Penguatan Rupiah Cerminan Kondisi Perekonomian Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi dalam beberapa hari belakangan, menjadi cerminan kondisi perekonomian Indonesia. Pada perdagangan kemarin, nilai tukar mata uang Garuda ditutup di level Rp14.575 per USD.
Dia mengatakan, selama 2018, sejatinya banyak yang bisa ditopang berdasarkan pondasi Indonesia. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas 5%, inflasi yang bisa dijaga di level rendah, serta Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menunjukkan postur yang sehat dan kredibel.
"Kemudian belanja sektor rill masih maju kalau kita lihat penerimaan pajak. Hampir semua sektor, pertumbuhannya double digit. Dan pondasi ekonomi Indonesia ini penting untuk terus dikomunikasikan," katanya di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Meski demikian, Sri Mulyani mengakui, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia masih tertekan karena adanya arus modal yang keluar (capital outflow) secara masif dan kembali ke Amerika Serikat. Dengan kondisi yang ada saat ini, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia berharap muncul rasionalisasi dari para pelaku ekonomi global.
"Mereka akan melihat Indonesia berbeda. Saya kemarin ke Australia, kita ketemu dengan para investor, pelaku ekonomi, mereka melihat dan mendengar bahwa Indonesia harusnya berbeda sekali dengan negara yang vulnerable (rentan). Waktu saya di Singapura kemarin, kita juga bicara angka yang ada di Indonesia sangat positif. Jadi indonesia tidak seharusnya masuk ke negara vulnerable," imbuh dia.
Oleh sebab itu, lanjut wanita yang akrab disapa Ani, inilah saatnya mengomunikasikan kepada pelaku ekonomi di tingkat regional dan global mengenai kondisi perekonomian di Tanah Air. Sehingga, saat mereka mulai berpikir rasional maka Indonesia akan mendapatkan arus modal yang masuk (capital inflow) kembali.
"Tapi kita tetap harus hati-hati karena memang suasana. Politik secara global tetap dinamis. Yang paling penting dalam ekonomi adalah dalam suasana yang cukup. Guncangan ini harus punya fleksibilitas dan kemampuan untuk menyerap dalam APBN bagaimana kalau terjadi guncangan. Dapatkah kita mampu fleksibel dan mampu menyerap dari sisi keuangan dan dari sisi perbankan, apakah mereka mampu adjust atau mengubah saat terjadi guncangan itu," tandasnya.
Dia mengatakan, selama 2018, sejatinya banyak yang bisa ditopang berdasarkan pondasi Indonesia. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas 5%, inflasi yang bisa dijaga di level rendah, serta Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menunjukkan postur yang sehat dan kredibel.
"Kemudian belanja sektor rill masih maju kalau kita lihat penerimaan pajak. Hampir semua sektor, pertumbuhannya double digit. Dan pondasi ekonomi Indonesia ini penting untuk terus dikomunikasikan," katanya di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Meski demikian, Sri Mulyani mengakui, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia masih tertekan karena adanya arus modal yang keluar (capital outflow) secara masif dan kembali ke Amerika Serikat. Dengan kondisi yang ada saat ini, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia berharap muncul rasionalisasi dari para pelaku ekonomi global.
"Mereka akan melihat Indonesia berbeda. Saya kemarin ke Australia, kita ketemu dengan para investor, pelaku ekonomi, mereka melihat dan mendengar bahwa Indonesia harusnya berbeda sekali dengan negara yang vulnerable (rentan). Waktu saya di Singapura kemarin, kita juga bicara angka yang ada di Indonesia sangat positif. Jadi indonesia tidak seharusnya masuk ke negara vulnerable," imbuh dia.
Oleh sebab itu, lanjut wanita yang akrab disapa Ani, inilah saatnya mengomunikasikan kepada pelaku ekonomi di tingkat regional dan global mengenai kondisi perekonomian di Tanah Air. Sehingga, saat mereka mulai berpikir rasional maka Indonesia akan mendapatkan arus modal yang masuk (capital inflow) kembali.
"Tapi kita tetap harus hati-hati karena memang suasana. Politik secara global tetap dinamis. Yang paling penting dalam ekonomi adalah dalam suasana yang cukup. Guncangan ini harus punya fleksibilitas dan kemampuan untuk menyerap dalam APBN bagaimana kalau terjadi guncangan. Dapatkah kita mampu fleksibel dan mampu menyerap dari sisi keuangan dan dari sisi perbankan, apakah mereka mampu adjust atau mengubah saat terjadi guncangan itu," tandasnya.
(ven)