Utang Luar Negeri Meningkat Demi Stabilkan Kurs Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Peningkatan utang Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia menurut ekonom disebabkan karena pemerintah mencoba stabilkan kurs rupiah dan meningkatkan konsumsi belanja di tahun 2019. Sehingga, ULN tercatat semakin meningkat dimana hingga akhir Oktober 2018 sudah tembus USD360,5 miliar yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD178,3 miliar serta utang swasta termasuk BUMN mencapai USD182,2 miliar.
"Ada beberapa indikasi dari naiknya ULN. ULN Pemerintah naik disebabkan kebijakan front loading utang untuk kebutuhan belanja di awal 2019. Selain itu pemerintah konsisten naikan ULN untuk stabiliasi kurs rupiah karena dana asing yang masuk diharapkan meningkatkan supply valas," ujar Bhima Yudishtira saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Meskipun begitu, cara tersebut dikritik sebagai langkah temporer yang tidak sehat karena ULN pemerintah yield nya terus naik. Sambung dia, menerangkan untuk Utang Luar Negeri (ULN) swasta yang meningkan karena percepatan penerbitan utang sebagai antisipasi suku bunga Fed yang makin mahal. Apalagi, swasta secara musiman juga mendorong utang baru untuk keperluan refinancing pelunasan utang.
"Sehat tidaknya utang bisa dicek dari DSR debt to service ratio atau rasio utang terhadap penerimaan ekspor. DSR indonesia sudah di atas 25% yang mengindikasikan utang belum efektif mendorong ekspor. Itu artinya ada yang enggak nyambung. Utang jelas kurang produktif," paparnya.
Sebelumnya tercatat ULN Indonesia pada akhir Oktober 2018 tersebut tumbuh 5,3% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 4,2% (yoy). "Peningkatan pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari pertumbuhan ULN pemerintah dan ULN swasta," ujar Deputi Eksekutif Komunikasi BI, Agusman dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (17/12).
"Ada beberapa indikasi dari naiknya ULN. ULN Pemerintah naik disebabkan kebijakan front loading utang untuk kebutuhan belanja di awal 2019. Selain itu pemerintah konsisten naikan ULN untuk stabiliasi kurs rupiah karena dana asing yang masuk diharapkan meningkatkan supply valas," ujar Bhima Yudishtira saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Meskipun begitu, cara tersebut dikritik sebagai langkah temporer yang tidak sehat karena ULN pemerintah yield nya terus naik. Sambung dia, menerangkan untuk Utang Luar Negeri (ULN) swasta yang meningkan karena percepatan penerbitan utang sebagai antisipasi suku bunga Fed yang makin mahal. Apalagi, swasta secara musiman juga mendorong utang baru untuk keperluan refinancing pelunasan utang.
"Sehat tidaknya utang bisa dicek dari DSR debt to service ratio atau rasio utang terhadap penerimaan ekspor. DSR indonesia sudah di atas 25% yang mengindikasikan utang belum efektif mendorong ekspor. Itu artinya ada yang enggak nyambung. Utang jelas kurang produktif," paparnya.
Sebelumnya tercatat ULN Indonesia pada akhir Oktober 2018 tersebut tumbuh 5,3% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 4,2% (yoy). "Peningkatan pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari pertumbuhan ULN pemerintah dan ULN swasta," ujar Deputi Eksekutif Komunikasi BI, Agusman dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (17/12).
(akr)