BI Antisipasi Rupiah Bakal Hadapi Banyak Ujian di Akhir Tahun
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai bahwa rupiah akan mendapatkan banyak ujian di akhir tahun, terutama dari kondisi eksternal. Mata uang Garuda berpotensi masih bakal tertekan hingga akhir tahun seiring masih mencuatnya ketidakpastian terkait prospek ekonomi global, tensi perdagangan Amerika Serikat (AS) versus China serta penyelesaian negosiasi Brexit.
"Rupiah masih banyak ujian kedepannya karena mundurnya Gubernur Bank Sentral India. Perkembangan ini menyebabkan seluruh mata uang Asia melemah, termasuk Rupee India yang paling besar pelemahannya," ujar Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah di Jakarta, Rabu (12/12/2018).(Baca Juga: BI Akui Rupiah Belum Stabil Masih Dipengaruhi Kondisi Keuangan GlobalSambung dia menambahkan, faktor eksternal dalam perkembangan terakhir juga datang dari rencana PM Inggris Theresa May yang menunda voting EU Withdrawal Agreement di Parlemen Inggris dari sedianya diselenggarakan Selasa 11 Desember 2018. Alasannya karena kurangnya dukungan dari anggota Parlemen sehingga mendorong pelemahan tajam mata uang Pound Sterling (GBP).(Baca Juga: Rupiah Siang Merayap Tipis Saat IHSG Melompat ke Level 6.108Kondisi ekonomi global tersebut, menurutnya bakal mempengaruhi pergerakan mata uang Negara-negara berkembang di antaranya Indonesia. "Sentiment negatif di emerging market juga dipicu pengunduran diri Gubernur Reserve Bank of India yang semakin meningkatkan ketidakpastian ekonomi India," tandasnya.
Sementara itu sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa prospek ekonomi Indonesia akan semakin membaik dengan pertumbuhan yang lebih tinggi dan stabilitas yang tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan tetap meningkat hingga mencapai kisaran 5,0-5,4%.
Inflasi 2019 tetap terkendali pada kisaran sasaran 3,5+1% dengan terjaganya tekanan harga dari sisi permintaan, volatile foods dan administered prices, ekspektasi inflasi, dan stabilnya nilai tukar Rupiah. Defisit transaksi berjalan 2019 akan turun menjadi sekitar 2,5% dari PDB dengan langkah-langkah pengendalian impor serta peningkatan ekspor dan pariwisata.
"Rupiah masih banyak ujian kedepannya karena mundurnya Gubernur Bank Sentral India. Perkembangan ini menyebabkan seluruh mata uang Asia melemah, termasuk Rupee India yang paling besar pelemahannya," ujar Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah di Jakarta, Rabu (12/12/2018).(Baca Juga: BI Akui Rupiah Belum Stabil Masih Dipengaruhi Kondisi Keuangan GlobalSambung dia menambahkan, faktor eksternal dalam perkembangan terakhir juga datang dari rencana PM Inggris Theresa May yang menunda voting EU Withdrawal Agreement di Parlemen Inggris dari sedianya diselenggarakan Selasa 11 Desember 2018. Alasannya karena kurangnya dukungan dari anggota Parlemen sehingga mendorong pelemahan tajam mata uang Pound Sterling (GBP).(Baca Juga: Rupiah Siang Merayap Tipis Saat IHSG Melompat ke Level 6.108Kondisi ekonomi global tersebut, menurutnya bakal mempengaruhi pergerakan mata uang Negara-negara berkembang di antaranya Indonesia. "Sentiment negatif di emerging market juga dipicu pengunduran diri Gubernur Reserve Bank of India yang semakin meningkatkan ketidakpastian ekonomi India," tandasnya.
Sementara itu sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa prospek ekonomi Indonesia akan semakin membaik dengan pertumbuhan yang lebih tinggi dan stabilitas yang tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 diperkirakan tetap meningkat hingga mencapai kisaran 5,0-5,4%.
Inflasi 2019 tetap terkendali pada kisaran sasaran 3,5+1% dengan terjaganya tekanan harga dari sisi permintaan, volatile foods dan administered prices, ekspektasi inflasi, dan stabilnya nilai tukar Rupiah. Defisit transaksi berjalan 2019 akan turun menjadi sekitar 2,5% dari PDB dengan langkah-langkah pengendalian impor serta peningkatan ekspor dan pariwisata.
(akr)