Pemerintah Didesak Batalkan Relaksasi DNI di Bidang Survei

Selasa, 11 Desember 2018 - 07:22 WIB
Pemerintah Didesak Batalkan...
Pemerintah Didesak Batalkan Relaksasi DNI di Bidang Survei
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta mengkaji kembali rencana relaksasi DNI atau Daftar Negatif Investasi, khususnya di bidang survei yang selama ini sudah dilakukan oleh lembaga survei BUMN dan swasta. Alasannya, selama ini lembaga survei yang ada sudah menunjukkan kinerja dan reputasi yang sangat baik.

Permintaan itu mengemuka dalam diskusi terbatas mengenai ekonomi dan kebijakan publik akhir tahun 2018 dengan tema "Menimbang Ulang Kebijakan Pemerintah atas Relaksasi DNI" yang diselenggarakan oleh Program Magister Adminitrasi Publik Universitas Nasional, Jakarta, Senin (10/12/2018).

Permintaan tersebut merupakan respons atas keputusan pemerintah yang mengeluarkan 54 bidang usaha dari DNI 2018, termasuk jasa survei atau jajak pendapat masyarakat dan penelitian pasar, sebagaimana diumumkan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution pada 19 November 2018 lalu.

Beberapa lembaga jasa survei yang akan dibuka untuk investasi asing itu antara lain, survei panas bumi, jasa survei objek-objek pembiayaan atau pengawasan persediaan barang dan pergudangan, dan jasa survei kuantitas. Pemerintah sendiri beralasan mengeluarkan jasa survei dari DNI karena untuk mendukung transfer teknologi dan memanfaatkan jaringan jasa internasional.

Selain itu, pemerintah berkilah, karena jasa survei kuantitas dan kualitas menjadi bagian dari jaringan jasa survei internasional. Sehingga mendorong agar hasil survei lebih mudah diterima dan dipercaya di negara tujuan ekspor.

Namun para pembicara yang hadir dalam diskusi tersebut mempertanyakan urgensi keputusan pemerintah membuka keran lembaga survei asing.

"Pemerintah semestinya memperkuat posisi lembaga survei yang sudah memiliki kinerja, reputasi dan prestasi bagus, kemampuan sumber daya manusia dan jaringan internasional sudah sangat bagus," kata I Made Adnyana, Ketua Program Studi Ilmu Manajemen dan dosen Pascasarjana Universitas Nasional (Unas) yang hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut.

Menurut Made, selama ini jaringan internasional dapat diperoleh perusahaan-perusahaan jasa survei BUMN dan swasta melalui kemitraan dengan perusahaan multinasional, baik secara konsorsium, kerjasama operasi, sub-kontrak, afiliate, dan/atau bentuk lain.

"Teknologi Jasa Survei bukan merupakan hal yang sulit dijangkau oleh perusahaan survei nasional, karena tersedia mitra dan provider yang mudah diakses, baik yang terkait dengan peralatan (hardware/software), model bisnis, tansformasi digital, maupun sistem dalam rangka meningkatkan daya saing," papar Made.

Selain itu, perusahaan jasa survei nasional sudah diakreditasi oleh SNI ISO 17020 oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan diakui oleh seluruh dunia melalui Mutual Recognition Agreement (MRA) International Accreditation Forum (IAF). Dengan demikian, lanjut dia, setiap laporan yang dilakukan oleh usaha jasa survei nasional telah mendapatkan pengakuan secara internasional.

Karena itu, dia menilai tidak perlu ada keraguan lagi terhadap kemampuan jasa survei nasional. Posisi tenaga ahli juga sudah dapat diisi dan dilakukan oleh tenaga kerja nasional. Jadi kesimpulannya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk membuka penanaman modal asing (PMA) terhadap sektor jasa survei itu.

"Pemerintah semestinya justru memperkuat keberadaan lembaga survei nasional yang sudah ada. Selain karena daya saing dan keunggulan komparatif yang kita miliki, juga sebagai bentuk afirmasi kepada dunia usaha yang sudah kuat," kritik Made.

Untuk itu, Made meminta Menko Perekonomian agar juga mendengarkan masukan dari pelaku usaha lain, masyarakat akademis serta lembaga lain seperti Badan Sertifikasi Nasional (BSN) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN), serta aspirasi sejumlah asosiasi pengusaha. Melihat kemampuan yang ada, pihaknya mendesak pemerintah segera membatalkan rencana relaksasi DNI di bidang survei.

Kemampuan Lembaga Nasional Sudah Teruji
Pada kesempatan yang sama, Rusman Ghazali, Ketua Program Pasca Sarjana Admintrasi Publik Unas Jakarta, menilai, lembaga survei BUMN dan swasta Indonesia sejauh ini sudah sangat memadai dan teruji ketika komitmen pasar bebas berbasis ASEAN diberlakukan akhir tahun 2015 lalu.

Semestinya, lanjut Rusman, pemerintah memberi ruang dan mendorong lembaga survei nasional membangun aliansi strategi seluas-luasnya dengan lembaga verifikasi lainnya di luar negeri agar lembaga survei nasional semakin diperhitungkan di pentas internasional.

"Ini penting untuk memperluas jangkauan pasar terutama dalam menguasai pasar global, bukan malah membuka keran investasi asing di bidang survei yang nyata-nyata sudah dapat ditangani secara unggul oleh lembaga Survei BUMN dan swasta," pungkas Rusman.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2206 seconds (0.1#10.140)