datang. Jika waktu menunggu ini dapat dihilangkan, tentu akan lebih efektif dan menghasilkan kerja yang lebih produktif.
Dari ide sederhana itulah, Go-Jek akhirnya kini dapat menjelma menjadi unicorn pertama Indonesia. Bagaimana tidak, berbagai perusahaan digital papan atas, seperti Google dan Tencent, termasuk Astra sebagai perusahaan automotif, berlomba-lomba menginjeksikan dana segar kepada bisnis karya anak bangsa ini.
Tidak tanggung-tanggung, gelontoran dana ini mencapai Rp54 triliun yang diprakarsai perusahaan konglomerasi, baik dalam maupun luar negeri. Bisnis ojek ala Go-Jek saat ini bisa disejajarkan dengan perusahaan-perusahaan konglomerasi di Tanah Air. Go-Jek mengukuhkan misi peningkatan pendapatan dan kehidupan rakyat Indonesia di sektor informal.
Nadiem mencoba merangkumnya dalam tiga nilai, yakni kecepatan, inovasi, dan dampak sosial. Hal ini bukan sekadar janji semata, Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LD FEB UI), telah membuktikannya. LD FEB menyurvei pendapatan rata-rata pengemudi paruh dan penuh waktu di Go-Jek.
Hasilnya 1,25 kali lebih tinggi daripada rata-rata upah minimum kabupaten dan kota di sembilan wilayah (Jabodetabek, Yogyakarta, Makassar, Denpasar, Bandung, dan lainnya) yang disurvei senilai Rp2,8 juta per bulan.
Riset LD FEB UI di Jakarta, Sabtu (14/7), mengungkapkan, 90% mitra pengemudi Go-Jek merasa kualitas hidupnya jauh lebih baik setelah bergabung dengan Go-Jek. Riset itu juga menyebutkan, pendapatan pengemudi ojek online juga meningkat 44% setelah bergabung dengan Go- Jek.
Nama Nadiem sendiri masuk daftar 150 orang terkaya Indonesia versi Globe Asia. Pundi-pundi kekayaannya bertambah hingga USD100 juta (Rp1,4 triliun). Go-Jek yang awalnya hanya membuka layanan ojek online pada 2010 kini menjadi salah satu bisnis paling bernilai.
Dengan dampak yang besar terhadap perubahan bisnis transportasi di Indonesia, Go-Jek menjadi satu-satunya perusahaan Asia Tenggara yang masuk daftar Top 50 Company Fortune Change the World 2017.
Setahun setelah diluncurkan, perusahaan tersebut menggalang dana hingga USD500 juta dari KKR dan Warburg Pincus. Apa yang membuat Go-Jek besar adalah inovasi yang terus digulirkan, yakni menyandingkan ojek dengan teknologi informasi. Hasilnya seperti yang kita lihat, masyarakat sekarang mengenal Go-Jek bukan hanya mengantar orang, melainkan juga barang dan jasa.
Angkutan mobil, layanan makanan, pijat, membersihkan rumah, mengantarkan obat, membeli tiket, hingga terkoneksi dengan Transjakarta adalah segenap inovasi yang sudah dilakukan Go-Jek.
Keamanan ternyata juga menjadi perhatian Go-Jek. Untuk keselamatan para pengemudi dan penumpangnya, Go-Jek menjanjikan asuransi penuh sebesar Rp10 juta kepada keduanya jika terjadi kecelakaan di jalan. Hal tersebut menjadi salah satu inovasi yang dimiliki perusahaan ride sharing ini.
“Go-Jek mengasuransi 100% penumpang dan pengemudi sebesar 10 juta jika terjadi kecelakaan. Kecelakaan di-cover penuh 100% biayanya,” ucap Nadiem. Go-Jek juga memiliki standard operating procedure yang sudah ditetapkan kepada para pengemudinya agar dapat menjalankan pesanan dengan baik.
Untuk urusan ini, Go-Jek juga bekerja sama dengan Rifat Drive Labs dengan memberikan training kepada driver agar dapat mengemudi dan mengantarkan barang secara cepat dan baik.
“Go-Jek sudah mengantisipasi karena ketika transportasi massa sudah bagus, bagaimana nanti nasib ojek-ojek dalam kota yang bisa mencapai 200.000. Maka itu, produk kami tidak hanya ojek, tetapi juga kurir antar barang, siapa tahu ke depannya akan ada inovasi lain, seperti jasa mengganti oli dan sebagainya,” kata Nadiem.
(don)