Kenaikan 5% Gaji PNS Dinilai Bikin Tantangan Ekonomi Makin Berat
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang akan menaikkan gaji pokok dan uang pensiun pokok bagi aparatur sipil negara (ASN) sebesar rata-rata 5% mulai tahun 2019 dinilai bakal membuat tantangan ekonomi kedepannya menjadi sangat berat. Menurut Ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, langkah yang dilakukan pemerintah hanya bersifat populis dan politis.
"Tahun 2019 tantangan ekonomi semakin berat. Kinerja ekspor yang jelas melambat, kemudian investasi akan tertunda khwatir situasi politik. Jalan pintas pemerintah untk dorong ekonomi tumbuh 5,3% hanya dari konsumsi rumah tangga," ujar Ekonom Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Sabtu (18/8/2018).
Lebih lanjut, Ia menerangkan bahwa kebijakan ini dinilai hanya membuat Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar lebih loyal. Menurutnya pemerintah hanya sekedar cari cari alasan dengan tujuan membuat PNS loyal ke pemerintah saat ini.
"Kebijakan kenaikan gaji pns sangat populis dan kental muatan politiknya. Ini hanya mengulang alasan kenaikan THR PNS tahun 2018 yang tumbuh 68,9%. Dulu juga bilangnya THR PNS naik karena gaji PNS sebelumnya tidak naik. Selain untuk kepentingan politik, kenaikan gaji pokok PNS juga berfungsi mendongkrak konsumsi rumah tangga," paparnya
Dia menambahkan, pekerjaan PNS dinilai belum sebanding dengan kenaikan gaji yang bakal diberikan oleh pemerintah. Sebab, tidak diiringi dengan kualitas pelayanan yang masih kurang.
"Kritik lain soal kinerja pegawai negeri yang masih jauh dari kata memuaskan. Kenaikan gaji seharusnya berbarengan dengan kenaikan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Fakta bahwa 64% PNS hanya bisa jadi juru ketik (data Menpan RB), tentunya tidak sesuai dengan kenaikan gaji pokok," terang dia.
"Tahun 2019 tantangan ekonomi semakin berat. Kinerja ekspor yang jelas melambat, kemudian investasi akan tertunda khwatir situasi politik. Jalan pintas pemerintah untk dorong ekonomi tumbuh 5,3% hanya dari konsumsi rumah tangga," ujar Ekonom Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Sabtu (18/8/2018).
Lebih lanjut, Ia menerangkan bahwa kebijakan ini dinilai hanya membuat Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar lebih loyal. Menurutnya pemerintah hanya sekedar cari cari alasan dengan tujuan membuat PNS loyal ke pemerintah saat ini.
"Kebijakan kenaikan gaji pns sangat populis dan kental muatan politiknya. Ini hanya mengulang alasan kenaikan THR PNS tahun 2018 yang tumbuh 68,9%. Dulu juga bilangnya THR PNS naik karena gaji PNS sebelumnya tidak naik. Selain untuk kepentingan politik, kenaikan gaji pokok PNS juga berfungsi mendongkrak konsumsi rumah tangga," paparnya
Dia menambahkan, pekerjaan PNS dinilai belum sebanding dengan kenaikan gaji yang bakal diberikan oleh pemerintah. Sebab, tidak diiringi dengan kualitas pelayanan yang masih kurang.
"Kritik lain soal kinerja pegawai negeri yang masih jauh dari kata memuaskan. Kenaikan gaji seharusnya berbarengan dengan kenaikan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Fakta bahwa 64% PNS hanya bisa jadi juru ketik (data Menpan RB), tentunya tidak sesuai dengan kenaikan gaji pokok," terang dia.
(akr)