Kinerja Lippo Cikarang Tumbuh Positif Pasca Dekonsolidasi
A
A
A
JAKARTA - Aksi korporasi PT Lippo Cikarang Tbk mendekonsolidasi PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang proyek mega properti Meikarta berbuah manis. Emiten berkode LPCK itu meraup laba bersih Rp2,90 triliun atau naik 593% pada kuartal III 2018.
Sejumlah analis mengatakan langkah dekonsolidasi tersebut sudah tepat. Pengamat pasar modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada, menilai kinerja Lippo Cikarang pada kuartal III lalu menjadi sentimen positif pasar di tengah lesunya bisnis properti dan berkah dari dekonsolidasi anak usaha LPCK.
Menurut Reza, hasil dekonsolidasi anak usaha harusnya terlihat di periode laporan kinerja keuangan selanjutnya. "Kalau terkait aksi dekonsilidasi, terlihat nanti di periode berikutnya dan sekarang belum terlihat," ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (17/11/2018).
Menurut dia, berdasarkan pengalaman sebelumnya bila ada perusahaan melepas kepemilikan di suatu anak usaha atau entah itu dialihkan kepemilikan sahamnya, baik itu dijual, diprivatisasi, atau apapun istilahnya yang penting tidak ada di perusahaan tersebut, maka pencatatan keuangan konsolidasi tidak akan memasukan anak usaha tersebut.
Selanjutnya soal dugaan pembeli saham MSU dari luar negeri dan terafiliasi dengan Lippo, dimungkinan ada keterkaitan karena belum ada penjelasan juga siapa pembeli saham ini. "Namanya konglomerasi kan apapun memungkinkan. Yang penting diharapkan sesuai aturan-aturan hukum yang berlaku," kata Reza.
Analis Panin Sekuritas, William Hartanto juga meyakini, kinerja Lippo Cikarang justru akan lebih lebih baik kedepannya pasca dekonsilidasi. "Bagus, selama Meikarta belum jadi, dan masih terkait kasus maka akan membuat laporan keuangan LPCK terlihat kurang menarik," kata dia.
Dalam laporan keuangan LPCK kuartal II 2018, manajemen Lippo Cikarang sudah menyampaikan bila sejak Maret 2018 perusahaan telah mengalihkan 50,01% saham MSU kepada dua pihak.
Ini membuktikan bila aksi dekonsolidasi tidak terkait dengan kasus perizinan yang terungkap pada bulan Oktober. Aksi korporasi ini lebih merupakan strategi perusahaan menggandeng perusahaan internasional untuk mendukung Meikarta.
Hingga kuartal III 2018, PT Lippo Cikarang Tbk berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp1,84 triliun atau tumbuh 50% dibandingkan priode yang sama tahun lalu.
Sementara laba kotor Rp1,05 triliun, naik 102% dan mengantungi laba bersih sebesar Rp2,90 triliun alias naik 593%, terutama yang berasal dari dekonsolidasi anak perusahaan LPCK, PT Mahkota Sentosa Utama, sebesar Rp2,35 triliun.
Pada kuartal III 2018, pendapatan rumah hunian dan apartemen sebesar Rp717 miliar atau turun 24% dari periode yang sama tahun 2017, menyumbang 39% dari total pendapatan. Sementara pendapatan dari industri dan komersial tercatat sebesar Rp875 miliar, berkontribusi 48% terhadap total pendapatan.
Di sisi lain, penghasilan berulang LPCK meningkat menjadi Rp247 miliar di kuartal III 2018 dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp209 miliar.
Sejumlah analis mengatakan langkah dekonsolidasi tersebut sudah tepat. Pengamat pasar modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada, menilai kinerja Lippo Cikarang pada kuartal III lalu menjadi sentimen positif pasar di tengah lesunya bisnis properti dan berkah dari dekonsolidasi anak usaha LPCK.
Menurut Reza, hasil dekonsolidasi anak usaha harusnya terlihat di periode laporan kinerja keuangan selanjutnya. "Kalau terkait aksi dekonsilidasi, terlihat nanti di periode berikutnya dan sekarang belum terlihat," ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (17/11/2018).
Menurut dia, berdasarkan pengalaman sebelumnya bila ada perusahaan melepas kepemilikan di suatu anak usaha atau entah itu dialihkan kepemilikan sahamnya, baik itu dijual, diprivatisasi, atau apapun istilahnya yang penting tidak ada di perusahaan tersebut, maka pencatatan keuangan konsolidasi tidak akan memasukan anak usaha tersebut.
Selanjutnya soal dugaan pembeli saham MSU dari luar negeri dan terafiliasi dengan Lippo, dimungkinan ada keterkaitan karena belum ada penjelasan juga siapa pembeli saham ini. "Namanya konglomerasi kan apapun memungkinkan. Yang penting diharapkan sesuai aturan-aturan hukum yang berlaku," kata Reza.
Analis Panin Sekuritas, William Hartanto juga meyakini, kinerja Lippo Cikarang justru akan lebih lebih baik kedepannya pasca dekonsilidasi. "Bagus, selama Meikarta belum jadi, dan masih terkait kasus maka akan membuat laporan keuangan LPCK terlihat kurang menarik," kata dia.
Dalam laporan keuangan LPCK kuartal II 2018, manajemen Lippo Cikarang sudah menyampaikan bila sejak Maret 2018 perusahaan telah mengalihkan 50,01% saham MSU kepada dua pihak.
Ini membuktikan bila aksi dekonsolidasi tidak terkait dengan kasus perizinan yang terungkap pada bulan Oktober. Aksi korporasi ini lebih merupakan strategi perusahaan menggandeng perusahaan internasional untuk mendukung Meikarta.
Hingga kuartal III 2018, PT Lippo Cikarang Tbk berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp1,84 triliun atau tumbuh 50% dibandingkan priode yang sama tahun lalu.
Sementara laba kotor Rp1,05 triliun, naik 102% dan mengantungi laba bersih sebesar Rp2,90 triliun alias naik 593%, terutama yang berasal dari dekonsolidasi anak perusahaan LPCK, PT Mahkota Sentosa Utama, sebesar Rp2,35 triliun.
Pada kuartal III 2018, pendapatan rumah hunian dan apartemen sebesar Rp717 miliar atau turun 24% dari periode yang sama tahun 2017, menyumbang 39% dari total pendapatan. Sementara pendapatan dari industri dan komersial tercatat sebesar Rp875 miliar, berkontribusi 48% terhadap total pendapatan.
Di sisi lain, penghasilan berulang LPCK meningkat menjadi Rp247 miliar di kuartal III 2018 dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp209 miliar.
(ven)