Fluktuasi Harga Pangan Peristiwa Umum Secara Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Harga komoditas pangan maupun ternak yang tercatat ada mengalami kenaikan atau juga penurunan (fluktuasi) dinilai merupakan peristiwa biasa secara ekonomi. Demikian diungkapkan pengamat ekonomi pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Adi Hadianto.
Menurutnya yang perlu dicermati dan diwaspadai dari fluktuasi pangan maupun ternak adalah sampai berapa besar tingkat kenaikan harganya. "Kalau dari sisi kenaikan harga pangan itu ada dua hal. Yang pertama dari sisi konsumen kalau daya belinya rendah. Kemudian sisi lainnya, komoditas pangan itu merupakan kebutuhan pokok sehari-hari," ucap Adi di Jakarta, Sabtu (3/11/2018).
Lebih lanjut Adi, mengungkapkan mayoritas semua komoditas pangan dan ternak dipengaruhi oleh faktor suplai. Dengan begitu, bila ada lonjakan harga biasanya sebab pasokannya (suplai) bermasalah.
Sedangkan terkait sisi demand (permintaan) produk pangan, Adi menganggap, amat jarang terjadi kenaikan harga sebab sifatnya yang inelastis.
"Paling kita bisa menerka, permintaan pangan paling tinggi di hari raya, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Artinya sudah diprediksi tidak ada gejolak harga," ujar Adi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo secara mendadak di luar agenda kerja kepresidenan melakukan kunjungan ke pasar Bogor, Selasa (30/10/2018). Kunjungan Presiden guna mengetahui secara langsung kondisi harga pangan di pasar dan ketersediannya.
Dalam kunjungan tersebut, Presiden mengatakan ada beberapa komoditas pangan yang harganya naik dan turun. Kendati demikian, Presiden menyebutkan bahwa kondisi harga pangan di pasar masih sesuai stabilitas inflasi.
Presiden meminta, jangan sampai pula fluktuasi harga pangan yang terjadi sampai membuat rugi konsumen bila terlalu mahal dan petani jika sangat rendah.
Menyikapi itu, Adi berpendapat, setuju dengan pernyataan Presiden bahwa jangan sampai masalah harga pangan berdampak kepada konsumen dan petani.
Adi menjelaskan, untuk konsumen jika harga komoditas pangan kebutuhan sehari-hari kemampuan daya belinya rendah, maka akan menimbulkan masalah karena masyarakat tak bisa mengaksesnya.
"Kalau misalnya kenaikan itu cukup, daya belinya tinggi, kan tidak ada gejolak. Kalau dari sisi petani, tergantung dari struktur pasar, jadi tergantung jenis komoditasnya," katanya.
Sambung Adi menuturkan, fluktuasi harga pangan memang berkaitan erat dengan nilai inflasi. Meskipun inflasi tidak bisa dilihat hanya dalam konteks di suatu wilayah saja.
Menurutnya yang perlu dicermati dan diwaspadai dari fluktuasi pangan maupun ternak adalah sampai berapa besar tingkat kenaikan harganya. "Kalau dari sisi kenaikan harga pangan itu ada dua hal. Yang pertama dari sisi konsumen kalau daya belinya rendah. Kemudian sisi lainnya, komoditas pangan itu merupakan kebutuhan pokok sehari-hari," ucap Adi di Jakarta, Sabtu (3/11/2018).
Lebih lanjut Adi, mengungkapkan mayoritas semua komoditas pangan dan ternak dipengaruhi oleh faktor suplai. Dengan begitu, bila ada lonjakan harga biasanya sebab pasokannya (suplai) bermasalah.
Sedangkan terkait sisi demand (permintaan) produk pangan, Adi menganggap, amat jarang terjadi kenaikan harga sebab sifatnya yang inelastis.
"Paling kita bisa menerka, permintaan pangan paling tinggi di hari raya, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Artinya sudah diprediksi tidak ada gejolak harga," ujar Adi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo secara mendadak di luar agenda kerja kepresidenan melakukan kunjungan ke pasar Bogor, Selasa (30/10/2018). Kunjungan Presiden guna mengetahui secara langsung kondisi harga pangan di pasar dan ketersediannya.
Dalam kunjungan tersebut, Presiden mengatakan ada beberapa komoditas pangan yang harganya naik dan turun. Kendati demikian, Presiden menyebutkan bahwa kondisi harga pangan di pasar masih sesuai stabilitas inflasi.
Presiden meminta, jangan sampai pula fluktuasi harga pangan yang terjadi sampai membuat rugi konsumen bila terlalu mahal dan petani jika sangat rendah.
Menyikapi itu, Adi berpendapat, setuju dengan pernyataan Presiden bahwa jangan sampai masalah harga pangan berdampak kepada konsumen dan petani.
Adi menjelaskan, untuk konsumen jika harga komoditas pangan kebutuhan sehari-hari kemampuan daya belinya rendah, maka akan menimbulkan masalah karena masyarakat tak bisa mengaksesnya.
"Kalau misalnya kenaikan itu cukup, daya belinya tinggi, kan tidak ada gejolak. Kalau dari sisi petani, tergantung dari struktur pasar, jadi tergantung jenis komoditasnya," katanya.
Sambung Adi menuturkan, fluktuasi harga pangan memang berkaitan erat dengan nilai inflasi. Meskipun inflasi tidak bisa dilihat hanya dalam konteks di suatu wilayah saja.
(ven)