BFI Finance Ajukan Banding, Putusan PTUN Belum Inkrah
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum PT BFI Finance Indonesia Tbk, Anthony L.P. Hutapea, menegaskan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tertanggal 12 November 2018 terkait pembatalan keputusan-keputusan Tata Usaha Negara atas nama BFI Finance yang disampaikan Kuasa Hukum PT Aryaputra Teguharta (APT) belum bisa dilaksanakan. Pasalnya, putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap atau belum inkrah.
Sebab pada hari yang sama, 12 November 2018, BFI Finance selaku Tergugat II Intervensi telah menyatakan banding atas putusan PTUN Jakarta tersebut. Demikian juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) selaku Tergugat I telah menyatakan banding pada 21 November 2018. "Dengan demikian, putusan PTUN Jakarta belum efektif berlaku dan belum dapat dilaksanakan," kata Anthony Hutapea, Selasa (27/11/2018).
Permohonan banding yang dilakukan itu, lanjut Anthony, lantaran putusan PTUN Jakarta tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan BFI Finance bahwa Putusan PK No. 240/2006 yang menjadi dalil Aryaputra itu, sudah berkali-kali dinyatakan tidak dapat dieksekusi (Non Executable) berdasarkan dua Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan lima Surat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Anthony juga menyayangkan mengapa PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Aryaputra. Sebab menurutnya, produk-produk Tata Usaha Negara yang jadi objek sengketa tadi telah lampau. "Menurut UU 51/2009 soal Peradilan Tata Usaha Negara, objek sengketa paling lama bisa diajukan gugatan setelah 90 hari diterbitkan. Sedangkan ini sudah dari 2001, jadi penetapan PTUN ini sebenarnya kelewatan," lanjutnya.
Menurut Anthony, pihaknya akan melakukan segala upaya yang diperlukan guna mempertahankan dan membela hak-hak perusahaan dan juga para pemegang saham yang tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Upaya ini termasuk melakukan upaya hukum banding terhadap putusan PTUN Jakarta kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta melalui Kepaniteraan PTUN Jakarta.
"Yang jelas saat ini putusan PTUN Jakarta tersebut tidak mempengaruhi kegiatan bisnis dan operasional BFI Finance, dimana bisnis dan operasional berjalan seperti biasa," katanya.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pun ikut menyayangkan putusan PTUN Jakarta yang meloloskan gugatan Aryaputra. Sebab persetujuan dan penerimaan laporan atau pemberitahuan kepada Dirjen AHU oleh BFI Finance melalui notaris, isinya hanya sebagai surat korespondensi dan bersifat informatif mengacu pada ketentuan perundang-undangan sesuai UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Dan Kemenkumham tidak memiliki wewenang untuk mengubah isi anggaran dasar maupun susunan pemegang saham seperti yang dimintakan Aryaputra, sebab hal itu harus didasarkan pada akta yang membuat hasil keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS).
"Intinya kami hanya mengesahkan pengajuan dari notaris selaku pemohon," ujar Sudaryanto, Kepala Humas dan TU Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham. Atas dasar itu, Kemenkumham pun mengajukan banding pada Rabu pekan lalu (21/11).
Seperti diketahui, meskipun telah tujuh kali kalah di Pengadilan Negeri, Aryaputra terus mengklaim masih memiliki saham di BFI Finance. Tak kunjung membuahkan hasil, pada 16 Mei 2018 APT banting setir dan memilih menggugat Kemenkumham di PTUN Jakarta. Merasa menjadi objek sengketa, BFI Finance pun mengajukan diri menjadi tergugat II intervensi.
Sengketa yang berlarut-larut ini sebenarnya juga tidak perlu terjadi jika Ongko Group, induk usaha Aryaputra, membayar utangnya kepada BFI Finance senilai USD100 juta pada tahun 2001 lalu. Karena tidak ada niat pengembalian utang itulah maka saham BFI milik Aryaputra yang dijaminkan oleh Ongko kepada BFI akhirnya dijual.
Sebab pada hari yang sama, 12 November 2018, BFI Finance selaku Tergugat II Intervensi telah menyatakan banding atas putusan PTUN Jakarta tersebut. Demikian juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) selaku Tergugat I telah menyatakan banding pada 21 November 2018. "Dengan demikian, putusan PTUN Jakarta belum efektif berlaku dan belum dapat dilaksanakan," kata Anthony Hutapea, Selasa (27/11/2018).
Permohonan banding yang dilakukan itu, lanjut Anthony, lantaran putusan PTUN Jakarta tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan BFI Finance bahwa Putusan PK No. 240/2006 yang menjadi dalil Aryaputra itu, sudah berkali-kali dinyatakan tidak dapat dieksekusi (Non Executable) berdasarkan dua Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan lima Surat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Anthony juga menyayangkan mengapa PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Aryaputra. Sebab menurutnya, produk-produk Tata Usaha Negara yang jadi objek sengketa tadi telah lampau. "Menurut UU 51/2009 soal Peradilan Tata Usaha Negara, objek sengketa paling lama bisa diajukan gugatan setelah 90 hari diterbitkan. Sedangkan ini sudah dari 2001, jadi penetapan PTUN ini sebenarnya kelewatan," lanjutnya.
Menurut Anthony, pihaknya akan melakukan segala upaya yang diperlukan guna mempertahankan dan membela hak-hak perusahaan dan juga para pemegang saham yang tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Upaya ini termasuk melakukan upaya hukum banding terhadap putusan PTUN Jakarta kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta melalui Kepaniteraan PTUN Jakarta.
"Yang jelas saat ini putusan PTUN Jakarta tersebut tidak mempengaruhi kegiatan bisnis dan operasional BFI Finance, dimana bisnis dan operasional berjalan seperti biasa," katanya.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pun ikut menyayangkan putusan PTUN Jakarta yang meloloskan gugatan Aryaputra. Sebab persetujuan dan penerimaan laporan atau pemberitahuan kepada Dirjen AHU oleh BFI Finance melalui notaris, isinya hanya sebagai surat korespondensi dan bersifat informatif mengacu pada ketentuan perundang-undangan sesuai UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Dan Kemenkumham tidak memiliki wewenang untuk mengubah isi anggaran dasar maupun susunan pemegang saham seperti yang dimintakan Aryaputra, sebab hal itu harus didasarkan pada akta yang membuat hasil keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS).
"Intinya kami hanya mengesahkan pengajuan dari notaris selaku pemohon," ujar Sudaryanto, Kepala Humas dan TU Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham. Atas dasar itu, Kemenkumham pun mengajukan banding pada Rabu pekan lalu (21/11).
Seperti diketahui, meskipun telah tujuh kali kalah di Pengadilan Negeri, Aryaputra terus mengklaim masih memiliki saham di BFI Finance. Tak kunjung membuahkan hasil, pada 16 Mei 2018 APT banting setir dan memilih menggugat Kemenkumham di PTUN Jakarta. Merasa menjadi objek sengketa, BFI Finance pun mengajukan diri menjadi tergugat II intervensi.
Sengketa yang berlarut-larut ini sebenarnya juga tidak perlu terjadi jika Ongko Group, induk usaha Aryaputra, membayar utangnya kepada BFI Finance senilai USD100 juta pada tahun 2001 lalu. Karena tidak ada niat pengembalian utang itulah maka saham BFI milik Aryaputra yang dijaminkan oleh Ongko kepada BFI akhirnya dijual.
(ven)