Sektor Ini Rentan Terkena Imbas Pelemahan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah bisa membebani pengusaha di Indonesia. Salah satunya sektor yang rentan terkena imbas dari kejatuhan kurs yakni sektor manufaktur, lantaran selalu mengimpor bahan baku dari beberapa negara.
"Biaya produksi disektor manufaktur akan naik signifikan khususnya yang bergantung pada bahan baku dan barang modal impor. Pengusaha akan dituntut untuk lakukan efisiensi atau naikan harga jual. Sektor yang berisiko adalah farmasi, tekstil hingga industri perkapalan. Farmasi sendiri 90% bahan bakunya impor," ujar Ekonom Indef Bhima Yudisthira di Jakarta, Sabtu (1/9).
Lebih lanjut Ia mengatakan, dampak ke biaya logistik khususnya ekspor impor akan meningkat juga. Pasalnya, 90% jasa logistik internasional menggunakan kapal asing yang dibayar menggunakan dolar. Rupiah melemah, logistic cost jadi beban tambahan. Potensi gagal bayar utang swasta seiring selisih konversi kurs yang melebar.
"Pendapatan perusahaan domestik dari rupiah sementara bayar utang luar negeri pakai valas. Tidak semua swasta yang punya ULN melakukan hedging karena cukup mahal biayanya. Ini beresiko sistemik ke sektor lainya," katanya.
Dia pun menambahkan bahwa jika pemerintah tidak mengambil tindakan tegas, maka akan membebani bagi pengusaha di sektor manufaktro dan akan merembet ke jasa Perbankan. "Kalau perusahaan mulai mengalami tekanan keuangan efeknya merembet ke jasa perbankan. Kredit macet naik, bank kesulitan likuiditas," tandasnya.
"Biaya produksi disektor manufaktur akan naik signifikan khususnya yang bergantung pada bahan baku dan barang modal impor. Pengusaha akan dituntut untuk lakukan efisiensi atau naikan harga jual. Sektor yang berisiko adalah farmasi, tekstil hingga industri perkapalan. Farmasi sendiri 90% bahan bakunya impor," ujar Ekonom Indef Bhima Yudisthira di Jakarta, Sabtu (1/9).
Lebih lanjut Ia mengatakan, dampak ke biaya logistik khususnya ekspor impor akan meningkat juga. Pasalnya, 90% jasa logistik internasional menggunakan kapal asing yang dibayar menggunakan dolar. Rupiah melemah, logistic cost jadi beban tambahan. Potensi gagal bayar utang swasta seiring selisih konversi kurs yang melebar.
"Pendapatan perusahaan domestik dari rupiah sementara bayar utang luar negeri pakai valas. Tidak semua swasta yang punya ULN melakukan hedging karena cukup mahal biayanya. Ini beresiko sistemik ke sektor lainya," katanya.
Dia pun menambahkan bahwa jika pemerintah tidak mengambil tindakan tegas, maka akan membebani bagi pengusaha di sektor manufaktro dan akan merembet ke jasa Perbankan. "Kalau perusahaan mulai mengalami tekanan keuangan efeknya merembet ke jasa perbankan. Kredit macet naik, bank kesulitan likuiditas," tandasnya.
(akr)