Cegah Benih Oplosan Beredar, Importir Bawang Putih Didampingi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) bergerak cepat mengantisipasi maraknya peredaran benih bawang putih palsu dan oplosan. Selain menyurati dinas pertanian seluruh Indonesia untuk waspada, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan juga gencar melakukan sosialisasi dan pendampingan bagi importir yang terkena wajib tanam dan berproduksi sesuai ketentuan Permentan 38 tahun 2017 dan Permentan 24 tahun 2018.
Setelah sebelumnya mengundang 81 importir pemegang RIPH 2017, Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura kembali memanggil perwakilan 15 importir bawang putih pemegang RIPH 2018 untuk diberikan pembekalan teknis budidaya yang meliputi pemilihan benih hingga panen.
"Kami menekankan pada kehati-hatian importir dalam memilih dan membeli benih bawang putih agar tidak terkecoh dengan benih palsu atau oplosan,” demikian dikatakan Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Prihasto Setyanto saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Dia menjelaskan pendampingan ini sangat bermanfaat untuk mendapatkan benih berkualitas ke depanya. Karena sekali salah dalam memilih dan membeli benih, akan berdampak gagalnya produksi yang bisa membuat efek traumatis bagi petani. Pasalnya saat ini petani sedang giat-giatnya menanam kembali bawang putih setelah puluhan tahun tiarap.
“Benih bawang putih yang direkomendasikan cocok ditanam yaitu varietas lokal lumbu hijau, lumbu kuning, lumbu putih, tawangmangu baru, sangga sembalun dan satu jenis impor asal Taiwan bernama Great Black Leaf (GBL),” jelasnya.
“Selebihnya kami tidak rekomendasikan karena potensi gagal berumbinya sangat besar, terlebih jenis bawang konsumsi impor asal China yang hingga kini merajai pasaran Indonesia,” lanjut Prihasto.
Saat disinggung bagaimana cara membedakan benih asli dengan benih palsu, diakui Prihasto gampang gampang susah. Terutama bagi importir atau petani baru, mereka biasanya menilai bawang putih untuk benih maupun untuk konsumsi sangat mirip, jadi sulit dibedakan.
Prihasto mengungkapkan benih lokal atau GBL cenderung siungnya tidak simetris, sementara bawang impor China siung yang melingkari batang umbi satu dengan lain cenderung simetris. Bawang lokal biasanya ukuran umbinya lebih kecil kecil sehingga kalau dibelah siungnya, benih tampak sudah keluar tunasnya.
“Untuk membantu memudahkan identifikasi, sudah kami beri sampel 6 jenis benih yang direkomendasikan kepada para importir, sekaligus contoh bawang impor konsumsi asal China sebagai pembanding,” ungkapnya.
Salah seorang importir bawang putih, Afan menyebutkan, pendampingan dini dari Kementerian Pertanian dirasakannya sangat bermanfaat. Selain menjadikan makin tahu tentang teknis budidaya, juga membuat pelaku usaha lebih waspada dengan benih-benih palsu di lapangan. “Karena faktanya kami ini sangat rentan ditipu oleh penyedia benih nakal, karena ketidaktahuan kami,” terang dia.
Menyikapi masih mahalnya harga benih lokal, para importir umumnya meminta petugas Kementerian Pertanian agar membantu menjelaskan dan meyakinkan petani agar mau menanam benih impor GBL asal Taiwan yang harganya lebih murah.
Terpisah Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi menghimbau agar pelaku usaha atau importir bawang putih meningkatkan kewaspadaan terhadap peredaran benih bawang putih yang tidak sesuai dengan ketentuan label/sertifikat (benih bawang putih palsu 100 % dan atau campuran.
“Apabila terdapat keraguan terhadap kebenaran varietas benih bawang putih dan atau kualifikasi penyedia sebelum proses pengadaan atau pembelian agar segera berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) setempat dan atau Direktorat Jenderal Hortikultura cq. Direktorat Perbenihan Hortikultura dan Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat,” bebernya.
Perlu diketahui, indikasi pemalsuan dan pengoplosan benih bawang putih yang dilakukan para penangkar dan pengedar benih kini mulai bermunculan. Modusnya diantaranya dengan memalsukan label BPSB, menjual bawang putih konsumsi sebagai benih, serta mengoplos benih dengan bawang putih konsumsi. Ada juga yang labelnya sesuai tapi isinya dalam karung ternyata benih palsu atau oplosan. Motifnya diduga meraup untung besar dari selisih harga bawang putih untuk benih dan konsumsi.
