KNPK Lawan Kampanye Hitam Soal Industri Hasil Tembakau
A
A
A
JAKARTA - Industri hasil tembakau (IHT) sedang mengalami tekanan yang berat. Pasalnya, IHT dihadapkan pada kampanye anti tembakau yang memberikan stigma negatif terhadap IHT.
Salah satu bentuk kampanye menyesatkan kelompok anti-tembakau adalah memberi label bahwa IHT menjadi penghalang bagi keberlangsungan program SDG’s (Sustainable Development Goals) di Indonesia.
"Pernyataan tersebut jelas menyesatkan karena faktanya IHT merupakan salah satu fondasi bagi tercapainya agenda Nawa Cita," kata Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) M Nur Azami dalam keterangan pers, Kamis (13/9/2018).
Menurutnya petani tembakau dan petani cengkeh jelas dari desa. Mereka makmur serta turut membangun Indonesia dari pinggiran. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas perkebunan itu adalah milik rakyat.
Hal ini dikatakan Azami untuk menanggapi penyelenggaraan Konferensi Asia Pasifik ke-12 tentang Pengendalian Tembakau (APACT 12th) yang akan diadakan di Bali pada 13-15 September 2018. Menurut Azami Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan APACT 12th. Dalam acara ini kelompok anti tembakau akan menyuarakan kampanye IHT sebagai penghalang tujuan SDG’s.
Dalam acara ini juga akan mendorong pemerintah untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"FCTC merupakan kolonialisme gaya baru dengan bentuk perjanjian internasional. FCTC bertujuan untuk mematikan IHT, karena didalamnya terdapat 38 butir pasal yang secara eksplisit mengatur pelarangan penyebaran produk hasil tembakau," ujar Azami.
Untuk itu, kelompok masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Kretek, Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) mengeluarkan pernyataan sikap.
Pertama, menolak keberadaan dan semua produk yang dihasilkan dari penyelenggaraan APACT12th. Kedua, menolak klaim tafsir tunggal anti tembakau terhadap SDG’s yang menuding bahwa IHT menjadi penghalang tercapainya tujuan SDG’s.
Ketiga, mendorong pemerintah untuk melakukan perlindungan dan memaksimalkan potensi IHT sebagai wujud tercapainya agenda prioritas Nawa Cita dan tujuan SDG’s. Keempat, mendorong pemerintah harus melibatkan pemangku kepentingan IHT dalam pengambilan kebijakan. Serta kelima, menolak segala bentuk intevensi asing yang bertujuan untuk mengaksesi FCTC dan menjadi ancaman bagi keberlangsungan IHT.
"Kami mengimbau kepada masyarakat luas agar tidak terjebak oleh segala bentuk gerakan antitembakau yang menggunakan berbagai isu untuk menghancurkan kedaulatan nasional," kata Azami.
Salah satu bentuk kampanye menyesatkan kelompok anti-tembakau adalah memberi label bahwa IHT menjadi penghalang bagi keberlangsungan program SDG’s (Sustainable Development Goals) di Indonesia.
"Pernyataan tersebut jelas menyesatkan karena faktanya IHT merupakan salah satu fondasi bagi tercapainya agenda Nawa Cita," kata Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) M Nur Azami dalam keterangan pers, Kamis (13/9/2018).
Menurutnya petani tembakau dan petani cengkeh jelas dari desa. Mereka makmur serta turut membangun Indonesia dari pinggiran. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas perkebunan itu adalah milik rakyat.
Hal ini dikatakan Azami untuk menanggapi penyelenggaraan Konferensi Asia Pasifik ke-12 tentang Pengendalian Tembakau (APACT 12th) yang akan diadakan di Bali pada 13-15 September 2018. Menurut Azami Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan APACT 12th. Dalam acara ini kelompok anti tembakau akan menyuarakan kampanye IHT sebagai penghalang tujuan SDG’s.
Dalam acara ini juga akan mendorong pemerintah untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"FCTC merupakan kolonialisme gaya baru dengan bentuk perjanjian internasional. FCTC bertujuan untuk mematikan IHT, karena didalamnya terdapat 38 butir pasal yang secara eksplisit mengatur pelarangan penyebaran produk hasil tembakau," ujar Azami.
Untuk itu, kelompok masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Kretek, Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) mengeluarkan pernyataan sikap.
Pertama, menolak keberadaan dan semua produk yang dihasilkan dari penyelenggaraan APACT12th. Kedua, menolak klaim tafsir tunggal anti tembakau terhadap SDG’s yang menuding bahwa IHT menjadi penghalang tercapainya tujuan SDG’s.
Ketiga, mendorong pemerintah untuk melakukan perlindungan dan memaksimalkan potensi IHT sebagai wujud tercapainya agenda prioritas Nawa Cita dan tujuan SDG’s. Keempat, mendorong pemerintah harus melibatkan pemangku kepentingan IHT dalam pengambilan kebijakan. Serta kelima, menolak segala bentuk intevensi asing yang bertujuan untuk mengaksesi FCTC dan menjadi ancaman bagi keberlangsungan IHT.
"Kami mengimbau kepada masyarakat luas agar tidak terjebak oleh segala bentuk gerakan antitembakau yang menggunakan berbagai isu untuk menghancurkan kedaulatan nasional," kata Azami.
(fjo)