Sri Mulyani Coba Pikat Investor Bangun Proyek Green Infrastructure
A
A
A
NUSA DUA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, proyek-proyek green infrastructure perlu lebih dipasarkan dengan imbal hasil yang bersaing serta risiko minimal agar dapat memikat para investor swasta. Hal itu disampaikan dalam sambutan di acara Seminar Japan Bank of International Cooperation (JBIC) “How to Mobilize Private Investment for Green Infrastructure Promoting Intraregional Connectivity”.
Agenda tersebut yang merupakan rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Bali 2018. Green infrastructure sendiri merupakan proyek infrastruktur yang pada tahap perencanaan dan pembangunannya memperhatikan aspek konsep penataan ruang yang mengaplikasikan infrastruktur ramah lingkungan.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyayangkan pasar potensial untuk proyek green investments masih sangat kecil dan kurang beragam. Menurutnya, green infrastructure juga membutuhkan investasi di depan, dan baru memberikan hasil dalam jangka panjang, kemudian juga kerap berisiko terkait ketidakpastian regulasi, ekonomi dan perkembangan teknologi.
“Pemerintah harus melakukan intervensi agar green financing dan green infrastructure dapat terus berkembang. Kita perlu mengoreksi pasar bebas yang cenderung tidak memperhitungkan dampak proyek yang tidak ramah lingkungan,” jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Dia menegaskan, pemerintah telah berkomitmen untuk anggaran pembangunan infrastruktur senilai USD400 miliar pada kurun 2015-2019. Khusus untuk anggaran 2019, pemerintah telah mengalokasikan sebesar USD26,67 miliar untuk infrastruktur, lebih besar dari alokasi anggaran 2018.
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi ekonom, dan menurunkan kesenjangan antar daerah.
“Saya percaya, bahwa tidak ada satu model green financing yang berhasil untuk semua negara. Kebijakan dan pilihan investasi harus sesuai dengan masing-masing kondisi negara, dalam suatu strategi yang komprehensif. Dalam hal ini saya menyambut pembiayaan inovatif yang akan membuka kesempatan bagi green infrastructure, yang tentunya akan membawa banyak manfaat kedepan,” tandasnya.
Acara seminar JBIC ini juga menghadirkan pembicara Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii, Gubernur JBIC, Tadashi Maeda, dan 200 peserta dari ADB, Astra Infra, OPIC dan perusahaan-perusahaan Jepang.
Agenda tersebut yang merupakan rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Bali 2018. Green infrastructure sendiri merupakan proyek infrastruktur yang pada tahap perencanaan dan pembangunannya memperhatikan aspek konsep penataan ruang yang mengaplikasikan infrastruktur ramah lingkungan.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyayangkan pasar potensial untuk proyek green investments masih sangat kecil dan kurang beragam. Menurutnya, green infrastructure juga membutuhkan investasi di depan, dan baru memberikan hasil dalam jangka panjang, kemudian juga kerap berisiko terkait ketidakpastian regulasi, ekonomi dan perkembangan teknologi.
“Pemerintah harus melakukan intervensi agar green financing dan green infrastructure dapat terus berkembang. Kita perlu mengoreksi pasar bebas yang cenderung tidak memperhitungkan dampak proyek yang tidak ramah lingkungan,” jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Dia menegaskan, pemerintah telah berkomitmen untuk anggaran pembangunan infrastruktur senilai USD400 miliar pada kurun 2015-2019. Khusus untuk anggaran 2019, pemerintah telah mengalokasikan sebesar USD26,67 miliar untuk infrastruktur, lebih besar dari alokasi anggaran 2018.
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi ekonom, dan menurunkan kesenjangan antar daerah.
“Saya percaya, bahwa tidak ada satu model green financing yang berhasil untuk semua negara. Kebijakan dan pilihan investasi harus sesuai dengan masing-masing kondisi negara, dalam suatu strategi yang komprehensif. Dalam hal ini saya menyambut pembiayaan inovatif yang akan membuka kesempatan bagi green infrastructure, yang tentunya akan membawa banyak manfaat kedepan,” tandasnya.
Acara seminar JBIC ini juga menghadirkan pembicara Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii, Gubernur JBIC, Tadashi Maeda, dan 200 peserta dari ADB, Astra Infra, OPIC dan perusahaan-perusahaan Jepang.
(akr)