Soal Impor, Praktik Mafia Pangan Bukan Sekadar Isu
A
A
A
JAKARTA - Eksistensi mafia pangan di Indonesia selama ini merupakan persoalan khusus yang kerap mengganggu stabilitas pangan maupun produksi pertanian nasional, serta telah "menggurita" pelakunya. Oleh sebab itu, ulah mafia pangan perlu diakui keberadaannya dan bukan sekadar komoditas isu karena telah berkembang lama dan mendistorsi.
"Keberadaan mafia pangan amat merugikan petani dan masyarakat karena bisa mempengaruhi, bahkan mengatur harga pangan," ujar Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Suwardi, Sabtu (17/11/2018).
Sebelumnya beredar kabar, Komisi Ombudsman menyerukan supaya Kementerian Pertanian (Kementan) tidak mengembuskan tuduhan adanya praktik mafia pangan. Ditambah menganggapnya sebagai biang keladi di berbagai persoalan pertanian yang mengakibatkan keputusan impor komoditas, salah satunya jagung yang saat ini sedang marak dibahas.
Komisi Ombudsman meminta agar Kementan jangan menggoreng isu importir mafia pangan terhadap persoalan komoditas jagung yang diputuskan dalam rapat koordinasi di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, pekan lalu, harus dilakukan impor.
Menanggapi itu, Suwardi mengatakan, soal praktik mafia pangan tak bisa dipandang sebagai "lemparan" isu terhadap berbagai persoalan pertanian. Namun telah menjadi fakta yang banyak terbukti pengungkapannya di lapangan.
"Mafia pangan mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya luar biasa besar. Data mereka keluarkan untuk mempengaruhi kebijakan impor. Dari impor itulah mafia pangan meraup keuntungan besar," ucap Suwardi.
Menurutnya praktik mafia pangan amat jelas diamati dari sikapnya yang mengganggu tujuan swasembada pangan dan akan melakukan berbagai strategi menghambatnya. Kendati begitu, Suwardi menilai, pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertanian, selama ini telah cukup baik dalam memberangus praktik mafia pangan.
Beberapa hal yang dilakukan, misalnya pembentukan Satgas Mafia Pangan, penerbitan regulasi tentang bea masuk impor, operasi pasar dan penimbunan gudang bahan pangan serta penerapan sanksi, sudah mempunyai dampak positif.
"Kinerjanya sudah lebih baik dari sebelumnya yang merajalela mafia pangan. Saat ini saya kira sudah lebih baik dalam melawan mafia pangan," kata Suwardi.
Berdasarkan data dihimpun, hingga pertengahan tahun 2018 sebanyak 373 kasus kejahatan pangan berhasil diungkap pemerintah. Kemudian, 409 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan diproses hukum.
"Keberadaan mafia pangan amat merugikan petani dan masyarakat karena bisa mempengaruhi, bahkan mengatur harga pangan," ujar Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Suwardi, Sabtu (17/11/2018).
Sebelumnya beredar kabar, Komisi Ombudsman menyerukan supaya Kementerian Pertanian (Kementan) tidak mengembuskan tuduhan adanya praktik mafia pangan. Ditambah menganggapnya sebagai biang keladi di berbagai persoalan pertanian yang mengakibatkan keputusan impor komoditas, salah satunya jagung yang saat ini sedang marak dibahas.
Komisi Ombudsman meminta agar Kementan jangan menggoreng isu importir mafia pangan terhadap persoalan komoditas jagung yang diputuskan dalam rapat koordinasi di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, pekan lalu, harus dilakukan impor.
Menanggapi itu, Suwardi mengatakan, soal praktik mafia pangan tak bisa dipandang sebagai "lemparan" isu terhadap berbagai persoalan pertanian. Namun telah menjadi fakta yang banyak terbukti pengungkapannya di lapangan.
"Mafia pangan mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya luar biasa besar. Data mereka keluarkan untuk mempengaruhi kebijakan impor. Dari impor itulah mafia pangan meraup keuntungan besar," ucap Suwardi.
Menurutnya praktik mafia pangan amat jelas diamati dari sikapnya yang mengganggu tujuan swasembada pangan dan akan melakukan berbagai strategi menghambatnya. Kendati begitu, Suwardi menilai, pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertanian, selama ini telah cukup baik dalam memberangus praktik mafia pangan.
Beberapa hal yang dilakukan, misalnya pembentukan Satgas Mafia Pangan, penerbitan regulasi tentang bea masuk impor, operasi pasar dan penimbunan gudang bahan pangan serta penerapan sanksi, sudah mempunyai dampak positif.
"Kinerjanya sudah lebih baik dari sebelumnya yang merajalela mafia pangan. Saat ini saya kira sudah lebih baik dalam melawan mafia pangan," kata Suwardi.
Berdasarkan data dihimpun, hingga pertengahan tahun 2018 sebanyak 373 kasus kejahatan pangan berhasil diungkap pemerintah. Kemudian, 409 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan diproses hukum.
(ven)