Rini Bantah Kabar Kenaikan Harga Listrik
A
A
A
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno membantah akan adanya kenaikan harga listrik, karena ditengarai akibat PLN yang mengalami kerugian. "Enggak ada itu kenaikan. Saya terus mendorang perusahaan BUMN agar lebih baik," ujar Rini Soemarno di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Rini menerangkan bahwa adanya kerugian yang dialami oleh PLN itu disebabkan oleh selisih kurs. Namun kerugian itu hanya tercatat dalam pembukuan dan bukan kerugian yang cukup besar.
"Kerugian PLN itu karena nilai tukar rupiah yang melemah. Ini disebut underlist lost, jadi PLN itu mempunyai kewajiban dengan dolar AS. Jadi seringkali kontrak dengan independnet supplai power itu dalam dolar sehingga harus melakukan pembayaran dan peminjaman. Kalau kursnya itu jadi loss ya seperti sekarang. Tapi secara keseluruhan PLN itu dalam keadaan sehat secara cashflow," jelasnya.
Sebagai informasi, PT PLN (Persero) mencatatkan kinerja apik pada kuartal III-2018. Laba perusahaan sebelum selisih kurs pada kuartal III tahun 2018 sebesar Rp9,6 triliun, meningkat 13,3% dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp8,5 triliun. Kenaikan laba tersebut ditopang oleh kenaikan penjualan dan efisiensi yang dilakukan perusahaan serta adanya kebijakan pemerintah DMO harga batubara.
Nilai penjualan tenaga listrik mengalami kenaikan Rp12,6 triliun atau 6,93% sehingga menjadi Rp194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp181,8 triliun. Volume penjualan sampai dengan September 2018 sebesar 173 Terra Watt hour (TWh) atau tumbuh 4,87% dibanding dengan tahun lalu sebesar 165,1 TWh.
Jumlah pelanggan pada kuartal III-2018 telah mencapai 70,6 juta atau bertambah 2,5 juta pelanggan dari akhir tahun 2017, sehingga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional dari 95,07 % pada 31 Desember 2017 menjadi 98,05% pada 30 September 2018. Capaian rasio elektrifikasi ini telah melebihi target tahun 2018 yang dipatok sebesar 96,7%.
Biaya operasi yang didominasi oleh beban bahan bakar masih terkendali, terutama karena adanya kebijakan Pemerintah DMO harga batubara untuk sektor kelistrikan yang telah berjalan efektif. Sesuai dengan komitmen PLN untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, penggunaan listrik dari pembangkit energi terbarukan (renewable energy) juga semakin meningkat seperti dengan beroperasinya Wind Power Plant 75 MW di Sulawesi Selatan.
Selain itu, perusahaan juga melakukan reprofiling atas pinjaman sehingga didapatkan pinjaman baru dengan tingkat bunga yang cukup rendah dan jatuh tempo lebih panjang menjadi 10-30 tahun.
Rini menerangkan bahwa adanya kerugian yang dialami oleh PLN itu disebabkan oleh selisih kurs. Namun kerugian itu hanya tercatat dalam pembukuan dan bukan kerugian yang cukup besar.
"Kerugian PLN itu karena nilai tukar rupiah yang melemah. Ini disebut underlist lost, jadi PLN itu mempunyai kewajiban dengan dolar AS. Jadi seringkali kontrak dengan independnet supplai power itu dalam dolar sehingga harus melakukan pembayaran dan peminjaman. Kalau kursnya itu jadi loss ya seperti sekarang. Tapi secara keseluruhan PLN itu dalam keadaan sehat secara cashflow," jelasnya.
Sebagai informasi, PT PLN (Persero) mencatatkan kinerja apik pada kuartal III-2018. Laba perusahaan sebelum selisih kurs pada kuartal III tahun 2018 sebesar Rp9,6 triliun, meningkat 13,3% dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp8,5 triliun. Kenaikan laba tersebut ditopang oleh kenaikan penjualan dan efisiensi yang dilakukan perusahaan serta adanya kebijakan pemerintah DMO harga batubara.
Nilai penjualan tenaga listrik mengalami kenaikan Rp12,6 triliun atau 6,93% sehingga menjadi Rp194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp181,8 triliun. Volume penjualan sampai dengan September 2018 sebesar 173 Terra Watt hour (TWh) atau tumbuh 4,87% dibanding dengan tahun lalu sebesar 165,1 TWh.
Jumlah pelanggan pada kuartal III-2018 telah mencapai 70,6 juta atau bertambah 2,5 juta pelanggan dari akhir tahun 2017, sehingga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional dari 95,07 % pada 31 Desember 2017 menjadi 98,05% pada 30 September 2018. Capaian rasio elektrifikasi ini telah melebihi target tahun 2018 yang dipatok sebesar 96,7%.
Biaya operasi yang didominasi oleh beban bahan bakar masih terkendali, terutama karena adanya kebijakan Pemerintah DMO harga batubara untuk sektor kelistrikan yang telah berjalan efektif. Sesuai dengan komitmen PLN untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, penggunaan listrik dari pembangkit energi terbarukan (renewable energy) juga semakin meningkat seperti dengan beroperasinya Wind Power Plant 75 MW di Sulawesi Selatan.
Selain itu, perusahaan juga melakukan reprofiling atas pinjaman sehingga didapatkan pinjaman baru dengan tingkat bunga yang cukup rendah dan jatuh tempo lebih panjang menjadi 10-30 tahun.
(ven)