Sanksi Terberat AS Dilepaskan, Inti Ekonomi Iran Akan Terganggu

Senin, 05 November 2018 - 14:14 WIB
Sanksi Terberat AS Dilepaskan, Inti Ekonomi Iran Akan Terganggu
Sanksi Terberat AS Dilepaskan, Inti Ekonomi Iran Akan Terganggu
A A A
TEHERAN - Amerika Serikat melepaskan sanksi 'terberatnya' kepada Iran pada awal pekan, Senin hari ini yang diikuti gelombang protes pada seluruh wilayah negara kaya minyak tersebut. Pemerintahan Donal Trump mengembalikan semua sanksi yang dihapus berdasarkan perjanjian nuklir tahun 2015, silam.

Sanksi yang dilayangkan tidak hanya menargetkan Iran, tetapi juga negara-negara yang berdagang dengannya. Langkah AS ini diyakini bakal menjadi hantaman keras bagi ekspor minyak Iran, bisnis pengiriman serta bank bahkan diperkirakan hampir berdampak ke semua bagian inti ekonomi negara.

Sementara itu, sanksi yang mulai berlaku sejak 4 November itu disambut ribuan warga Iran dengan meneriakkan "Death to America" pada akhir pekan, kemarin. Mereka juga menyerukan penolakan untuk melakukan pembicaraan serta negosiasi.

Militer Iran juga dikutip mengatakan, bakal menggelar latihan pertahanan udara pada hari Senin dan Selasa untuk membuktikan kemampuan negara itu. Seperti dilansir BBC, Senin (5/11/2018) demonstrasi berlangsung tepat pada ulang tahun ke-39 pendudukan kedutaan AS di Teheran, yang menyebabkan empat dekade permusuhan.

Sebelum melakukan perjalanan kampanye untuk pemilihan umum menengah (sela) di AS, Presiden Donald Trump mengatakan Iran tengah berjuang di bawah kebijakan pemerintahannya.

"Sanksi Iran sangat kuat. Ini adalah sanksi terkuat yang pernah kami kenakan. Dan kami akan melihat apa yang terjadi dengan Iran, tetapi mereka saya yakin tidak akan bisa melaluinya dengan sangat baik, saya dapat memberitahu Anda," ungkapnya.

Awal Mula

Washington kembali memberlakukan sanksi setelah Trump pada bulan Mei menarik diri dari kesepakatan yang ditekan antara AS dan Iran pada tahun 2015 yang ditujukan untuk membatasi ambisi nuklir Iran. Pihak AS juga mengatakan, ingin menghentikan apa yang disebutnya kegiatan "memfitnah" Teheran termasuk serangan di dunia maya, uji coba rudal balistik, dan dukungan untuk kelompok teror dan milisi di Timur Tengah.

"Kami bekerja keras untuk memastikan tetap mendukung rakyat Iran dan bahwa kami mengarahkan semua kegiatan agar memastikan bahwa perilaku buruk Republik Islam Iran berubah. Itulah tujuannya, itulah misinya, dan itulah yang akan kami raih atas nama presiden," kata Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, kepada Fox News Sunday.

Menakar Dampak AS ke Iran

AS telah secara bertahap kembali memberlakukan sanksi, tetapi para analis mengatakan hingga putaran terakhir menjadi yang paling signifikan. Lebih dari 700 individu, entitas, kapal dan pesawat terbang kini masuk dalam daftar sanksi, termasuk bank-bank besar, eksportir minyak dan perusahaan pelayaran. Pompeo mengungkapkan, bahwa lebih dari 100 perusahaan internasional besar telah keluar dari Iran sebelum sanksi diterapkan.

Dia juga menambahkan, ekspor minyak Iran telah turun hampir satu juta barel per hari, yang dipastikan mencekik sumber utama pendanaan negara itu. Selain itu, jaringan Swift yang berbasis di Brussels untuk membuat pembayaran internasional diperkirakan akan memotong hubungan dengan lembaga-lembaga Iran yang ditargetkan, mengisolasi Iran dari sistem keuangan Internasional.

Bagaimana Reaksi Uni Eropa

Inggris, Jerman dan Perancis yang merupakan salah satu dari lima negara masih berkomitmen pada pakta nuklir, semuanya mengutarakan keberatan dengan sanksi tersebut. Diterangkan mereka telah berjanji untuk mendukung perusahaan-perusahaan Eropa yang melakukan "bisnis secara sah" dengan Iran dan telah menyiapkan mekanisme pembayaran alternatif - atau Special Purpose Vehicle (SPV) - yang akan membantu perdagangan perusahaan tanpa menghadapi hukuman AS.

Namun, analis meragukan kesepakatan ini secara material akan mengurangi dampak sanksi terhadap Iran. Dan dalam beberapa hari terakhir, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan AS akan "agresif" menargetkan setiap perusahaan atau organisasi "yang menghindari sanksi kami".

Pengecualian


Di sisi lain Pemerintah Trump telah memberikan pengecualian kepada delapan negara untuk terus mengimpor minyak Iran, meski tanpa menyebut siapa saja negara-negara tersebut. Kabarnya dalam daftar tersebut termasuk sekutu AS yakni Italia, India, Jepang dan Korea Selatan, bersama dengan Turki, China dan India.

Pompeo mengatakan bahwa negara-negara ini telah membuat "pengurangan signifikan dalam ekspor minyak mentah mereka" tetapi membutuhkan "sedikit lebih banyak waktu untuk mencapai nol". Dia mengatakan, dua pada akhirnya akan menghentikan impor dan enam lainnya akan mengurangi intesitas impor minyak mereka.

Reaksi Iran


Pemberlakukan kembali sanksi AS bertepatan dengan pengepungan kedutaan AS pada 4 November 1979, yang terjadi segera setelah jatuhnya shah yang didukung AS. Sekitar 52 orang Amerika disandera di kedutaan selama 444 hari dan sejak itu kedua negara menjadi musuh.

Kelompok garis keras menggelar, protes untuk memperingati pengepungan setiap tahun tetapi pada hari Minggu, para pemrotes juga melampiaskan kemarahan mereka tentang sanksi. Media pemerintah Iran mengatakan jutaan orang muncul di kota-kota, bersumpah setia kepada Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, meskipun BBC tidak dapat memverifikasi secara independen angka ini.

Hal itu mengiringi pidato berapi-api dari Ayatollah Khamenei pada hari Sabtu, di mana ia memperingatkan AS tidak akan "membangun kembali dominasi" yang terjadi atas Iran sebelum 1979. Namun, beberapa orang Iran mengutarakan aspirasi mereka melalui Twitter untuk melampiaskan kekecewaan dengan tagar #Sorry US Embassy Siege dengan lebih dari 19.000 tweet.

Satu pengguna tweet dalam bahasa Inggris menulis: "Selama 40 tahun terakhir, rezim Islam Iran mencoba menghadirkan AS dan Israel sebagai musuh Iran. Tetapi orang-orang Iran tidak berpikir seperti mullah. Kami mencintai semua bangsa dan semua orang di dunia." Yang lain berkata: "Amerika bukan musuh kita, musuh kita yang menjadikan kita sebagai sandera di rumah sendiri (negara)."
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5571 seconds (0.1#10.140)