Pemilihan Anggota BRTI Jangan Sampai Ganggu Kepercayaan Publik
A
A
A
JAKARTA - Pekan lalu, calon anggota Komite Regulasi Telekomunikasi Badan Regulasi Telekomunikasi (KRT-BRTI) menjalani seleksi pamungkas yaitu wawancara dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara. Nantinya dari 10 calon KRT BRTI dari unsur masyarakat tersebut akan dipilih oleh Menkominfo, 6 orang yang akan menduduki jabatan sebagai wasit di sektor telekomunikasi. Namun banyak pihak menyayangkan dari 10 calon KRT BRTI tersebut, tiga orang terafiliasi dengan salah satu operator telekomunikasi tertentu.
Banyaknya calon KRT BRTI yang terafiliasi dengan salah satu operator juga soroti oleh Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia. Menurutnya, adanya calon KRT yang terafiliasi dengan operator tertentu dan bahkan ada yang masih menjadi karyawan aktif pada operator tersebut, akan membuat potensi benturan kepentingan antara regulator dan operator tertentu tersebut.
Diakui Alamsyah, memang aturan secara formal yang mengatur mengenai KRT BRTI dari operator belum ada. "Namun dari prinsip governance value atau tata kelola pemerintahan yang baik khususnya di regulator yang harus inparsial, sudah seharusnya pansel dan Menkominfo bisa mempertimbangkan asal muasal dan kedekatan calon KRT BRTI dari unsur operator telekomunikasi tersebut," ujarnya, Selasa (18/12/2018).
Menurut komisioner Ombudsman tersebut, seharusnya sebelum calon KRT BRTI tersebut bergabung menjadi KRT BRTI, harus ada masa jeda beberapa tahun terlebih dahulu. Ini disebabkan tugas vital dari BRTI sebagai regulator yang harus independen dan bisa menjaga kerahasiaan perusahaan telekomunikasi yang diawasinya.
"Menurut saya tugas BRTI sangat vital yaitu menyangkut kerahasiaan perusahaan telekomunikasi tempat mereka bekerja dahulu, kerahasiaan perusahaan telekomunikasi yang akan diawasi oleh BRTI, kerahasiaan badan regulasi tersebut, relasi-relasi mereka saat ini dan kewajiban jangka pendek mereka saat ini," ujarnya.
Meski tak ada regulasinya, namun kata dia, dari sisi prinsip imparsialitas, mungkin Menkominfo dan panita seleksi bisa mempertimbangkan masa jeda untuk anggota KRT BRTI dari unsur masyarakat tersebut. Khususnya yang masih aktif menjadi karyawan salah satu operator.
Jika prinsip imparsialitas di BRTI tidak diperhatikan, Alamsyah memperkirakan akan membuat rumit BRTI dalam prsepsi publik. Publik pastinya akan berspekulasi banyak seperti aneksasi dari kelompok bisnis atau operator tertentu yang menaruh orang-orangnya di badan regulasi. BRTI harus memperjuangkan sendiri untuk mengcounter presepsi dan membangun prinsip imparsialitas sendiri di hadapan di hadapan publik.
"Salah satu kunci dari governance adalah public trust. Public trust diabaikan itu sudah tak zamannya lagi. Apa lagi di dunia IT. Ombudsman berharap Menkominfo dan panitia seleksi BRTI mengabaikan social capital yang dinamakan public trust," papar Alamsyah.
Memang operator bisa merekomendasikan KRT yang berasal dari unsur masyarakat. Tetapi para operator bisa merekomendasikan nama-nama public figure yang dianggap layak, independen dan mengerti mengenai industri telekomunikasi. Tujuannya untuk mensupport kepercayaan public kepada badan regulasi.
"Jadi seharusnya jalurnya operator bukannya malah menaruh orang-orangnya untuk duduk di BRTI seperti yang terjadi saat ini dengan dalih mencari orang yang berpengalaman di industri telekomunikasi. Harusnya operator memilih dari orang yang independen. Bukan untuk mewakili kepentingan operator tertentu. Tujuannya agar mereduksi aneksasi kepentingan dari salah satu operator," terang Alamsyah.
Alamsyah meminta agar Menkominfo tak bermain-main dengan regulasi telekomunikasi, karena menyangkut industri fundamental. Nasib bangsa ini ke depan akan ditentukan oleh regulasi telekomunikasi yang otonom dan imparsial. Prinsip imparsialitas harus diterapkan secara baik dalam rekrutmen anggota BRTI.
