Agen Perisai BPJS Ketenagakerjaan Studi Banding ke Tokyo
A
A
A
TOKYO - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mengajak 10 agen Perisai untuk menghadiri simposium program jaminan sosial yang digelar di Tokyo, Jepang, pada Kamis (6/12/2018).
Selain mengikuti sesi seminar, para agen Perisai juga mendapat kesempatan untuk studi banding mengenai keagenan jaminan sosial di Jepang yang disebut Sharoushi. Mereka bertukar pengalaman soal fungsi dan sistem keagenan program jaminan sosial di Negeri Sakura itu yang sudah eksis sejak 50 tahun silam.
"Agen Perisai yang diajak ke Tokyo adalah mereka yang berprestasi dari beberapa daerah di Indonesia. Kita bekerja sama dengan JICA yang mensupport program ini untuk memperluas cakupan program jaminan sosial. Kami berharap bisa belajar banyak dari Jepang yang berhasil menerapkan Shiroushi tak hanya sebagai agen akuisisi peserta bpjs tapi juga mereka jadi semacam konsultan untuk menjembatani kebutuhan pekerja dengan institusinya," kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto di sela-sela simposium Roundtable Meeting on Sharoushi di Tokyo Jepang, Kamis (6/12/2018).
Pada simposium itu, Agus Susanto yang menjadi salah satu pembicara memaparkan sejumlah capaian BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia. Menurutnya, Indonesia saat ini memiliki bonus demografi yang besar sehingga berpotensi dimanfaatkan untuk pembangunan nasional termasuk pengembangan sistem jaminan sosial.
Selain Agus, pembicara lain juga menyampaikan sejumlah pandanganya serta update imformasi sistem jamiman sosial di masing masing negara. Adapun negara-negara yang hadir pada acara tersebut di antaranya Indonesia, Korea, Malaysia Thailand, Italia, Rumania, dan tuan rumah jepang.
Dia menambahkan, program yang diperkenalkan sejak November 2017 ini merupakan inovasi untuk memperluas cakupan kepesertaan dan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. Model ini merupakan sistem keagenan di mana setiap agen bisa melakukan akuisisi peserta informal atau bukan penerima upah (BPU) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
"Jadi ini agen kita resmi, bukan karyawan tapi mereka punya surat tugas untuk mencari peserta, sosialisasi produk hingga mengingatkan pembayaran si peserta. Dengan agen ini kitabbisa lebih efisien daripada menambah kantor baru," tambah Agus.
Dalam pelaksanaannya, agen Perisai dibekali aplikasi smartphone sehingga lebih praktis. Calon peserta yang akan mendaftar tinggal menghubungi agen untuk kemudian diproses di aplikasi.
Sampai saat ini jumlah agen Perisai berjumlah 4.000 orang di mana 3.500 agen di antaranya aktif melakukan akuisisi. Jumlah tersebut diharapkam terus meningkat seiring masih banyaknya sektor usaha informal dan UMKM yang belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Salah seorang agen Perisai yang turut serta dalam simposium teraebut, Yuliani, mengaku senang bisa berpartisipasi dalam simposium tersebut. Menurut ibu rumah tangga berusia 37 tahun itu, ajang ini memberikan kesempatan kepada para agen untuk lebih mengetahui bagaimana sistem keagenan yang diterapkan di negara lain seperti Jepang yang sudah lebih maju.
"Di sini kita bisa berdiskusi dan dapat pengetahuan baru untuk kita terapkan di Indonesia," ujar perempuan yang sudah mengakuisisi 5.000 peserta BPJS Ketenagakerjaan itu.
Selain mengikuti sesi seminar, para agen Perisai juga mendapat kesempatan untuk studi banding mengenai keagenan jaminan sosial di Jepang yang disebut Sharoushi. Mereka bertukar pengalaman soal fungsi dan sistem keagenan program jaminan sosial di Negeri Sakura itu yang sudah eksis sejak 50 tahun silam.
"Agen Perisai yang diajak ke Tokyo adalah mereka yang berprestasi dari beberapa daerah di Indonesia. Kita bekerja sama dengan JICA yang mensupport program ini untuk memperluas cakupan program jaminan sosial. Kami berharap bisa belajar banyak dari Jepang yang berhasil menerapkan Shiroushi tak hanya sebagai agen akuisisi peserta bpjs tapi juga mereka jadi semacam konsultan untuk menjembatani kebutuhan pekerja dengan institusinya," kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto di sela-sela simposium Roundtable Meeting on Sharoushi di Tokyo Jepang, Kamis (6/12/2018).
Pada simposium itu, Agus Susanto yang menjadi salah satu pembicara memaparkan sejumlah capaian BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia. Menurutnya, Indonesia saat ini memiliki bonus demografi yang besar sehingga berpotensi dimanfaatkan untuk pembangunan nasional termasuk pengembangan sistem jaminan sosial.
Selain Agus, pembicara lain juga menyampaikan sejumlah pandanganya serta update imformasi sistem jamiman sosial di masing masing negara. Adapun negara-negara yang hadir pada acara tersebut di antaranya Indonesia, Korea, Malaysia Thailand, Italia, Rumania, dan tuan rumah jepang.
Dia menambahkan, program yang diperkenalkan sejak November 2017 ini merupakan inovasi untuk memperluas cakupan kepesertaan dan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. Model ini merupakan sistem keagenan di mana setiap agen bisa melakukan akuisisi peserta informal atau bukan penerima upah (BPU) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
"Jadi ini agen kita resmi, bukan karyawan tapi mereka punya surat tugas untuk mencari peserta, sosialisasi produk hingga mengingatkan pembayaran si peserta. Dengan agen ini kitabbisa lebih efisien daripada menambah kantor baru," tambah Agus.
Dalam pelaksanaannya, agen Perisai dibekali aplikasi smartphone sehingga lebih praktis. Calon peserta yang akan mendaftar tinggal menghubungi agen untuk kemudian diproses di aplikasi.
Sampai saat ini jumlah agen Perisai berjumlah 4.000 orang di mana 3.500 agen di antaranya aktif melakukan akuisisi. Jumlah tersebut diharapkam terus meningkat seiring masih banyaknya sektor usaha informal dan UMKM yang belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Salah seorang agen Perisai yang turut serta dalam simposium teraebut, Yuliani, mengaku senang bisa berpartisipasi dalam simposium tersebut. Menurut ibu rumah tangga berusia 37 tahun itu, ajang ini memberikan kesempatan kepada para agen untuk lebih mengetahui bagaimana sistem keagenan yang diterapkan di negara lain seperti Jepang yang sudah lebih maju.
"Di sini kita bisa berdiskusi dan dapat pengetahuan baru untuk kita terapkan di Indonesia," ujar perempuan yang sudah mengakuisisi 5.000 peserta BPJS Ketenagakerjaan itu.
(fjo)