OJK Beri Kebijakan Khusus Bagi Debitur Korban Gempa Sulawesi
A
A
A
BALI - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan kebijakan pemberian perlakuan khusus terhadap kredit dan pembiayaan syariah perbankan, untuk debitur atau proyek yang berada di lokasi bencana alam di Provinsi Sulawesi Tengah. Perlakuan khusus diberikan untuk penilaian kualitas kredit/pembiayaan syariah, restrukturisasi, dan atau pemberian kredit/pembiayaan syariah baru di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, data sementara yang diterima OJK, terdapat 13.233 debitur di enam cabang Bank Umum Konvensional yang terdampak bencana alam dengan total baki debet kredit sebesar Rp1,6 triliun. "Adapun data dari BPD Sulteng, cabang bank umum, BPR dan perusahaan IKNB masih dalam proses pengumpulan lebih lanjut," kata Wimboh dalam Rapat Dewan Komisioner OJK di Bali, Rabu (10/10/2018).
Dia melanjutkan, perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan syariah Bank mengacu pada POJK 45/POJK.03/2017 tentang Perlakukan Khusus terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam dalam Keputusan Dewan Komisioner.
POJK tersebut akan berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan, meliputi hal-hal sebagai berikut diantaranya pertama penilaian Kualitas Kredit dimana penetapan Kualitas Kredit dengan plafon maksimal Rp5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan/atau bunga.
Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp5 miliar, penetapan Kualitas Kredit tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Lalu penetapan Kualitas Kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
Kedua, kualitas Kredit yang direstrukturisasi diman kualitas Kredit bagi Bank Umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner. "Serta restrukturisasi Kredit tersebut di atas dapat dilakukan terhadap Kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana," papar dia.
Ketiga, pemberian kredit baru terhadap debitur yang terkena dampak dimana bank dapat memberikan Kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam serta penetapan Kualitas Kredit baru tersebut di atas dilakukan secara terpisah dengan Kualitas Kredit yang telah ada sebelumnya. Keempat, pemberlakuan untuk bank syariah.
"Perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain," jelas Wimboh.
Selain kebijakan untuk perbankan, untuk perusahaan-perusahan di Industri Keuangan Non Bank (IKNB) seperti Perusahaan Pembiayaan yang terkena dampak OJK mendorong untuk melakukan pendataan debitur yang terdampak bencana dan mengalami kesulitan pembayaran angsuran. Untuk Perusahaan Pembiayaan dapat memberikan relaksasi kepada debitur, antara lain, berupa rescheduling pembayaran angsuran, lalu penyesuaian biaya administratif, dan atau penyesuaian denda akibat keterlambatan pembayaran angsuran.
Selanjutnya, Perusahaan Pembiayaan diminta melaporkan secara berkala kepada OJK mengenai progres penanganan restrukturisasi debitur yang tertimpa musibah. Bagi Perusahaan Perasuransian, samabung dia, OJK mendorong pendataan para tertanggung/pemegang polis asuransi yang mengalami kerugian akibat bencana.
"Sehingga, dapat segera dilakukan proses penanganan klaim secara profesional dan, jika diperlukan, melakukan jemput bola untuk meringankan beban pemegang polis yang tertimpa musibah," ungkapnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, data sementara yang diterima OJK, terdapat 13.233 debitur di enam cabang Bank Umum Konvensional yang terdampak bencana alam dengan total baki debet kredit sebesar Rp1,6 triliun. "Adapun data dari BPD Sulteng, cabang bank umum, BPR dan perusahaan IKNB masih dalam proses pengumpulan lebih lanjut," kata Wimboh dalam Rapat Dewan Komisioner OJK di Bali, Rabu (10/10/2018).
Dia melanjutkan, perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan syariah Bank mengacu pada POJK 45/POJK.03/2017 tentang Perlakukan Khusus terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam dalam Keputusan Dewan Komisioner.
POJK tersebut akan berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan, meliputi hal-hal sebagai berikut diantaranya pertama penilaian Kualitas Kredit dimana penetapan Kualitas Kredit dengan plafon maksimal Rp5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan/atau bunga.
Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp5 miliar, penetapan Kualitas Kredit tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Lalu penetapan Kualitas Kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
Kedua, kualitas Kredit yang direstrukturisasi diman kualitas Kredit bagi Bank Umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner. "Serta restrukturisasi Kredit tersebut di atas dapat dilakukan terhadap Kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana," papar dia.
Ketiga, pemberian kredit baru terhadap debitur yang terkena dampak dimana bank dapat memberikan Kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam serta penetapan Kualitas Kredit baru tersebut di atas dilakukan secara terpisah dengan Kualitas Kredit yang telah ada sebelumnya. Keempat, pemberlakuan untuk bank syariah.
"Perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain," jelas Wimboh.
Selain kebijakan untuk perbankan, untuk perusahaan-perusahan di Industri Keuangan Non Bank (IKNB) seperti Perusahaan Pembiayaan yang terkena dampak OJK mendorong untuk melakukan pendataan debitur yang terdampak bencana dan mengalami kesulitan pembayaran angsuran. Untuk Perusahaan Pembiayaan dapat memberikan relaksasi kepada debitur, antara lain, berupa rescheduling pembayaran angsuran, lalu penyesuaian biaya administratif, dan atau penyesuaian denda akibat keterlambatan pembayaran angsuran.
Selanjutnya, Perusahaan Pembiayaan diminta melaporkan secara berkala kepada OJK mengenai progres penanganan restrukturisasi debitur yang tertimpa musibah. Bagi Perusahaan Perasuransian, samabung dia, OJK mendorong pendataan para tertanggung/pemegang polis asuransi yang mengalami kerugian akibat bencana.
"Sehingga, dapat segera dilakukan proses penanganan klaim secara profesional dan, jika diperlukan, melakukan jemput bola untuk meringankan beban pemegang polis yang tertimpa musibah," ungkapnya.
(akr)