Jika tidak, akan merusak governance di sektor telekomunikasi ke depan. Jika Menkominfo masih ngotot memilih KRT BRTI yang dekat dengan salah satu operator, Alamsyah yakin masyarakat akan semakin curiga terhadap sepak terjang Rudiantara dalam mengambil keputusan tersebut. Bahkan masyarakat akan membuka semua beneficial ownership dari operator yang 'menitipkan' karyawannya di BRTI baik itu secara formal maupun non formal dan mengkaitkannya dengan kekuasaan.
"Jika itu sampai terjadi maka akan sangat berbahaya. Membuat kepercayaan publik kepada pemerintah dan regulator rontok. Sehingga nanti publik bukan mencari tau benar atau salah lagi. Tetapi justru ketidak percayaan kepada regulator. Ini membuat kontra produktif terhadap industri telekomunkasi," ujar Alamsyah.
Seperti diketahui bersama bahwa dari tiga dari 10 calon KRT BRTI merupakan orang-orang yang terafiliasi dengan Indosat. Mereka yang masih aktif menjadi karyawan di perusahaan telekomunikasi tersebut adalah August Bualazaro Hulu dan Bambang Priantono.
Dr. Ir. Bambang Priantono, M.T. adalah karyawan yang aktif di Indosat yang pernah menjabat sebagai Network and Operations Director at PT Aplikanusa Lintasarta (anak usaha Indosat). Saat ini beliau ditempatkan Indosat di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Telekomunikasi Indonesia sebagai direktur utama. Berdasarkan penelusuran, Bambang Priantono merupakan sohib dekat Menkominfo sewaktu Menteri Rudiantara masih bekerja di Indosat.
Sementara August Bualazaro Hulu, saat ini masih menjadi karyawan aktif di Indosat yang menjabat sebagai division head regulatory PT Indosat Ooredoo. Bahkan Menkominfo memberikan keistimewaan kepada pria asal Nias tersebut untuk menunda wawancara yang seharusnya dilakukan pada 14 Desember yang lalu menjadi pekan depan dikarenakan August Bualazaro Hulu tengah mengurus satelit yang dimiliki oleh Indosat.
Sedangkan satu orang lainnya calon KRT BRTI yang terafiliasi dengan Indosat adalah Dr. M. Imam Nashiruddin, ST, MT, CSEP, CTMP. Memang aktifis Indonesia Mengajar ini sudah menjadi KRT BRTI sejak tahun 2015. Namun ia baru mundur dari Indosat pasca dilantik menjadi KRT BRTI di tahun 2015 yang lalu. Sebelum menjabat KRT BRTI periode 2015-2018, Muhammad Imam Nashiruddin pernah menjabat sebagai Direktur Indosat Mega Media (IM2).
Banyaknya calon KRT BRTI yang terafiliasi dengan salah satu operator juga soroti oleh Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia. Menurutnya, adanya calon KRT yang terafiliasi dengan operator tertentu dan bahkan ada yang masih menjadi karyawan aktif pada operator tersebut, akan membuat potensi benturan kepentingan antara regulator dan operator tertentu tersebut.
Diakui Alamsyah, memang aturan secara formal yang mengatur mengenai KRT BRTI dari operator belum ada. "Namun dari prinsip governance value atau tata kelola pemerintahan yang baik khususnya di regulator yang harus inparsial, sudah seharusnya pansel dan Menkominfo bisa mempertimbangkan asal muasal dan kedekatan calon KRT BRTI dari unsur operator telekomunikasi tersebut," ujarnya, Selasa (18/12/2018).
Menurut komisioner Ombudsman tersebut, seharusnya sebelum calon KRT BRTI tersebut bergabung menjadi KRT BRTI, harus ada masa jeda beberapa tahun terlebih dahulu. Ini disebabkan tugas vital dari BRTI sebagai regulator yang harus independen dan bisa menjaga kerahasiaan perusahaan telekomunikasi yang diawasinya.
"Menurut saya tugas BRTI sangat vital yaitu menyangkut kerahasiaan perusahaan telekomunikasi tempat mereka bekerja dahulu, kerahasiaan perusahaan telekomunikasi yang akan diawasi oleh BRTI, kerahasiaan badan regulasi tersebut, relasi-relasi mereka saat ini dan kewajiban jangka pendek mereka saat ini," ujarnya.
Meski tak ada regulasinya, namun kata dia, dari sisi prinsip imparsialitas, mungkin Menkominfo dan panita seleksi bisa mempertimbangkan masa jeda untuk anggota KRT BRTI dari unsur masyarakat tersebut. Khususnya yang masih aktif menjadi karyawan salah satu operator.
