BI Harap Volatilitas Nilai Tukar Selesai Semester I 2019
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) berharap fluktuasi yang terjadi terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) akan selesai pada semester I-2019 mendatang. Saat ini, rupiah sendiri terus bergerak melemah hingga ke level Rp15.180 per USD.
"Kapan volatilty di emerging market selesai? Mudah-mudahan semester I selesai," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Gedung BI, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Menurutnya, pelemahan rupiah sendiri tidak dapat dilepaskan dari permasalahan di struktural perekonomian Indonesia, yaitu defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Defisit transaksi berjalan ini yang dianggapnya harus segera diselesaikan.
"Apa yang jadi pekerjaan rumah? Masalah CAD. Ini masalah yang belum bisa diselesaikan," imbuh dia.
Dia menjelaskan, pada periode 2000 hingga 2010, sejatinya Indonesia pernah mencatatkan surplus untuk CAD. Hal ini karena saat itu harga komoditas begitu tinggi. Namun, saat ini harga komoditas tidak setinggi di masa lalu sehingga suplai valuta asing (valas) berkurang.
Mirza menilai, kekurangan valas tersebut bisa ditutupi dengan arus modal asing yang masuk. Sayangnya, saat ini masih terjadi outflow hingga USD3 miliar karena bank sentral AS (THe Federal Reserve) yang menaikkan tingkat suku bunga acuannya.
"Maka penting kita tunjukkan ke investor portofolio bahwa kita kelola dengan baik. BI sudah naikkan (bunga acuan) 150 bps. Kita harus tunjukkan financial market tetap kompetitif dan kendalikan defisit impor barang dan jasa," tandasnya.
"Kapan volatilty di emerging market selesai? Mudah-mudahan semester I selesai," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Gedung BI, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Menurutnya, pelemahan rupiah sendiri tidak dapat dilepaskan dari permasalahan di struktural perekonomian Indonesia, yaitu defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Defisit transaksi berjalan ini yang dianggapnya harus segera diselesaikan.
"Apa yang jadi pekerjaan rumah? Masalah CAD. Ini masalah yang belum bisa diselesaikan," imbuh dia.
Dia menjelaskan, pada periode 2000 hingga 2010, sejatinya Indonesia pernah mencatatkan surplus untuk CAD. Hal ini karena saat itu harga komoditas begitu tinggi. Namun, saat ini harga komoditas tidak setinggi di masa lalu sehingga suplai valuta asing (valas) berkurang.
Mirza menilai, kekurangan valas tersebut bisa ditutupi dengan arus modal asing yang masuk. Sayangnya, saat ini masih terjadi outflow hingga USD3 miliar karena bank sentral AS (THe Federal Reserve) yang menaikkan tingkat suku bunga acuannya.
"Maka penting kita tunjukkan ke investor portofolio bahwa kita kelola dengan baik. BI sudah naikkan (bunga acuan) 150 bps. Kita harus tunjukkan financial market tetap kompetitif dan kendalikan defisit impor barang dan jasa," tandasnya.
(ven)