Kalteng dan NTT Bakal Tambah Listrik dari Energi Terbarukan
A
A
A
JAKARTA - PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya meningkatkan target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 23% di 2025. Hal ini dibuktikan dengan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) Tamiyang Layang 1 megawatt (MW) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sita-Borong 2x0,5 MW yang dilaksanakan di PLN Kantor Pusat, hari ini.
Penandatanganan PJBTL PLTBg ini dilakukan oleh General Manager PLN Unit Induk Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah Sudirman dengan Direktur Utama PT Sawit Graha Manunggal Budi Purwanto, sedangkan untuk penandatanganan PJBTL PLTA oleh General Manager PLN Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur Christyono dengan Direktur Utama PT Multi Energi Dinamika Gatot Sewandhono.
"Pengembangan EBT menjadi prioritas bagi PLN karena dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak pada pembangkitan. Ini juga merupakan perwujudan misi perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan," ujar Direktur Bisnis Regional Kalimantan PLN Machnizon Masri di Jakarta, Kamis (4/10/2018).
PLTBg Tamiyang Layang yang lokasinya terletak di Desa Marutuwu, Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah ini disepakati kontrak pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power) selama 2 tahun dengan nilai investasi sebesar Rp36,9 miliar.
Biogas merupakan salah satu sumber energi baru terbarukan (EBT) yang terbentuk melalui proses penguraian anaerobik atau pembusukan materi organik tanpa kehadiran oksigen. Limbah organik yang dihasilkan oleh industri minyak sawit dijadikan sumber energi listrik yang akan dimanfaatkan oleh PLN untuk memperkuat pasokan listrik di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Dengan masuknya PLTBg ini, pemanfaatan EBT di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah telah mencapai 8,8 MW. Pemanfaatan EBT ini juga merupakan upaya PLN dalam Menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) energi listrik.
Sedangkan, PLTA Sita-Borong yang terletak di Desa Sita, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, ditargetkan beroperasi pada akhir tahun 2018. Pembangkit ini merupakan independent power producer (IPP) dengan skema membangun, memiliki, mengoperasikan dan mengalihkan (Build, Own, Operate, and Transfer/BOOT) selama 25 tahun. Adapun nilai investasinya sekitar Rp26,5 miliar.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Hendra Iswahyudi menyatakan bahwa kedua proyek ini mengacu pada pemanfaatan sumber EBT dan pembelian kelebihan tenaga listrik.
PJBL untuk PLTBg ini mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Batubara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik, dimana untuk PLTBg ini harga yang disepakati sekitar 70% dari BPP Pembangkitan di Sistem Kalselteng.
Sementara itu, untuk PLTA Sita mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan harga yang disepakati sekitar 62,7% dari BPP Pembangkitan di Sistem Flores Bagian Barat.
Dengan beroperasinya PLTA Sita dan PLTBg Tamiyang Layang akan berpotensi menurunkan pemakaian PLTD di kedua wilayah tersebut. Di samping itu, dengan pembelian kelebihan tenaga listrik dari PLTBg Tamiyang Layang diharapkan dapat meningkatkan rasio elektrifikasi melalui penambahan pelanggan rumah tangga dan memperbaiki tegangan jaringan.
Sedangkan untuk PLTA Sita ini nantinya dapat melayani sekitar 2.150 kepala keluarga. Adapun potensi penghematan penggunaan BBM untuk PLTD dapat mencapai sekitar 3.000 kiloliter (KL) per tahun dan apabila dibandingkan dengan PLTD maka dapat menghemat biaya operasi sekitar Rp20 miliar per tahun.
Penandatanganan PJBTL PLTBg ini dilakukan oleh General Manager PLN Unit Induk Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah Sudirman dengan Direktur Utama PT Sawit Graha Manunggal Budi Purwanto, sedangkan untuk penandatanganan PJBTL PLTA oleh General Manager PLN Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur Christyono dengan Direktur Utama PT Multi Energi Dinamika Gatot Sewandhono.
"Pengembangan EBT menjadi prioritas bagi PLN karena dapat mengurangi penggunaan bahan bakar minyak pada pembangkitan. Ini juga merupakan perwujudan misi perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan," ujar Direktur Bisnis Regional Kalimantan PLN Machnizon Masri di Jakarta, Kamis (4/10/2018).
PLTBg Tamiyang Layang yang lokasinya terletak di Desa Marutuwu, Kecamatan Paju Epat, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah ini disepakati kontrak pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power) selama 2 tahun dengan nilai investasi sebesar Rp36,9 miliar.
Biogas merupakan salah satu sumber energi baru terbarukan (EBT) yang terbentuk melalui proses penguraian anaerobik atau pembusukan materi organik tanpa kehadiran oksigen. Limbah organik yang dihasilkan oleh industri minyak sawit dijadikan sumber energi listrik yang akan dimanfaatkan oleh PLN untuk memperkuat pasokan listrik di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Dengan masuknya PLTBg ini, pemanfaatan EBT di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah telah mencapai 8,8 MW. Pemanfaatan EBT ini juga merupakan upaya PLN dalam Menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) energi listrik.
Sedangkan, PLTA Sita-Borong yang terletak di Desa Sita, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, ditargetkan beroperasi pada akhir tahun 2018. Pembangkit ini merupakan independent power producer (IPP) dengan skema membangun, memiliki, mengoperasikan dan mengalihkan (Build, Own, Operate, and Transfer/BOOT) selama 25 tahun. Adapun nilai investasinya sekitar Rp26,5 miliar.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Hendra Iswahyudi menyatakan bahwa kedua proyek ini mengacu pada pemanfaatan sumber EBT dan pembelian kelebihan tenaga listrik.
PJBL untuk PLTBg ini mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Batubara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik, dimana untuk PLTBg ini harga yang disepakati sekitar 70% dari BPP Pembangkitan di Sistem Kalselteng.
Sementara itu, untuk PLTA Sita mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan harga yang disepakati sekitar 62,7% dari BPP Pembangkitan di Sistem Flores Bagian Barat.
Dengan beroperasinya PLTA Sita dan PLTBg Tamiyang Layang akan berpotensi menurunkan pemakaian PLTD di kedua wilayah tersebut. Di samping itu, dengan pembelian kelebihan tenaga listrik dari PLTBg Tamiyang Layang diharapkan dapat meningkatkan rasio elektrifikasi melalui penambahan pelanggan rumah tangga dan memperbaiki tegangan jaringan.
Sedangkan untuk PLTA Sita ini nantinya dapat melayani sekitar 2.150 kepala keluarga. Adapun potensi penghematan penggunaan BBM untuk PLTD dapat mencapai sekitar 3.000 kiloliter (KL) per tahun dan apabila dibandingkan dengan PLTD maka dapat menghemat biaya operasi sekitar Rp20 miliar per tahun.
(fjo)