Jika prinsip imparsialitas di BRTI tidak diperhatikan, Alamsyah memperkirakan akan membuat rumit BRTI dalam prsepsi publik. Publik pastinya akan berspekulasi banyak seperti aneksasi dari kelompok bisnis atau operator tertentu yang menaruh orang-orangnya di badan regulasi. BRTI harus memperjuangkan sendiri untuk mengcounter presepsi dan membangun prinsip imparsialitas sendiri di hadapan di hadapan publik.
"Salah satu kunci dari governance adalah public trust. Public trust diabaikan itu sudah tak zamannya lagi. Apa lagi di dunia IT. Ombudsman berharap Menkominfo dan panitia seleksi BRTI mengabaikan social capital yang dinamakan public trust," papar Alamsyah.
Memang operator bisa merekomendasikan KRT yang berasal dari unsur masyarakat. Tetapi para operator bisa merekomendasikan nama-nama public figure yang dianggap layak, independen dan mengerti mengenai industri telekomunikasi. Tujuannya untuk mensupport kepercayaan public kepada badan regulasi.
"Jadi seharusnya jalurnya operator bukannya malah menaruh orang-orangnya untuk duduk di BRTI seperti yang terjadi saat ini dengan dalih mencari orang yang berpengalaman di industri telekomunikasi. Harusnya operator memilih dari orang yang independen. Bukan untuk mewakili kepentingan operator tertentu. Tujuannya agar mereduksi aneksasi kepentingan dari salah satu operator," terang Alamsyah.
Alamsyah meminta agar Menkominfo tak bermain-main dengan regulasi telekomunikasi, karena menyangkut industri fundamental. Nasib bangsa ini ke depan akan ditentukan oleh regulasi telekomunikasi yang otonom dan imparsial. Prinsip imparsialitas harus diterapkan secara baik dalam rekrutmen anggota BRTI.
Jika tidak, akan merusak governance di sektor telekomunikasi ke depan. Jika Menkominfo masih ngotot memilih KRT BRTI yang dekat dengan salah satu operator, Alamsyah yakin masyarakat akan semakin curiga terhadap sepak terjang Rudiantara dalam mengambil keputusan tersebut. Bahkan masyarakat akan membuka semua beneficial ownership dari operator yang 'menitipkan' karyawannya di BRTI baik itu secara formal maupun non formal dan mengkaitkannya dengan kekuasaan.
"Jika itu sampai terjadi maka akan sangat berbahaya. Membuat kepercayaan publik kepada pemerintah dan regulator rontok. Sehingga nanti publik bukan mencari tau benar atau salah lagi. Tetapi justru ketidak percayaan kepada regulator. Ini membuat kontra produktif terhadap industri telekomunkasi," ujar Alamsyah.
Seperti diketahui bersama bahwa dari tiga dari 10 calon KRT BRTI merupakan orang-orang yang terafiliasi dengan Indosat. Mereka yang masih aktif menjadi karyawan di perusahaan telekomunikasi tersebut adalah August Bualazaro Hulu dan Bambang Priantono.
Dr. Ir. Bambang Priantono, M.T. adalah karyawan yang aktif di Indosat yang pernah menjabat sebagai Network and Operations Director at PT Aplikanusa Lintasarta (anak usaha Indosat). Saat ini beliau ditempatkan Indosat di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Telekomunikasi Indonesia sebagai direktur utama. Berdasarkan penelusuran, Bambang Priantono merupakan sohib dekat Menkominfo sewaktu Menteri Rudiantara masih bekerja di Indosat.
Sementara August Bualazaro Hulu, saat ini masih menjadi karyawan aktif di Indosat yang menjabat sebagai division head regulatory PT Indosat Ooredoo. Bahkan Menkominfo memberikan keistimewaan kepada pria asal Nias tersebut untuk menunda wawancara yang seharusnya dilakukan pada 14 Desember yang lalu menjadi pekan depan dikarenakan August Bualazaro Hulu tengah mengurus satelit yang dimiliki oleh Indosat.
Sedangkan satu orang lainnya calon KRT BRTI yang terafiliasi dengan Indosat adalah Dr. M. Imam Nashiruddin, ST, MT, CSEP, CTMP. Memang aktifis Indonesia Mengajar ini sudah menjadi KRT BRTI sejak tahun 2015. Namun ia baru mundur dari Indosat pasca dilantik menjadi KRT BRTI di tahun 2015 yang lalu. Sebelum menjabat KRT BRTI periode 2015-2018, Muhammad Imam Nashiruddin pernah menjabat sebagai Direktur Indosat Mega Media (IM2).
(ven)