Java Preanger, Kopi Lokal Bercita Rasa Mendunia

Senin, 17 September 2018 - 01:12 WIB
Java Preanger, Kopi Lokal Bercita Rasa Mendunia
Java Preanger, Kopi Lokal Bercita Rasa Mendunia
A A A
PENGALENGAN - Nama Kopi Java Preanger telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda di mana proses penanamannya merupakan bagian dari Tanam Paksa. Hasil panen para petani dikala itu diekspor ke seluruh dunia oleh Belanda dan sempat mendapat julukan “A Cup of Java”.

Hingga kini pun, Kopi Java Preanger Gunung Tilu tetap harum wanginya hingga ke mancanegara. Selama ini, pada setiap masa panen pada bulan Maret atau Agustus, ada pengekspor kopi ke Jepang yang menampung kopi Java Preanger sebanyak 70 ton. "Bulan Desember 2018, kami telah menjadwalkan ekspor perdana kami ke Jerman," ujar Ketua Koperasi Produsen Kopi Margamulya Mochamad Aleh Setiapermana atau Pak Aleh.

Ia menceritakan, dari 100 ton hasil panen di kelompok taninya, 70% langsung ekspor dan sisanya dibeli oleh konsumen dalam negeri. Pak Aleh kini tak hanya jadi petani kopi, melainkan telah menjelma sebagai enterpreneur yang membaca peluang pasar hingga dipercaya oleh 250 petani kopi di kawasan Gunung Tilu - Pangalengan sebagai ketua Koperasi Petani Kopi.

Tidak hanya menyejahterakan dirinya saja, konsistensi Pak Aleh dalam mengelola perkebunan kopi telah membawa warga Pangalengan mendapatkan sumber pendapatan baru. Setiap bulannya, hasil panen petani kopi bisa mencapai Rp1,2 juta melampaui Upah Minimum Regional setempat. Kondisi ini dengan sendirinya menekan laju urbanisasi di Bandung.

Cerita Pak Aleh telah menjadi cerita sukses pengusaha yang terbantukan oleh Program Kemitraan BNI. Pak Aleh merupakan petani kopi yang telah menjalani profesinya sejak tahun 1998 di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Lahan garapan yang dimiliki oleh Pak Aleh luasnya sekitar 4,5 hektare. Hasil panen kopi dari lahan tersebut dijual pada Koperasi Produsen Kopi Margamulya yang memproduksi Kopi Java Preanger.

"Demi memajukan usaha dan meningkatkan kesejahteraan hidup Pak Aleh, BNI menawarkan kredit lunak, yang dinamakan Kredit Program Kemitraan (banyak yang menyebutnya dengan PK). Hanya dengan syarat berusia lebih dari 21 tahun, memiliki pengalaman usaha lebih dari enam bulan, tidak memiliki fasilitas kredit produktif dari bank lain, serta menyerahkan jaminan barang berharga dan dokumen penting, Pak Aleh sudah bisa mendapatkan kredit dari BNI dengan bunga yang hanya sebesar 6% untuk kredit senilai Rp 30 juta," ujar Corporate Secretary BNI, Kiryanto akhir pekan lalu.

Menurut Ryan, kurun waktu kurang dari 2 tahun, kredit ringan yang diterima Pak Aleh membuahkan hasil yang menggembirakan dengan dirinya telah juga menjadi barista dengan mengelola Café Coffee House Gunung Tilu. Keberhasilan tersebut juga menjadi hasil dari kerja keras Pak Aleh menjadi petani kopi selama 17 tahun. Tidak hanya menyajikan kopi, sebagai barista yang memiliki bekal pengalaman sebagai petani kopi selama belasan tahun, Pak Aleh memberikan pelatihan mengolah kopi dari awal penamanan hingga disajikan di cangkir.

Pelatihan tersebut terfasilitasi oleh lokasi Café Coffee House Gunung Tilu yang ada di depan kebun kopi sehingga memudahkan pengunjung. Segala proses pengolahan kopi pun dapat ditemui disini, karena Pak Aleh melengkapi café-nya dengan pabrik pengolahan kopi, mulai dari panen di kebun, pemilihan biji kopi terbaik, proses sangrai, pengolahan biji menjadi bubuk kopi, pengemasan, hingga pengolahannya menjadi minuman siap saji yang nikmat. Semua hal tersebut menjadikan pengunjung Café Coffee House Gunung Tilu mendapatkan sebuah pengalaman wisata edukasi untuk menikmati secangkir kopi sekaligus ilmu untuk menjadi barista.

Udara segar Pangalengan dipadu dengan konsep café yang cozy, membuat pengunjung Coffee House Gunung Tilu dapat dengan mudah mendapatkan sensasi kenyamanan, santai, dan hangat di tengah udara dingin pegunungan yang jarang didapatkan di Ibukota Jakarta. Untuk pengolahan biji kopi hingga pengemasan menjadi paket-paket kopi siap jual, Pak Aleh menyerahkannya kepada Koperasi Produsen Kopi Margamulya.

Adapun penanaman kopi hingga panen ia lakukan sendiri bersama keluarganya diatas lahan milik sendiri seluas 4,5 hektare. Keberhasilan Pak Aleh tidaklah lepas dari faktor tren di Indonesia di mana utamanya anak-anak milenial, yang tengah gandrung ‘nongkrong’ di café-café untuk ‘ngopi’ sebagai usaha memuaskan kebutuhan eksistensial mereka.

Kecenderungan ‘ngopi’ ini telah meningkatkan permintaan produksi kopi dan turunannya. Ini berdampak positif bagi pengusaha petani dan pengusaha kopi seperti Pak Aleh. Inilah juga yang menyebabkan bisnis Pak Aleh tidak sekadar bertahan, melainkan juga semakin maju.

Sudah hampir dua tahun berlalu sejak akad kredit, kolektabilitas atau kualitas kredit Pak Aleh di BNI tetap lancar. Kolektabilitas lancar merupakan salah satu tanda dari kesuksesan usaha yang dijalankan debitur dengan menggunakan dana yang disalurkan oleh bank dalam bentuk kredit. Bagi BNI, Pak Aleh bukan sekadar debitur, namun juga sebuah kebanggaan karena dapat mengantarkan Pak Aleh dari petani kopi menjadi pengusaha kopi dan pengelola café, sesuai dengan slogan BNI: sebagai Lifetime Banking Partner.

Dukungan BNI untuk Pak Aleh tidak salah sasaran. Lihat saja prestasi yang disandangnya. Pada Oktober 2017, menjadi Juara I Coffee Cupping Competition Jenis Arabika di Smesco Rembug Kopi Nusantara, Jakarta. Selain itu juga menjadi Kelompok Tani Berprestasi untuk Komoditas Kopi pada Kategori Pengolah Hasil tahun 2015 dari Gubernur Jawa Barat. "Belum lama ini, kopi kami juga tercatat sebagai biji kopi dengan nilai jual tertinggi dalam sebuah lelang di Monas, Jakarta," ujar Pak Aleh.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6304 seconds (0.1#10.140)