Ekonom: Tahun Depan Tantangan Ekonomi Kian Berat

Kamis, 30 Agustus 2018 - 21:01 WIB
Ekonom: Tahun Depan Tantangan Ekonomi Kian Berat
Ekonom: Tahun Depan Tantangan Ekonomi Kian Berat
A A A
JAKARTA - Perekonomian Indonesia pada tahun politik 2019 diperkirakan menghadapi tantangan yang lebih berat, terlihat dari nilai inflasi yang diprediksi bisa mencapai 4,5%. Sementara akhir tahun ini inflasi akan diprediksi mencapai 3,6% dari level saat ini di kisaran 3,18%.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menjelaskan pascapemilu nanti diperkirakan pemerintah akan melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Harga minyak dunia memang sejak tahun lalu mengalami kenaikan. Dampak depresiasi rupiah dan harga BBM ini akan mengalami klimaks dengan respons dari produsen yang saat ini masih bertahan dan memilih diam.

"Faktor inflasi lainnya adalah kenaikan harga pangan yang saat ini sudah mulai ramai diberitakan seperti stok beras. Inflasi ini akan mendorong kenaikan suku bunga BI tahun ini 5,75% dan menjadi 6,5% tahun depan,” ujar Anton dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (30/8/2018).

Dia juga memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir 2018 akan cenderung mengalami perlambatan di angka 5,16%. Proyeksi tersebut lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan yang dilakukan di awal tahun sebesar 5,3 %. Perlambatan tersebut tidak lepas dari pengaruh kondisi perekonomian global yang bergejolak dan kebijakan moneter maupun fiskal domestik yang mengalami perubahan. "Untuk 2018, kita forecast pada level tertentu, PDB misalnya 5,3 % jadi 5,16 %," tutur dia.Terkait perekonomian global yang mempengaruhi, Anton menjelaskan, hal itu tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang cenderung masih mengalami perlambatan, seperti di Amerika Serikat (AS) maupun China. Di mana, setiap pelemahan satu persen Produk Domestik Bruto (GDP) China, akan mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,09%. Sedangkan untuk AS, memengaruhi sebesar 0,07 %.

"Intinya kita tidak bisa menggantikan pasar ekspor ke AS dan Cina dengan mudah. Kita pasti dirugikan dengan perang dagang mereka," ujarnya.

Sementara dari sisi domestik, kata Anton, yang paling memengaruhi adalah perubahan kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI-7 Day Reverse Repo Rate yang lebih agresif dari yang diperkirakan sebelumnya. Tahun depan suku bunga acuan diproyeksikan masih akan mengalami kenaikan.
"Tadinya kita pikir paling 4,75%, ternyata berubah cepat, karena perkembangan harga komoditas, terutama minyak yang bergerak lumayan cepat. Kedua, terkait dengan depresiasi rupiah yang lebih cepat dari yang kita perkirakan sebelumnya," ujarnya.
Perlambatan ini pun, menurutnya, masih akan berlanjut hingga 2019, di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 5,10%. Itu termasuk memperhitungkan kenaikan suku bunga acuan BI yang sudah naik 125 basis poin.

"Karena efek kenaikan suku bunga acuan BI itu tidak langsung. Membutuhkan sekitar 1,5 tahun sampai kelihatan dampaknya. Jadi, kedepannya jelas itu jadi faktor yang juga kita lihat pengaruhnya," jelasnya

Ekonom Senior Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan krisis ekonomi di Turki memiliki dampak besar bagi negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia. Dampak yang terasa bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya adalah arus modal yang sulit didapatkan.

"Sekarang ada Argentina, kita sudah prediksi ini akan bergantian saja, tapi itu hal yang lumrah di negara berkembang. Sekarang dari Turki dampaknya dari perdagangan tidak besar, tetapi pada financial market, (pengaruhnya) melalui aliran modal atau capital flow," ujar Andry.

Seretnya aliran modal ke Indonesia disebut akan menyulitkan rencana pemerintah dalam memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Namun, Andry memastikan bahwa CAD Indonesia yang sekitar 3% terhadap PDB masih sehat.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6051 seconds (0.1#10.140)