Setelah sebelumnya mengundang 81 importir pemegang RIPH 2017, Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura kembali memanggil perwakilan 15 importir bawang putih pemegang RIPH 2018 untuk diberikan pembekalan teknis budidaya yang meliputi pemilihan benih hingga panen.
"Kami menekankan pada kehati-hatian importir dalam memilih dan membeli benih bawang putih agar tidak terkecoh dengan benih palsu atau oplosan,” demikian dikatakan Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Prihasto Setyanto saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Dia menjelaskan pendampingan ini sangat bermanfaat untuk mendapatkan benih berkualitas ke depanya. Karena sekali salah dalam memilih dan membeli benih, akan berdampak gagalnya produksi yang bisa membuat efek traumatis bagi petani. Pasalnya saat ini petani sedang giat-giatnya menanam kembali bawang putih setelah puluhan tahun tiarap.
“Benih bawang putih yang direkomendasikan cocok ditanam yaitu varietas lokal lumbu hijau, lumbu kuning, lumbu putih, tawangmangu baru, sangga sembalun dan satu jenis impor asal Taiwan bernama Great Black Leaf (GBL),” jelasnya.
“Selebihnya kami tidak rekomendasikan karena potensi gagal berumbinya sangat besar, terlebih jenis bawang konsumsi impor asal China yang hingga kini merajai pasaran Indonesia,” lanjut Prihasto.
Saat disinggung bagaimana cara membedakan benih asli dengan benih palsu, diakui Prihasto gampang gampang susah. Terutama bagi importir atau petani baru, mereka biasanya menilai bawang putih untuk benih maupun untuk konsumsi sangat mirip, jadi sulit dibedakan.
Prihasto mengungkapkan benih lokal atau GBL cenderung siungnya tidak simetris, sementara bawang impor China siung yang melingkari batang umbi satu dengan lain cenderung simetris. Bawang lokal biasanya ukuran umbinya lebih kecil kecil sehingga kalau dibelah siungnya, benih tampak sudah keluar tunasnya.
“Untuk membantu memudahkan identifikasi, sudah kami beri sampel 6 jenis benih yang direkomendasikan kepada para importir, sekaligus contoh bawang impor konsumsi asal China sebagai pembanding,” ungkapnya.
Salah seorang importir bawang putih, Afan menyebutkan, pendampingan dini dari Kementerian Pertanian dirasakannya sangat bermanfaat. Selain menjadikan makin tahu tentang teknis budidaya, juga membuat pelaku usaha lebih waspada dengan benih-benih palsu di lapangan. “Karena faktanya kami ini sangat rentan ditipu oleh penyedia benih nakal, karena ketidaktahuan kami,” terang dia.
Menyikapi masih mahalnya harga benih lokal, para importir umumnya meminta petugas Kementerian Pertanian agar membantu menjelaskan dan meyakinkan petani agar mau menanam benih impor GBL asal Taiwan yang harganya lebih murah.
Terpisah Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi menghimbau agar pelaku usaha atau importir bawang putih meningkatkan kewaspadaan terhadap peredaran benih bawang putih yang tidak sesuai dengan ketentuan label/sertifikat (benih bawang putih palsu 100 % dan atau campuran.
“Apabila terdapat keraguan terhadap kebenaran varietas benih bawang putih dan atau kualifikasi penyedia sebelum proses pengadaan atau pembelian agar segera berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) setempat dan atau Direktorat Jenderal Hortikultura cq. Direktorat Perbenihan Hortikultura dan Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat,” bebernya.
Perlu diketahui, indikasi pemalsuan dan pengoplosan benih bawang putih yang dilakukan para penangkar dan pengedar benih kini mulai bermunculan. Modusnya diantaranya dengan memalsukan label BPSB, menjual bawang putih konsumsi sebagai benih, serta mengoplos benih dengan bawang putih konsumsi. Ada juga yang labelnya sesuai tapi isinya dalam karung ternyata benih palsu atau oplosan. Motifnya diduga meraup untung besar dari selisih harga bawang putih untuk benih dan konsumsi.
(akr)