Suku Bunga BI Sudah Naik 150 Bps, Arus Modal Perlahan Masuk
A
A
A
JAKARTA - Suku bunga Bank Indonesia (BI) 7 Days Reverse Repo Rate sudah naik 150 basis poin (bps) sejak Mei tahun ini. Kebijakan ini membuat arus modal perlahan masuk.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, kenaikan 150 bps sejak Mei itu didasari dari suku bunga Amerika Serikat yang masih akan naik Desember tahun ini. Lalu, pada 2019 akan naik tiga kali dan 2020 masih satu kali," ujarnya di Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Mirza menjelaskan, BI juga memperhatikan tingkat suku bunga di negara tetangga yang menjadi perhatian. Namun, intinya aliran modal melihat kondisi defisit transaksi berjalan dan eraca pembayaran.
"Maka BI dengan kebijakannya kearah menjaga ketahanan neraca pembayaran Indonesia. Capital inflow di pasar saham memang melihat pertumbuhan laba, PDB, sedangkan pasar obligasi terkait inflasi terjaga, neraca pembayaran dan defisit transaksi berjalan terkendali atau tidak," terang dia.
Saat ini, lanjut Mirza, berbeda dari saham, di pasar obligasi lelang surat berhara negara sudah kelebihan permintaan atau over subscribe sebanyak empat kali. Menurutnya ini menunjukkan minat investor yang tinggi.
"Tingginya minat investor ke obligasi pasar Indonesia, terutama investor asing sudah membaik kembali. Kalau pasar saham memang belum melihat inflow, tapi di obligasi inflow sudah terlihat dari hasil lelang pemerintah," pungkasnya.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, kenaikan 150 bps sejak Mei itu didasari dari suku bunga Amerika Serikat yang masih akan naik Desember tahun ini. Lalu, pada 2019 akan naik tiga kali dan 2020 masih satu kali," ujarnya di Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Mirza menjelaskan, BI juga memperhatikan tingkat suku bunga di negara tetangga yang menjadi perhatian. Namun, intinya aliran modal melihat kondisi defisit transaksi berjalan dan eraca pembayaran.
"Maka BI dengan kebijakannya kearah menjaga ketahanan neraca pembayaran Indonesia. Capital inflow di pasar saham memang melihat pertumbuhan laba, PDB, sedangkan pasar obligasi terkait inflasi terjaga, neraca pembayaran dan defisit transaksi berjalan terkendali atau tidak," terang dia.
Saat ini, lanjut Mirza, berbeda dari saham, di pasar obligasi lelang surat berhara negara sudah kelebihan permintaan atau over subscribe sebanyak empat kali. Menurutnya ini menunjukkan minat investor yang tinggi.
"Tingginya minat investor ke obligasi pasar Indonesia, terutama investor asing sudah membaik kembali. Kalau pasar saham memang belum melihat inflow, tapi di obligasi inflow sudah terlihat dari hasil lelang pemerintah," pungkasnya.
(akr)