Penggerak Ekonomi Digital, Menperin Bangun Optimisme Generasi Milenial
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto giat membangun semangat optimisme kepada generasi muda Indonesia, terutama agar mampu mengambil peluang di era revolusi industri 4.0. Para generasi milenial diyakini berperan penting menjadi penggerak bagi pengembangan ekonomi digital.
“Adik-adik mahasiswa saat ini adalah mereka yang akan mengisi pembangunan mulai sekarang hingga periode tahun 2030, bahkan 2045. Jadi, harus optimistis untuk lebih kreatif dan inovatif,” ujar Menperin lewat keterangan resmi di Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Di hadapan lebih dari 600 mahasiswa lintas fakultas UHN, Airlangga menyampaikan paparan mengenai peningkatan daya saing Indonesia melalui penerapan revolusi industri 4.0. “Kunci implementasi industri 4.0, salah satunya adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Inilah yang menjadi kekuatan bagi Indonesia dibanding negara lain,” tuturnya.
Untuk itu, pada tahun depan, pemerintah semakin gencar melaksanakan berbagai program dalam upaya pengembangan kualitas SDM yang dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja saat ini. Apalagi, Indonesia tengah menikmati masa bonus demografi atau dominasi penduduk berusia produktif hingga 15 tahun ke depan.
“Berdasarkan pengalaman negara lain seperti Jepang, China, Singapura, dan Thailand, ketika mereka berada pada masa bonus demografi, pertumbuhan ekonominya tinggi. Nah, inilah yang bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia dengan potensi populasi tenaga kerja sekarang,” paparnya.
Oleh karena itu, pemerintah telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai kesiapan untuk memasuki era revolusi industri 4.0. Melalui beberapa langkah strategis, diyakini dapat merebut peluang dari efek ekonomi digital.
"Kalau pembangunan tanpa ekonomi digital, pertumbuhan hanya 5%. Bagi Indonesia, ingin meningkatkan dengan penambahan lapangan kerja atau job creation,” imbuhnya.
Dalam aspirasi besar Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. “Dengan revolusi industri 4.0, peningkatan terhadap PDB riil bisa tumbuh 1-2%, penambahan hingga 10 juta lapangan kerja, dan kontribusi manufaktur terhadap PDB sebesar 25% sampai tahun 2030,”tandasnya.
Menperin menjelaskan, generasi milenial perlu mempelajari basis pendidikan yang dibutuhkan pada era ekonomi digital, seperti koding, statistika dan Bahasa Inggris. "Maka itu kami tengah mendorong bidang Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics (STEAM) menjadi mainstream kembali pada basis pendidikan kita,” tegasnya.
Di samping itu, Sitompul dari Fakultas Hukum UHN, menanyakan tentang program prioritas yang sedang dijalankan pemerintah dalam upaya memasuki era industri 4.0. “Di dalam Making Indonesia 4.0, ada 10 prioritas nasional yang telah ditetapkan,” jawab Airlangga.
Kesepuluh langkah prioritas nasional tersebut, yaitu perbaikan alur aliran material, mendesain ulang zona industri, mengakomodasi standar sustainability, pemberdayaan UMKM, membangun infrastruktur digital nasional, menarik investasi asing, peningkatan kualitas SDM, pembentukan ekosistem inovasi, menerapkan insentif investasi teknologi, serta harmonisasi aturan dan kebijakan.
“Adik-adik mahasiswa saat ini adalah mereka yang akan mengisi pembangunan mulai sekarang hingga periode tahun 2030, bahkan 2045. Jadi, harus optimistis untuk lebih kreatif dan inovatif,” ujar Menperin lewat keterangan resmi di Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Di hadapan lebih dari 600 mahasiswa lintas fakultas UHN, Airlangga menyampaikan paparan mengenai peningkatan daya saing Indonesia melalui penerapan revolusi industri 4.0. “Kunci implementasi industri 4.0, salah satunya adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Inilah yang menjadi kekuatan bagi Indonesia dibanding negara lain,” tuturnya.
Untuk itu, pada tahun depan, pemerintah semakin gencar melaksanakan berbagai program dalam upaya pengembangan kualitas SDM yang dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja saat ini. Apalagi, Indonesia tengah menikmati masa bonus demografi atau dominasi penduduk berusia produktif hingga 15 tahun ke depan.
“Berdasarkan pengalaman negara lain seperti Jepang, China, Singapura, dan Thailand, ketika mereka berada pada masa bonus demografi, pertumbuhan ekonominya tinggi. Nah, inilah yang bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia dengan potensi populasi tenaga kerja sekarang,” paparnya.
Oleh karena itu, pemerintah telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai kesiapan untuk memasuki era revolusi industri 4.0. Melalui beberapa langkah strategis, diyakini dapat merebut peluang dari efek ekonomi digital.
"Kalau pembangunan tanpa ekonomi digital, pertumbuhan hanya 5%. Bagi Indonesia, ingin meningkatkan dengan penambahan lapangan kerja atau job creation,” imbuhnya.
Dalam aspirasi besar Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. “Dengan revolusi industri 4.0, peningkatan terhadap PDB riil bisa tumbuh 1-2%, penambahan hingga 10 juta lapangan kerja, dan kontribusi manufaktur terhadap PDB sebesar 25% sampai tahun 2030,”tandasnya.
Menperin menjelaskan, generasi milenial perlu mempelajari basis pendidikan yang dibutuhkan pada era ekonomi digital, seperti koding, statistika dan Bahasa Inggris. "Maka itu kami tengah mendorong bidang Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics (STEAM) menjadi mainstream kembali pada basis pendidikan kita,” tegasnya.
Di samping itu, Sitompul dari Fakultas Hukum UHN, menanyakan tentang program prioritas yang sedang dijalankan pemerintah dalam upaya memasuki era industri 4.0. “Di dalam Making Indonesia 4.0, ada 10 prioritas nasional yang telah ditetapkan,” jawab Airlangga.
Kesepuluh langkah prioritas nasional tersebut, yaitu perbaikan alur aliran material, mendesain ulang zona industri, mengakomodasi standar sustainability, pemberdayaan UMKM, membangun infrastruktur digital nasional, menarik investasi asing, peningkatan kualitas SDM, pembentukan ekosistem inovasi, menerapkan insentif investasi teknologi, serta harmonisasi aturan dan kebijakan.
(akr)